MA Tolak Kasasi Bambang Trihatmodjo terhadap Sri Mulyani Soal Utang SEA Games
Reporter
M. Faiz Zaki
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 19 Februari 2022 10:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung atau MA menolak kasasi yang diajukan Bambang Trihatmodjo terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Kasus yang digugat Bambang Tri tersebut mengenai utang SEA Games 1997 yang ditagihkan kepadanya sebesar Rp 68 miliar.
Hal tersebut diumumkan lewat situs informasi perkara Mahkamah Agung yang mencantumkan salinan putusan kasasi atas perkara nomor 63 K/TUN/2022. "TOLAK KASASI," seperti dikutip, Sabtu, 19 Februari 2022.
Adapun penolakan kasasi tersebut diputuskan pada tanggal 15 Februari 2022. Adalah Irfan Fachruddin yang bertindak sebagai ketua majelis dan didampingi dua anggota yakni Yodi Martono Wahyunadi dan Is Sudaryono. Sementara Dewi Asimah sebagai panitera pengganti.
Tempo sejak Jumat malam, 18 Februari 2022, menghubungi kuasa hukum Bambang Trihatmodjo, Prisma Wardhana Sasmita, untuk meminta tanggapan atas putusan tersebut. Namun hingga berita ini ditayangkan, upaya konfirmasi tersebut belum direspons.
Menteri Sri Mulyani sebelumnya mencegah Bambang Tri ke luar negeri karena ada masalah piutang SEA Games 1997 tersebut. Pencegahan atas putra dari presiden kedua Soeharto tersebut diputuskan melalui Keputusan Menkeu Nomor 108/KM.6/2020 tanggal 27 Mei 2020.
Pencegahan itu adalah bagian dari mekanisme yang diterapkan ketika seseorang tidak memenuhi kewajiban piutang negara. “Dengan tidak diterimanya gugatan penggugat (Bambang Tri) di PTUN, maka pencegahan terhadap penggugat ke luar negeri sah,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Rahayu Puspasari saat dihubungi di Jakarta, Jumat, 5 Maret 2021.
Tak terima dicekal, Bambang Tri mengajukan gugatan ke pengadilan. Salah satunya adalah gugatan di PTUN Jakarta yang diajukan pada 25 Agustus 2021.
Bambang Tri saat itu menggugat Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta I dan Kepala Kantor Wilayah, Dirjen, Kekayaan Negara DKI Jakarta, Kementerian Keuangan.
Dalam gugatan itu, majelis hakim diminta untuk menyatakan Bambang tidak memiliki kewajiban ke KPKNL Jakarta 1. Sebaliknya, hakim diminta menetapkan PT Tata Insani Mukti sebagai pelaksana konsorsium, yang bertanggung jawab atas utang piutang yang terjadi.
Prisma lalu membeberkan alasan pihaknya menilai PT Tata Insani Mukti yang harus bertanggung jawab. Dia bercerita bahwa SEA Games XIX 1997 adalah ajang istimewa yang tidak dipersiapkan sebelumnya. “Karena Indonesia menggantikan Brunei yang mendadak mundur dari tuan rumah,” katanya, pada 11 September 2021.
Pemerintah saat itu meminta bantuan kepada mitra swasta untuk mengumpulkan dana SEA Games. Saat itu, dilakukan MoU antara PT Tata Insani Mukti sebagai pelaksana konsorsium dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Karena biayanya masih kurang, maka Sekretariat Negara memberi pinjaman kepada konsorsium.
Pada 1998, kata Prisma, sudah digelar audit dan diketahui biaya SEA Games yang dikeluarkan konsorsium sebesar Rp 156 miliar. Prisma menyebut hasil audit itu pernah dilaporkan kepada pemerintah, tapi tidak direspons.
<!--more-->
Selain itu secara kedudukan hukum, Prisma menilai konsorsium bukanlah badan hukum. Sebaliknya, perusahaan pelaksana konsorsium yaitu PT Tata Insani Mukti-lah yang memiliki kedudukan hukum.
Untuk itulah, Bambang sempat menggugat Direktur Umum PT Tata Insansi, Bambang Riyadi Soegomo, pada 10 Februari 2021. Tapi pada 13 April 2021, gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu berakhir dengan perdamaian. “Telah inkracht di PN Jakarta Selatan, karena uang pribadi Pak Bambang banyak dipakai (dalam perkara ini),” kata Prisma.
Lebih jauh, Prisma menilai persoalan ini harus dilihat secara lengkap, yuridis, politis, sosiologis, dan historts. Sebab, negara awalnya justru tidak mengeluarkan dana APBN, dan malah dicarikan dananya oleh konsorsium," katanya.
Meski demikian, Kemenkeu tetap berkeyakinan Bambang Trihatmodjo yang harus membayar utang tersebut. Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Lain-lain, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Lukman Effendi memastikan, penagihan ke Bambang akan terus dilakukan sampai utang kepada negara dinyatakan selesai.
“Termasuk dengan upaya eksekusi oleh PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara),” kata Lukman kepada Tempo di Jakarta, Ahad, 7 Maret 2021.
Prisma mengatakan kliennya tidak seharusnya bertanggung jawab atas dana hajatan internasional tersebut. Saat itu Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) diketuai oleh Bambang dan meminjam uang negara untuk kelangsungan acara.
“Terkait gugatan TUN a quo, sebagai pribadi Pak Bambang keberatan jika dianggap bertanggung jawab atas hubungan hukum secara langsung antara konsorsium dan negara,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 11 September 2021.
Tidak terima, Bambang pun menggugat Sri Mulyani ke pengadilan pada 15 September 2020. Dalam gugatannya, dia meminta PTUN membatalkan keputusan. Anak mantan Presiden Soeharto itu meminta PTUN memerintahkan Sri Mulyani mencabut keputusannya.
Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan yang diajukan Bambang Trihatmodjo. “Menyatakan Gugatan Penggugat tidak diterima (niet ontvankelijk verklaard),” demikian amar putusan dalam perkara ini yang ditetapkan pada Kamis, 4 Maret 2021, sebagaimana dikutip dalam laman resmi pengadilan.
Putusan kedua yaitu menghukum penggugat yakni Bambang Trihatmodjo untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 429.000,00 (empat ratus dua puluh sembilan ribu rupiah). Dua keputusan ini ditetapkan oleh majelis hakim yang dipimpin Dyah Widiastuti.
FAIZ ZAKI | FAJAR PEBRIANTO
Baca: Mulai 1 Maret, Jual Beli Tanah Wajib Lampirkan Bukti Kepersertaan BPJS Kesehatan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.