5 Fakta LRT Jabodebek: Harga Tiket Rp 15 Ribu, Ada Tarif Minimal per 5 Kilometer
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 20 Januari 2022 10:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) segera mengoperasikan kereta lintas raya terpadu (LRT) Jabodebek pada 17 Agustus 2022. LRT Jabodebek yang dibangun sejak 2017 tersebut akan beroperasi secara komersial melintasi jalur Stasiun Harjamukti-Dukuh Atas dan Bekasi Timur-Dukuh Atas sepanjang 44 kilometer.
Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo mengatakan perseroan memegang konsesi selama 50 tahun. "KAI mendapatkan penugasan pemerintah dan ini adalah bagian dari PSN (proyek strategis nasional) yang diterbitkan mengingat adanya urgensi pelayanan transportasi untuk mendukung pembangunan di Jabodebek," ujar Didiek, kemarin.
PT KAI bersama PT Adhi Karya (Persero) Tbk sebagai pelaksana pembangunan sarana dan prasarana sedang mengebut penyelesaian proyek LRT. Hingga pekan kedua Januari, proyek telah rampung 78,78 persen. Sisanya meliputi penyelesaian Depo di Bekasi Timur dan finalisasi sistem persinyalan.
Berikut ini sejumlah fakta baru mengenai LRT Jabodebek.
1. Tarif LRT Rp 15 ribu dari ujung ke ujung
Didiek mengatakan terdapat kenaikan rencana tarif end to end LRT Jabodebek dari semula Rp 12 ribu menjadi Rp 15 ribu. Kenaikan tarif ini berhubungan dengan pembengkakan nilai investasi kereta layang.
Didiek menyatakan terjadi cost overrun investasi dari semula Rp 29,9 triliun menjadi Rp 32,5 triliun akibat pergeseran target commercial operation date atau pengoperasian secara komersial yang semula 2019 menjadi 2022. Untuk menutup pembengkakan investasi, KAI menghitung ulang komponen pembentuk harga tiket.
Harga tiket ini masih diusulkan kepada Kementerian Perhubungan. KAI berharap pada kuartal I 2022, Kemenhub sudah memutuskan daftar harga untuk LRT.
2. Ada tarif minimal Rp 3.000-4.000
Selain tarif dari ujung ke ujung atau tarif maksimal rata-rata, KAI mengusulkan mekanisme pengenaan tarif minimal. Tarif minimal dihitung per 5 kilometer seharga Rp 3.000-4.000.
“Kami sudah sampaikan ke Kementerian Perhubungan, tapi nanti pemerintah yang memutuskan,” ujar Executive Vice President (EVP) LRT Jabodebek KAI Mochamad Purnomosidi.
Mekanisme pengenaan tarif minimal berubah dari rencana semula. Awalnya, perseroan mengusulkan tarif perjalanan berlaku secara end to end atau pukul rata. Namun menjelang pengoperasiannya, rencana tersebut berubah karena pelbagai pertimbangan.
3. Tarif sudah disubsidi
Adapun harga tiket LRT Jabodebek yang diusulkan KAI merupakan tarif subsidi. Pemerintah akan memberikan subsidi berupa public service obligation (PSO) Rp 2 triliun per tahun. Bila tanpa subsidi, KAI mengklaim harga tiket per orang bisa mencapai Rp 30 ribu.
<!--more-->
“Pemerintah akan memberikan subsidi untuk kekurangan gap antara berapa biaya operasional dan pendapatan yang diperoleh. Jadi kami sedang menghitung total biaya operasional dan sedang menguji angka-angka itu, mudah-mudahan triwulan I ini tabel tarifnya sudah dirilis,” ujar Purnomo.
4. Investasi bengkak Rp 2,6 triliun
Didiek membeberkan penyebab investasi proyek LRT Jabodebek melar Rp 2,6 triliun. Pembengkakan investasi terjadi karena dua penyebab utama.
Pertama, ada pergeseran target COD dari semula 2019 menjadi 2022, terutama terkait pembebasan lahan di Depo Bekasi Timur. Kedua, Didiek menerangkan, pandemi Covid-19 mengakibatkan biaya proyek pra-operasi, biaya interest during contruction (IDC), dan biaya lainnya melambung.
Berdasarkan rinciannya, total investasi prasarana pada awal 2017 ditargetkan Rp 22,9 triliun. Sementara itu kebutuhan per 2021 melar menjadi Rp 23,3 triliun. Adapun kebutuhan lain-lain meningkat dari Rp 1,4 triliun menjadi Rp 1,6 triliun.
Kebutuhan bunga interest atau IDC dan financing fees naik dua kali lipat dari 1,5 triliun menjadi sebesar Rp 3,2 triliun. Sedangkan biaya pra-operasi yang sebelumnya tak dianggarkan menjadi Rp 400 miliar. Di sisi lain, penyesuaian terjadi pada komponen kebutuhan sarana yang semula dianggarkan Rp 4,1 triliun turun menjadi Rp 4 triliun.
5. KAI dapat PMN Rp 2,6 triliun untuk menutup pembengkakan investasi
Didiek menerangkan, untuk menutup pembengkakan investasi, KAI mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 2,6 triliun. Penyertaan modal mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2017.
“Di dalam aturan itu dikatakan proyek LRT dapat memperoleh dukungan pemerintah. Bentuk dukungannya dapat berupa subsidi, pemberian PMN, dan jaminan pemerintah,” kata Didiek.
PMN dikucurkan saat kinerja keuangan perseroan anjlok karena penjualan tiket turun akibat pagebluk. Bersamaan dengan itu, KAI mesti menanggung beban berat akibat penugasan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
“Kenapa PMN, karena cost overrun (pembengkakan investasi) tidak bisa di-cover oleh pinjaman sindikasi. kalau ada cost overrun, ini akan jadi beban peminjam sehingga pinjaman sindikasi yang diterima hanya membiayai porsi pinjaman,” ujar Didiek.
Baca: Kini Giliran Muhammadiyah Resmi Haramkan Kripto, Apa Sebabnya?
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.