Vaksin Booster Pfizer Ampuh Hadapi Omicron, Harga Minyak Meroket jadi USD 75,15
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 11 Desember 2021 08:18 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak jenis Brent untuk pengiriman Februari 2022 naik 1 persen atau 73 sen menjadi US$ 75,15 per barel di London ICE Futures Exchange. Kenaikan harga 1 persen atau sebesar 73 sen juga terjadi untuk minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS pengiriman Januari tahun depan menjadi US$ 71,67 per barel di New York Mercantile Exchange.
Menguatnya harga minyak di akhir perdagangan Jumat atau Sabtu pagi WIB tersebut adalah kenaikan mingguan terbesar dalam lebih dari tiga bulan. Kenaikan harga emas hitam itu dipicu oleh sentimen pasar akibat berkurangnya kekhawatiran atas dampak varian virus corona Omicron terhadap pertumbuhan ekonomi global dan permintaan bahan bakar.
Per pekan ini, harga acuan minyak mentah AS naik 8,2 persen, sementara Brent melonjak 7,5 persen, berdasarkan kontrak bulan depan. Hal tersebut merupakan kenaikan mingguan pertama mereka dalam tujuh pekan terakhir, bahkan setelah aksi ambil untung singkat.
Phil Flynn, seorang analis senior kelompok harga berjangka di Chicago menyatakan para pedagang minyak tak lagi terkejut dan merasa lebih bullish. "Karena mereka mengkalibrasi ulang ekspektasi permintaan mereka setelah varian virus corona Omicron," ucapnya.
Adapun harga konsumen AS yang naik lebih lanjut pada November memicu kenaikan tahun ke tahun terbesar sejak 1982. Data pemerintah tersebut turut menambah sentimen bullish pada permintaan minyak.
Pada awal minggu ini, pasar minyak telah memulihkan sekitar setengah dari kerugian yang diderita sejak wabah Omicron pada 25 November 2021. Pasalnya, harga minyak belakangan naik setelah studi awal menunjukkan bahwa tiga dosis vaksin Covid-19 Pfizer bisa memberi perlindungan lebih terhadap varian Omicron.
Analis Commerzbank, Carsten Fritsch, menyebutkan pasar minyak telah memperkirakan harga skenario terburuk berikutnya. "Tetapi akan disarankan untuk meninggalkan risiko residual tertentu pada permintaan minyak."
<!--more-->
Selain itu, ada risiko harga minyak tetap goyah akibat lalu lintas udara domestik di Cina terpengaruh akibat pembatasan perjalanan yang lebih ketat. Lalu ada risiko kepercayaan konsumen yang lebih lemah setelah wabah kecil yang berulang.
Adapun lembaga pemeringkat Fitch menurunkan peringkat pengembang properti Cina Evergrande Group dan Kaisa Group secara tak langsung turut mempengaruhi sentimen permintaan minyak dari importir komoditas terbesar di dunia itu.
Fitch sebelumnya menyebut dua perusahaan itu telah gagal membayar obligasi luar negeri. Ini memperkuat kekhawatiran potensi perlambatan di sektor properti Cina, serta ekonomi yang lebih luas dari importir minyak terbesar dunia.
Walau harga minyak naik, sejumlah analis memperingatkan potensi hambatan di depan. Carsten Fritsch, analis energi di Commerzbank Research, misalnya, menilai risiko seputar Omicron tidak boleh diabaikan sepenuhnya.
Pasalnya, kata Fritsch, meningkatnya jumlah infeksi dan penularan yang lebih tinggi dari varian virus baru mendorong semakin banyak negara untuk memberlakukan pembatasan baru. "Yang tidak mungkin membuat permintaan minyak sepenuhnya tidak terpengaruh," tuturnya.
Selain itu, ia memperkirakan pada kuartal pertama tahun 2022 bakal terjadi kelebihan pasokan minyak yang cukup besar bahkan tanpa dampak Omicron. Hal ini disebabkan penurunan permintaan yang terjadi musiman.
Harga minyak juga diprediksi bakal kembali melemah karena di saat yang sama, pasokan akan naik karena produksi minyak diperluas oleh negara-negara penghasil minyak dan sekutunya atau OPEC+. "Dan cadangan minyak strategis dilepaskan di AS dan negara konsumen terkemuka lainnya," ujar Fritsch.
ANTARA
Baca: Super Air Jet Buka Rute Jakarta - Pekanbaru, Harga Tiket Dibanderol Rp 555 Ribu
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.