Bos BCA Bicara soal Dilema Bank dalam Menyalurkan Kredit ke Sektor Batu Bara
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Minggu, 28 November 2021 07:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA, Jahja Setiaatmadja, blak-blakan menjelaskan dilema yang dihadapi kalangan perbankan dalam menyalurkan kredit ke perusahaan batu bara.
Hal ini tak lepas dari komitmen pemerintah yang tengah mendorong pembiayaan berkelanjutan atau green financing. Apalagi saat ini, kata Jahja, seluruh dunia memusuhi batu bara, artinya pembangkit listrik tenaga uap juga sering kali dihindari oleh lembaga pembiayaan.
Padahal di saat yang sama, permintaan kredit di sektor batu bara masih tinggi. Batu bara yang merupakan salah satu kemampuan dan kekuatan dari Indonesia, dinilai memiliki prospek bagus. Namun, menurut Jahja, sudah tak ada bank asing yang mau membiayai sektor tersebut, sehingga bertumpu pada bank lokal.
“Meskipun, kami juga sadar jika BCA, Mandiri, dan BNI aktif di sini (sektor pertambangan), persentase UMKM kami juga melorot," kata Jahja, dalam diskusi yang digelar Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jumat, 26 November 2021. "Makanya, bank-bank ini seperti pemain akrobat karena banyak sekali yang kami pertimbangkan."
Perusahaan penambang batubara sebelumnya diperkirakan mendapatkan sentimen negatif dari sisi finansial seiring menguatnya aturan terkait dengan pembiayaan ke sektor itu. Gerakan masif kebijakan global untuk mengarah ke penggunaan energi bersih akhirnya memaksa komoditas seperti batu bara mulai ditinggalkan.
Begitu juga pendanaan untuk sektor terkait dengan penambangan dan penggunaan komoditas itu. Indonesia sebagai salah satu produsen utama batu bara di dunia, tak jarang disorot oleh berbagai pihak.
<!--more-->
Salah satunya sorotan datang dari lembaga pemeringkat kredit global Moody’s. Dalam laporan terbaru Moody's Investors Service, perusahaan penambang batu bara di Indonesia terancam menghadapi kekurangan pendanaan di masa depan.
Sebab, perbankan global dan domestik serta investor obligasi belakangan kian selektif untuk menyalurkan dana ke sektor batu bara. Oleh karena itu, Jahja berharap dalam sementara waktu sebelum tahun 2030, perbankan bisa diberikan kemudahan dalam menyalurkan kredit ke sektor pertambangan.
Lebih jauh, Jahja juga meminta OJK untuk mempertimbangkan beberapa hal terkait dengan green financing. “Kalau kita lihat, polusi di Indonesia, terutama di daerah-daerah persentasenya kecil dibandingkan Eropa, dan kita tidak mungkin mendapatkan energi dari sungai atau angin karena tidak cukup," tuturnya. "Jadi, satu-satunya potensi, ya, batu bara."
Oleh karena itu, menurut dia, dengan potensi batu bara yang besar tapi tak didukung dengan arah kebijakan membuat kalangan perbankan bimbang. "Nah, ini buat kita dilematis juga,” kata Jahja.
BCA hingga kuartal ketiga tahun ini sudah menyalurkan kredit ke sektor-sektor berkelanjutan dengan nilai Rp 143,1 triliun atau naik 25 persen secara tahunan. Nilai tersebut berkontribusi 23,6 persen dari total portofolio kredit perusahaan berkode saham BBCA itu, di antaranya mencakup pembiayaan kepada sektor usaha kecil menengah (UKM), pengelolaan SDA, dan lahan yang berkelanjutan.
BISNIS
Baca: Partai Buruh Ancam Bergerak Jika Pemerintah Tak Sepakat Putusan MK soal Omnibus
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.