MUI Gelar Ijtima Ulama Komisi Fatwa Bahas Khilafah, Pinjol hingga Cryptocurrency
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 9 November 2021 07:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada hari ini akan mulai menggelar Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII hingga Kamis mendatang di Hotel Sultan, Jakarta. Beberapa hal yang bakal dibahas terkait kebangsaan dan keumatan mulai dari khilafah hingga pinjaman online (pinjol) dan cryptocurrency.
Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, dalam forum tersebut akan dibahas masalah strategis kebangsaan di antaranya tentang dhawabith dan kriteria penodaan agama, jihad dan khilafah dalam bingkai NKRI.
Selain itu, soal panduan Pemilu yang lebih maslahat, distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan. "Dan masalah perpajakan," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, 8 November 2021.
Adapun penyelenggaraan ijtima ulama kali ini berbeda dari yang sebelum-sebelumnya. Jika selama ini budaya ijtima ulama dilaksanakan di dalam pondok pesantren, tapi karena saat ini masih pandemi Covid-19, maka acara diputuskan digelar di hotel agar manajemen penerapan protokol kesehatan berjalan optimal.
Ijtima ulama sebelum kali ini adalah yang keenam berlangsung pada tahun 2018 di Pondok Pesantren Al Falah, Banjarbaru, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Asrorun yang juga ketua penyelenggara acara tersebut menyebutkan ijtima ulama komisi fatwa se-Indonesia akan dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Perhelatan ini bakal diikuti oleh 700 ulama fatwa se-Indonesia.
<!--more-->
Acara akan digelar secara hybrid, yakni kombinasi peserta luring di hotel Sultan Jakarta sejumlah 250 orang dan sisanya secara daring. Ijtima bertajuk "Optimalisasi Fatwa untuk Kemaslahatan Bangsa" ini juga akan membahas mengenai fikih kontemporer seperti pernikahan online, cryptocurrency, hingga zakat saham.
Pembahasan fikih kontemporer lainnya meliputi transplantasi rahim, zakat perusahaan, penyaluran dana zakat dalam bentuk qardh hasan. Adapun untuk masalah hukum dan perundang-undangan, ijtima akan membahas tinjauan atas RUU Minuman Beralkohol, tinjauan atas RKUHP terkait perzinaan, dan tinjauan atas peraturan tata kelola sertifikasi halal.
Sebelum MUI berencana membahas, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur terlebih dulu mengeluarkan fatwa bahwa penggunaan cryptocurrency atau mata uang digital yang dijamin dengan kriptografi sebagai alat transaksi adalah haram. Hal tersebut diputuskan dalam diskusi atau bahtsul masail yang digelar pada 24 Oktober 2021.
Dalam kegiatan yang juga menghadirkan utusan dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) dan beberapa pesantren se-Jawa Timur tersebut memutuskan bahwa hukum penggunaan aset kripto sebagai alat transaksi haram. Pasalnya, hal tersebut bakal menimbulkan sejumlah kemungkinan yang bisa menghilangkan legalitas transaksi.
“Para peserta bahtsul masail memiliki pandangan bahwa meskipun crypto telah diakui oleh pemerintah sebagai bahan komoditi, tetap tidak bisa dilegalkan secara syariat,” kata Kiai Azizi Chasbullah, selaku mushahih, seperti dikutip dari situs NU Jatim, Kamis, 28 Oktober 2021.
Alumnus Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, itu menyebutkan salah satu pertimbangan keputusan fatwa haram atas penggunaan cryptocurrency itu adalah ada risiko penipuan dalam transaksi tersebut. “Atas beberapa pertimbangan, di antaranya adalah akan adanya penipuan di dalamnya, maka dihukumi haram,” tuturnya.
ANTARA
Baca: PWNU Jawa Timur Keluarkan Fatwa Cryptocurrency Haram, Apa Dasarnya?
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.