Ketidaksesuaian Spesifikasi Kereta, LRT Jabodebek: Akan Diganti INKA Tahun Depan
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 3 November 2021 11:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembangunan Prasarana LRT Jabodebek Ferdian Suryo Adhi Pramono mengatakan pihaknya sudah menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK ihwal ketidaksesuaian spesifikasi dalam proyek sepur ringan. Salah satu temuan menunjukkan adanya masalah pada sistem pengait kereta atau coupler.
“INKA saat ini sedang proses pengadaan dan akan diganti di Depo (LRT) tahun depan pada saat depo sudah siap dipakai,” ujar Ferdian saat dihubungi pada Rabu, 3 November 2021.
BPK mendapati ketidakcocokan spesifikasi komponen sepur ringan pada proses produksi sarana LRT Jabodebek yang dikerjakan oleh PT INKA. INKA merupakan produsen 31 rangkaian kereta LRT.
Komponen-komponen spesifikasi itu tidak seuai dengan yang disyaratkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan KP 765 tahun 2017. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan, INKA seharusnya memasang perangkat pengait kereta dengan sistem automatic tight coupler yang dapat dikendalikan dari kabin secara otomatis.
Namun temuan BPKP menunjukkan pengait yang terpasang tersebut berjenis automatic tight lock coupler standar AAR 10 yang sistemnya masih manual. Temuan itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Tahun 2017-2019 pada PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan Anak Perusahaan Terkait Lainnya di Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Sumatera Selatan.
Ferdian menjelaskan, pihaknya sudah menindaklanjuti temuan itu pada tahun lalu. “Itu sudah clear pada 2020,” ucap Ferdian.
Selain masalah ketidaksesuaian spesifikasi komponen kereta, BPK menemukan keterlambatan penyerahan rangkaian kereta atau trainset. Pada 2018, PT Kereta Api Indonesia (Persero) menganggarkan pengadaan sarana 186 kereta LRT dengan total investasi sebesar 4,1 triliun.
<!--more-->
Sebanyak Rp 3,95 triliun dari total investasi itu diserahkan kepada PT INKA untuk pengadaan rangkaian kereta. KAI menunjuk langsung INKA sebagai produsen kereta. Sesuai jadwal, semestinya penyerahan kereta dibagi dalam enam tahap sejak April 2019 hingga September 2019.
Namun hingga Oktober 2019, pengadaan sarana yang disampaikan INKA baru mencapai 67,2 persen. Informasi itu tertuang dalam Laporan Kemajuan Pengadaan Sarana LRT Jabodebek Nomor SD-026/240/PT INKA/2019. Temuan BPK menunjukkan masing-masing tahapan penyerahan mengalami keterlambatan 25 hari.
Dari keterlambatan itu, terdapat denda yang seharusnya dibayar oleh INKA senilai Rp 89 miliar. Denda dihitung maksimal 5 persen dari penyerahan trainset tahap satu senilai Rp 1,78 triliun.
Dalam laporan BPK, KAI menyatakan telah bersepakat dengan INKA untuk membahas denda keterlambatan dengan BPKP. Sesuai kontrak, KAI seharusnya menarik denda maksimal atas keterlambatan. Namun INKA keberatan atas pengenaan denda tersebut.
BPK pun merekomendasikan KAI tetap menarik denda keterlambatan senilai Rp 89 miliar. Perhitungan keterlambatan telah ditentukan dalam kontrak yang disepakati kedua pihak. Karena itu, keberatan INKA tidak dapat mengubah kontrak yang ada.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
BACA: Temuan BPK: Tunggakan Pembayaran Denda LRT Jabodebek Senilai Rp 89 Miliar