Wajib PCR Diperluas Sebagai Syarat Perjalanan, Epidemiolog: Tidak Cost Effective

Rabu, 27 Oktober 2021 17:29 WIB

Petugas Kesehatan mendata warga saat mengikuti tes swab PCR di kantor Kecamatan Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, Selasa, 5 Januari 2020. Dalam upaya melacak penyebaran Covid-19 di Kota Depok yang Berstatus zona merah, Swab PCR gratis bagi warga dilakukan di Kecamatan Pancoran Mas sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, menilai rencana pemerintah memperluas wajib PCR sebagai syarat perjalanan adalah kebijakan yang tidak efektif secara biaya.

"Kalau mau intervensi kesehatan publik, misalnya diterapkan di moda transportasi, ya bisa saja, tapi kalau cari yang cepat, murah, dan efektif itu ya rapid test. kalau PCR itu tidak cost effective," ujar Dicky kepada Tempo, Rabu, 27 Oktober 2021.

Dicky menduga ada kesalahpahaman mengenai testing sebagai strategi kesehatan masyarakat dan testing sebagai alat diagnosa di rumah sakit.

Kalau tes dengan tujuan kesehatan publik, menurut Dicky, WHO sudah merekomendasikan bahwa dapat dilakukan menggunakan uji cepat atau rapid test. Berdasarkan uji di Inggris, rapid test memiliki sensitivitas 97 persen untuk mendeteksi seseorang yang terinfeksi Covid-19.

Rapid test dinilai dapat digunakan untuk tujuan tersebut lantaran efektif secara biaya. Selain harganya murah, hasil bisa diperoleh lebih mudah dan cepat.

Advertising
Advertising

<!--more-->

"Ini kan untuk memastikan orang yang membawa virus bisa dideteksi cepat agar tidak menularkan ke orang lain dan bisa langsung dikarantina," ujar Dicky. Selain itu, dari hasil yang ada pun bisa dilakukan pelacakan terhadap kontak-kontak lainnya. Itu lah yang menurut dia membedakan PCR dengan rapid test antigen.

Dicky mengatakan ada metode tes PCR yang efektif secara biaya, yaitu yang menggunakan saliva atau air liur. Biaya tes tersebut adalah sekitar US$ 5, atau sesuai dengan biaya yang dinilai sesuai dengan keingingan masyarakat di AS.

Karena itu, meskipun nantinya pemerintah menetapkan batas harga PCR Rp 300 ribu, ketentuan tersebut tetap memberatkan dan tidak efektif. "Kalau di AS saja US$ 5, masak di Indonesia di atasnya. Tidak masuk akal. Secara kesehatan publik, intervensi bukan dengan PCR," ujar Dicky.

Adapun membandingkan dengan Australia, Dicky mengatakan penerbangan di Negeri Kangguru tidak mewajibkan adanya pengetesan, asalkan sudah divaksin lengkap. "Itu yang menjadi syarat penerbangan domestik, bahwa dia sudah divaksinasi lengkap. Kalau di dalam provinsinya tidak, antar state pakai syarat, misalnya vaksin dan pedulilindungi, itu safety secara public health."

Baca: Bahlil Lapor Jokowi soal Rencana Freeport Juga Akan Bangun Smelter di Papua

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

3 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

WHO: Kardiovaskular dan Pembuluh Darah Jadi Penyebab Kematian Utama Secara Global

17 hari lalu

WHO: Kardiovaskular dan Pembuluh Darah Jadi Penyebab Kematian Utama Secara Global

Kenali ragam penyakit kardiovaskular yang menjadi penyebab utama kematian secara global.

Baca Selengkapnya

Hari Kesehatan Sedunia, Akses Pelayanan Bermutu Masih Jadi Harapan

20 hari lalu

Hari Kesehatan Sedunia, Akses Pelayanan Bermutu Masih Jadi Harapan

Hari Kesehatan Sedunia 2024, diharapkan terwujudnya kesehatan bagi semua agar mendapat akses pelayanan kesehatan bermutu.

Baca Selengkapnya

Perjalanan Penetapan Hari Kesehatan Dunia, Bareng Berdirinya WHO

21 hari lalu

Perjalanan Penetapan Hari Kesehatan Dunia, Bareng Berdirinya WHO

Kilas balik Hari Kesehatan Dunia dan terbentuknya WHO

Baca Selengkapnya

Hati-hati Konsumsi Daging Merah Berlebihan Berbahaya Bagi Kesehatan

23 hari lalu

Hati-hati Konsumsi Daging Merah Berlebihan Berbahaya Bagi Kesehatan

Jika daging sapi atau daging merah dikonsumsi berlebihan dapat mengancam kesehatan. Bagaimana sebaiknya?

Baca Selengkapnya

Kepala WHO Akui Rumah Sakit Al Shifa Gaza Hancur

25 hari lalu

Kepala WHO Akui Rumah Sakit Al Shifa Gaza Hancur

Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Rabu, 3 Apil 2024, mengungkap kehancuran di Rumah Sakit Al Shifa di Gaza

Baca Selengkapnya

Studi: Hanya Tujuh Negara Penuhi Standar Kualitas Udara WHO, Indonesia Belum

40 hari lalu

Studi: Hanya Tujuh Negara Penuhi Standar Kualitas Udara WHO, Indonesia Belum

Laporan IQAir memaparkan hanya tujuh negara yang kualitas udaranya memenuhi standar WHO.

Baca Selengkapnya

Ketua MER-C Ungkap Tantangan Kirim Tim Medis ke Gaza

40 hari lalu

Ketua MER-C Ungkap Tantangan Kirim Tim Medis ke Gaza

Tim medis yang dikirim oleh MER-C berhasil mencapai Gaza dengan bantuan WHO.

Baca Selengkapnya

11 Tenaga Medis MER-C Tiba di Gaza, Masuk dengan Bantuan WHO

41 hari lalu

11 Tenaga Medis MER-C Tiba di Gaza, Masuk dengan Bantuan WHO

MER-C bekerja sama dengan WHO untuk mengirim tim medis yang beranggotakan 11 orang ke Gaza.

Baca Selengkapnya

Organisasi Bantuan Global Bicara Bencana Kesehatan di Gaza: Belum Pernah Ada Horor Seperti Ini

41 hari lalu

Organisasi Bantuan Global Bicara Bencana Kesehatan di Gaza: Belum Pernah Ada Horor Seperti Ini

Bahkan jika perang di Gaza berakhir besok sekalipun, mereka yang bertahan akan menghadapi konsekuensi kesehatan satu dekade, bahkan sepanjang hidup.

Baca Selengkapnya