Sri Mulyani Beri Denda 2 Persen Bila Eksportir SDA Telat Lunasi Pungutan
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Martha Warta Silaban
Jumat, 15 Oktober 2021 17:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan denda keterlambatan sebesar 2 persen per bulan bagi para eksportir Sumber Daya Alam (SDA). Denda berlaku ketika eksportir tidak melunasi pungutan sampai dengan jatuh tempo yang telah ditetapkan.
"Denda keterlambatan ditetapkan satu hari setelah tanggal jatuh tempo," demikian bunyi Pasal 11A dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.04/2021.
Ini adalah pasal baru yang ditambahkan Sri Mulyani dalam beleid yang diteken pada pada 29 September 2021 ini. Beleid baru tersebut menggantikan aturan lama yaitu PMK Nomor 98/PMK.04/2019.
Sejak 2019, Sri Mulyani sudah mengatur bahwa eksportir wajib memasukkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia. Devisa ini ditempatkan di rekening khusus pada bank yang melayani transaksi valas.
Penempatan devisa di rekening ini paling lambat akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran pemberitahuan pabean ekspor. Ada dua konsekuensi kalau eksportir tidak menjalankan sesuai aturan.
Pertama, eksportir dikenai denda 0,5 persen dari nilai devisa yang belum ditempatkan di rekening khusus melebihi jangka waktu. Kedua, denda 0,25 persen kalau eksportir menggunakan devisa ini untuk pembayaran di luar ketentuan.
Ketentuan soal denda 0,5 persen dan 0,25 persen ini diatur dalam pasal 8. Karena Sri Mulyani memasang denda baru yaitu 2 persen, maka frasa "denda" di pasal 8 ini diubah menjadi "pungutan berupa denda".
Sehingga, denda 2 persen akan berlaku kalau eksportir telat membayar kedua pungutan tersebut. Sederhananya, Sri Mulyani memberi denda berlapis.
Dalam Pasal 10, eksportir wajib melunasi pungutan 0,5 persen dan 0,25 persen ini paling lama 10 hari. Ini dihitung sejak terbitnya Surat Pemberitahuan Penetapan Pungutan.
Penagihan bakal dilakukan sampai terbitnya surat tagihan ketiga kalau 2 bulan belum juga melunasi pungutan. Kalau 3 bulan belum juga lunas, maka penagihan bakal beralih dari Kantor Pabean ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).
Barulah di sini mulai berlaku denda atas keterlambatan pelunasan pungutan. Denda 2 persen dihitung dari jumlah pungutan yang belum dilunasi eksportir. "Denda keterlambatan dikenakan untuk waktu paling lama 24 bulan," demikian bunyi Pasal 11A ayat 3.
Meski demikian, beleid ini masih belum berlaku. Sebab, PMK 135 ini baru resmi berlaku 1 November 2021, atau 30 hari sejak tanggal diundangkan pada 1 Oktober.
Baca Juga: Staf Sri Mulyani Jelaskan Utang Tersembunyi Rp 245 T Cina