AS Terancam Gagal Bayar Utang, Sri Mulyani: Kami Tidak Lengah
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 29 September 2021 12:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terus memantau pembahasan soal kebijakan kenaikan batas utang yang sedang berlangsung di Amerika Serikat. Pembahasan dilakukan setelah utang negara tersebut mencapai batas maksimal dan terancam gagal bayar.
"Kami tidak lengah dengan perubahan global yang begitu sangat dinamis," kata Sri Mulyani dalam acara CIMB Niaga Forum virtual pada Rabu, 29 September 2021.
Saat ini, utang Amerika sudah mencapai ambang batas yang ditetapkan yaitu US$ 28,4 triliun. Pemerintah Amerika yang dikuasai Partai Demokrat pun sudah mengusulkan rancangan undang-undang yang akan menangguhkan plafon utang hingga Desember 2022.
Tapi, deadlock terjadi karena partai Republik yang menguasai Senat menolak beleid tersebut. Dikutip dari Reuters di Selasa, 28 September 2021, Menteri Keuangan Amerika Janet Yellen telah mengatakan bila sampai 18 Oktober tak ada persetujuan, maka masalah ini berpotensi memicu krisis keuangan.
Menurut Sri Mulyani, pembahasan ini adalah salah satu faktor yang akan terus diwaspadai pemerintah Indonesia. Selain itu, Ia juga waspada dengan kemungkinan tapering dari kebijakan moneter di Amerika Serikat.
<!--more-->
Selain Amerika, Sri Mulyani juga terus mewaspadai krisis utang evergrande di Cina. Raksasa properti itu sekarang sedang terbelit utang terbesar di dunia yang mencapai US$ 300 miliar.
Untuk Evergrande, Sri Mulyani sudah menyinggungnya pada 23 September 2021. "Mereka akan mengalami situasi yang sangat tidak mudah dan memiliki dampak yang luar biasa besar, baik untuk perekonomian domestik di Tiongkok dan di dunia," kata dia saat itu.
Khusus untuk tapering atau kebijakan pengurangan stimulus oleh pemerintah Amerika, ada kemungkinan penerapannya lebih cepat dari perkiraan semula bank sentral Amerika, The Fed. Informasi ini disampaikan oleh CEO PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen, Lilis Setiadi.
Semula kebijakan ini mulai dijalankan 2023, lalu maju sampai 2022. Tapi dalam perkembangan terakhir, kata Lilis, kebijakan ini kemungkinan bakal mulai jalan November 2021.
Kebijakan akan dilakukan secara bertahap selama 9 hingga 10 bulan, sampai sekitar Juli 2022. "Baru kemudian diikuti dengan kenaikan suku bunga The Fed," kata dia pada Selasa, 28 September 2021.
Baca: Gandeng FewCents, Tempo Segera Luncurkan Fitur Artikel Berbayar di Indonesiana