IRESS Pertanyakan Keekonomian Energi Baru Terbarukan

Selasa, 28 September 2021 16:08 WIB

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS), Marwan Batubara, mempertanyakan tentang keekonomian dalam memenuhi target energi baru terbarukan di Tanah Air.

"Kalau berbicara keekonomian, itu keekonomian dari sisi siapa? Kalau dari sisi investor, dia akan menjual tarifnya Rp 1.400 per kWh ke PLN. Kalau PLN kemudian memberikan tarif Rp 1.000 ke konsumen itu kan tidak ekonomis, harus ada subsidi dari APBN,” ujarnya, dalam keterangan tertulis, Senin, 27 September 2021.

Sebelumnya, Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) dan mengerem penggunaan sumber energi fosil.

Dalam kebijakan tersebut ditetapkan target bauran EBT pada 2020 hingga 2050. Melalui beleid tersebut, pemerintah menargetkan pada 2025 peran energi baru terbarukan paling sedikit 23 persen dan 2050 sebesar 31 persen, sepanjang keekonomiannya terpenuhi.

Untuk itu, Marwan Batubara meminta pemerintah memperjelas tentang pemenuhan keekonomian dalam capaian energi baru terbarukan. Menurutnya saat ini biaya produksi dengan menggunakan EBT sekitar Rp 1.400-1.500 per kWh. Adapun, biaya produksi menggunakan PLTU Rp 800-900 per kWh.

Biaya murah pembangkit batu bara, kata Marwan, mendorong beberapa negara kembali menggunakan pembangkit PLTU. Salah satunya, Inggris yang kembali menggunakan pembangkit batu bara akibat lonjakan kenaikan harga gas.

Advertising
Advertising

Menurut dia, apabila target penggunaan EBT harus dipaksakan sebesar 23 persen bakal memberatkan keuangan PLN. Untuk menambalnya, pemerintah harus menggelontorkan subsidi. “PLN utangnya sudah banyak, tunggakan subsidi dari APBN juga ada belum dibayar, malah menargetkan EBT 23 persen, jangan gagah-gagahan lah," ujarnya.

Apalagi, kata Marwan, saat ini sudah terjadi kelebihan pasokan listrik sistem Jawa-Bali yang mencapai 60 persen dan sistem Sumatera 50 persen. Karena itu, ia mempertanyakan motif pembangunan EBT di tengah pandemi Covid-19 dan kelebihan pasokan tersebut.

"Kami melihatnya ini ada motif berbisnis. Ada kepentingan oligarki penguasa, yang nantinya malah membebani PLN, APBN, dan konsumen," kata Marwan.

IRESS tidak memungkiri transformasi menuju green economy dan EBT perlu digalakkan. Namun, menurut Marwan, hal tersebut tidak harus dilakukan tanpa memperhitungkan kondisi energi dan kelistrikan nasional yang saat ini sudah sangat berlebihan.

“Jangan paksakan, karena ada yang lebih penting dan biaya pokok bakal menjadi beban dan ditanggung negara. Kalau itu (EBT) tetap diterima maka pilihannya, biaya diberatkan ke masyarakat, atau jika tidak dinaikkan maka ditanggung oleh subsidi APBN," ujar Marwan.

Baca Juga: Cina Melemah di Peta Tambang Bitcoin Global, Kazakhstan Melonjak

Berita terkait

Koalisi Desak Perbankan Setop Investasi ke Energi Kotor dan Segera Beralih ke EBT

19 jam lalu

Koalisi Desak Perbankan Setop Investasi ke Energi Kotor dan Segera Beralih ke EBT

Koalisi organisasi masyarakat sipil mendesak agar kalangan perbankan berhenti memberikan dukungan pendanaan energi kotor seperti batu bara.

Baca Selengkapnya

Pekerja Perempuan 24 Persen, PLN Klaim Dukung Kesetaraan Gender

1 hari lalu

Pekerja Perempuan 24 Persen, PLN Klaim Dukung Kesetaraan Gender

PLN mengaku berkomitmen menerapkan perlindungan, pencegahan, dan penanganan pelecehan seksual bagi pekerja perempuan di lingkungan perusahaan.

Baca Selengkapnya

PLN Nyalakan Listrik Sektor Agrikultur Kabupaten Sragen, Sasar 499 Petani

5 hari lalu

PLN Nyalakan Listrik Sektor Agrikultur Kabupaten Sragen, Sasar 499 Petani

PLN Unit Induk Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta menyalakan listrik di sektor agrikultur wilayah Kabupaten Sragen.

Baca Selengkapnya

Program Electrifying Agriculture PLN, Mampu Tingkatkan Produktivitas Pertanian

5 hari lalu

Program Electrifying Agriculture PLN, Mampu Tingkatkan Produktivitas Pertanian

Program Electrifying Agriculture (EA) dari PT PLN (Persero), terus memberikan dampak positif bagi pertanian di Indonesia.

Baca Selengkapnya

PLN dan Huawei Bekerja Sama dalam Proyek JIC, Dukung Transformasi Energi

5 hari lalu

PLN dan Huawei Bekerja Sama dalam Proyek JIC, Dukung Transformasi Energi

PT PLN (Persero) dan PT Huawei Tech Investment berkolaborasi dalam Joint Innovation Center (JIC). Proyek itu untuk memperkuat transformasi digital.

Baca Selengkapnya

Kolaborasi PLN dan Huawei Kembangkan Joint Innovation Center

5 hari lalu

Kolaborasi PLN dan Huawei Kembangkan Joint Innovation Center

Kolaborasi Joint Innovation Center (JIC) dengan PT Huawei Tech Investment yang akan menjadi salah satu fondasi pengembangan teknologi ketenagalistrikan baru di bidang ICT.

Baca Selengkapnya

Kawasan Mandalika Terlistriki Energi Hijau, Beli REC dari PLN

8 hari lalu

Kawasan Mandalika Terlistriki Energi Hijau, Beli REC dari PLN

PLN NTB meneken Perjanjian Jual Beli Sertifikat Energi Terbarukan dengan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika.

Baca Selengkapnya

ITPLN Perpanjang Waktu Penerimaan Calon Mahasiswa

9 hari lalu

ITPLN Perpanjang Waktu Penerimaan Calon Mahasiswa

Institut Teknologi PLN (ITPLN) mengumumkan perpanjangan masa penerimaan mahasiswa baru tahun akademik 2024/2025 hingga 29 April 2024.

Baca Selengkapnya

PLN Pulihkan Pasokan Listrik Pascaerupsi Gunung Ruang

9 hari lalu

PLN Pulihkan Pasokan Listrik Pascaerupsi Gunung Ruang

PT PLN (Persero) berhasil memulihkan pasokan listrik Pulau Tagulandang yang terdampak erupsi Gunung Ruang di Kabupaten Sitaro Sulawesi Utara

Baca Selengkapnya

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

9 hari lalu

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.

Baca Selengkapnya