Utang Pemerintah Naik jadi Rp 6.625 Triliun, Rasionya terhadap PDB 40,85 Persen

Selasa, 28 September 2021 10:34 WIB

Gedung Kementerian Keuangan atau Kemenkeu. Dok TEMPO

TEMPO.CO, Jakarta - Hingga Agustus 2021, utang pemerintah mencapai Rp 6.625,43 triliun dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto atau PDB sebesar 40,85 persen. Nilai utang itu naik ketimbang posisi Juli 2021 sebesar Rp 6.570,17 triliun.

“Posisi utang pemerintah pusat mengalami kenaikan sebesar Rp 55,27 triliun apabila dibandingkan posisi utang akhir Juli 2021,” tulis Kementerian Keuangan dalam Laporan APBN Kita September 2021 yang dikutip, Selasa, 28 September 2021.

Dalam laporan itu dijelaskan bahwa kenaikan utang Indonesia terutama karena bertambahnya utang yang diterbitkan berupa Surat Berharga Negara (SBN) domestik sebesar Rp 80,1 triliun. Sementara utang SBN dalam valuta asing berkurang sebesar Rp 15,42 triliun. Begitu juga pinjaman yang turun Rp 9,41 triliun.

Dari total utang Rp 6.625,43 triliun itu, mayoritas sebesar 87,43 persen di antaranya berasal dari SBN senilai Rp 5.702,49 triliun dan pinjaman Rp 833,04 triliun. Dari SBN terbagi menjadi domestik dan valas masing-masing sebesar RP 4.517,71 triliun dan Rp 1.274,68 triliun. Sedangkan total pinjaman sebesar Rp 833,04 triliun itu terdiri dari pinjaman dalam dan luar negeri masing-masing sebesar Rp 12,64 triliun dan Rp 820,4 triliun.

Pemerintah, tulis Kemenkeu, terus menjaga pengelolaan utang dengan hati-hati, terukur dan fleksibel di masa pandemi ini, di antaranya dengan menjaga agar komposisi utang SBN domestik lebih besar daripada utang dalam bentuk valas. Hal ini dengan pertimbangan bahwa pemulihan ekonomi nasional hingga kini masih berlangsung.

Advertising
Advertising

Soal kenaikan utang ini, tulis Kemenkeu, sejatinya dialami semua negara terutama negara berkembang. Pasalnya, ada kenaikan belanja terutama untuk sektor kesehatan seperti penyediaan vaksin, infrastruktur kesehatan dan hal lain yang terkait dengan kesehatan serta perlindungan sosial bagi masyarakat.

Selain itu, terus dilakukan koordinasi yang solid antara otoritas fiskal dan otoritas moneter dalam pengelolaan utang tersebut. Hal ini terlihat saat Bank Indonesia berinisiatif untuk berbagi beban dengan pemerintah untuk mendukung sektor kesehatan dan kemanusiaan akibat dampak Covid-19.

<!--more-->

Di sisi pinjaman luar negeri, tulis Kemenkeu, pemerintah memanfaatkan pinjaman luar negeri yang biayanya lebih efisien, konversi pinjaman ke pinjaman dengan biaya murah dan risiko yang rendah. "Serta melakukan debt swap, yaitu membayar utang dengan cara menukarnya menjadi program pembangunan tertentu yang menjadi perhatian negara donor."

Pemerintah menegaskan bahwa saat ini tengah berfokus pada sektor kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Namun begitu, kelanjutan pembangunan infrastruktur tetap menjadi perhatian karena infrastruktur Indonesia masih relatif tertinggal dari Negara lain.

Agar tak terlalu membebani APBN, maka pemerintah terus mengupayakan berbagai alternatif pembiayaan kreatif dan inovatif melalui skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta blended financing. Namun begitu, pemerintah tetap memantau berbagai faktor risiko yang perlu diwaspadai.

Sejumlah faktor risiko tersebut mulai dari akses dan kecepatan vaksinasi yang belum merata hingga pengendalian pandemi dan pemulihan ekonomi menjadi tidak seragam, munculnya virus Corona varian Delta dan masih fluktuatifnya kasus Covid-19 yang berkorelasi kuat terhadap perkembangan ekonomi yang masih terus bergejolak.

Selain itu ada kebijakan normalisasi moneter negara maju juga menjadi perhatian market secara global, termasuk beberapa isu lainnya antara lain kenaikan suku bunga di tengah peningkatan inflasi, risiko rencana kenaikan debt ceiling di AS, risiko stabilitas sektor keuangan Cina akibat isu gagal bayar perusahaan real estate terbesar kedua di Cina, Evergrande.

Adapun hingga Agustus 2021, Kemenkeu mencatat penerimaan pajak negara telah mencapai Rp 741,3 triliun. Di sisi lain, pemerintah mencatat total belanja mencapai Rp 1.560,8 triliun. Defisit APBN pada Agustus 2021 pun tercatat mencapai Rp 383,2 triliun, atau setara dengan 2,32 persen dari PDB Indonesia.

Dalam penjelasannya, Kemenkeu menyebutkan, tambahan alokasi belanja vaksin, penambahan fasilitas kesehatan dan dukungan sosial berasal dari penggunaan cadangan serta refocusing dan realokasi belanja kementerian. "Sehingga pemerintah tidak memperlebar defisit. Bahkan defisit nominal direncanakan berada di bawah target APBN."

<!--more-->

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet berpendapat, selain rasio utang, yang perlu diperhatikan adalah kenaikan belanja bunga utang pada pos belanja pemerintah pusat dalam 5 tahun terakhir.

Pada 2014, proporsi belanja bunga utang mencapai 11 persen terhadap total belanja pemerintah pusat dan naik jadi 19 persen pada akhir 2020. Hal tersebut dikhawatirkan dapat menekan belanja produktif pemerintah.

“Dalam kondisi tertentu tentu hal ini berpotensi menekan ruang belanja pemerintah yang lain yang sifatnya lebih produktif seperti misalnya belanja modal ataupun belanja subsidi,” tutur Yusuf ketika dihubungi.

Pemerintah selama ini bisa mengelola rata-rata jatuh tempo utang dan risiko volatilitas dari penerbitan utang valas di level yang terjaga, namun ketidakpastian dalam perekonomian masih cukup tinggi, termasuk setelah pandemi.

“Misalnya, apakah ATM (Average Time To Maturity) bisa dijaga di level akomodatif ketika burden sharing dengan BI sudah selesai?" kata Yusuf. Apalagi beberapa kali masuknya BI ke dalam tenor jangka menengah-panjang surat utang pemerintah menjaga level ATM di kisaran 8,6 tahun.

Ditambah lagi, kata dia, risiko tapering off dan kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed berpotensi mengerek imbal hasil surat utang yang diterbitkan pemerintah. “Risiko ini umumnya diartikan sebagai risiko bagi investor dan umumnya bisa berarti kenaikan imbal hasil bagi surat utang negara berkembang termasuk Indonesia,” ucap Yusuf.

BISNIS

#cucitangan #pakaimasker #jagajarak

Baca: Sekolah Tatap Muka Dimulai, Luhut: Ngeri Kalau Generasi Mendatang Tidak Berpendidikan

Berita terkait

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

2 jam lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

16 jam lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

1 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

1 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

1 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

2 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

3 hari lalu

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

Isy Karim mengatakan Kemendag akan memperjuangkan utang selisih harga minyak goreng yang tersendat sejak awal 2022.

Baca Selengkapnya

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

3 hari lalu

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

Sri Mulyani menilai kinerja APBN triwulan I ini masih cukup baik.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

3 hari lalu

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan masih ada Rp 12,3 triliun anggaran Pemilu 2024 yang belum terbelanjakan.

Baca Selengkapnya

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

3 hari lalu

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.

Baca Selengkapnya