TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif LBH Konsumen Jakarta Zentoni meminta Presiden Joko Widodo alias Jokowi tidak terburu-buru menyetujui moratorium PKPU dan kepailitan yang diajukan oleh pengusaha. Dia khawatir moratorium ini ditunggangi kepentingan debitur yang tidak memiliki iktikad baik.
"Ini demi perlindungan hak-hak konsumen Indonesia," ujar Zentoni dalam keterangannya, Rabu, 8 September 2021.
Dalam Undang-undang Dasar 1945, kata Zentoni, termaktub klausul bahwa konsumen memiliki hal untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Dia menyatakan LBH Konsumen menolak permohonan penangguhan PKPU dan kepailitan lantaran tidak membawa keadilan bagi konsumen dan hanya menguntungkan pihak pengusaha.
Zentoni menduga moratorium ini bisa dijadikan alasan para debitur untuk menghindari kewajiban pembayaran utang di masa pandemi virus corona. Dia pun menilai Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU saat ini masih relevan dan tidak perlu direvisi.
Sebab, sudah adanya kesetaraan dalam beleid tersebut, baik dari sisi pengusaha sebagai debitur maupun dari sisi konsumen sebagai kreditur. Kedua pihak dalam undang-undang telah sama-sama mempunyai hak untuk mengajukan PKPU dan kepailitan ke Pengadilan Niaga.
"Dan lagi pula tidak semua permohonan kepailitan dan PKPU dikabulkan oleh Pengadilan Niaga," ucap Zentoni.
<!--more-->
Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo sebelumnya mendesak pemerintah segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perpu tentang PKPU dan kepailitan. Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan pengajuan PKPU kini sudah tidak lagi bermaksud menyehatkan perusahaan, namun menyebabkan korporasi pailit.
“Pengajuan PKPU ini sudah pada taraf berujung kepailitan. Padahal maksud dan tujuan PKPU ini untuk memberikan hak kepada debitur yang mengalami kesulitan untuk dapat meminta penundaan kewajiban pembayaran utang dalam rangka penyehatan perusahaan,” ujar Hariyadi.
Hariyadi menjelaskan, selama pandemi Covid-19, banyak perusahaan mengalami tekanan keungan atau cashflow. Di tengah kesulitan yang dialami, perusahaan kerap mendapatkan masalah tambahan karena diputus pailit akibat tidak bisa membayar utang-utangnya.
Pada periode 2020-2021, Apindo mencatat ada 1.298 kasus PKPU dan kepailitan. Dipailitkannya perusahaan disebut-sebut menyebabkan jumlah pengangguran meningkat dan upaya pemulihan ekonomi tersendat.
Selain meminta adanya penerbitan perpu moratorium, Apindo mendesak pemerintah segera mengajukan Revisi Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Apindo melihat banyak klausul di dalamnya yang tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Misalnya dalam mengukur kemampuan perusahaan beroperasi dan menentukan entitas tersebut insolven atau tidak, perlu dilakukan tes insolvensi. Sedangkan dalam kaitannya dengan PKPU, dia menyebut tidak ada tahap tes insolvensi itu.
Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia
2 hari lalu
Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia
Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.
Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengusaha Minta Pemerintah Perluas Pemberian Insentif
5 hari lalu
Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengusaha Minta Pemerintah Perluas Pemberian Insentif
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Shinta Kamdani menilai melemahnya nilai tukar rupiah berdampak pada penurunan confidence ekspansi usaha di sektor manufaktur nasional.