TEMPO.CO, Jakarta - Beredar sebuah dokumen penanganan hak tagih negara dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI. Dokumen tertanggal 15 April 2021 itu salah satunya memuat daftar obligor atau debitur dana BLBI yang masuk ke dalam prioritas penanganan Satgas BLBI.
"Prioritas penanganan berdasarkan tingkat penagihan, adanya jaminan, dan prakiraan kemampuan membayar," dinukil dari dokumen tersebut, Rabu, 8 September 2021.
Tujuh obligor yang masuk ke dalam daftar prioritas penanganan tersebut antara lain Trijono Gondokusumo dari Bank Putra Surya Perkasa. Dia tercatat memiliki utang Rp 4,89 triliun. Dasar utang tersebut adalah akta pengakuan utang atau APU. Berdasarkan keterangan di dokumen tersebut, telah ada jaminan atas utang Trijono, namun tidak cukup.
Berikutnya adalah Kaharudin Ongko dari Bank Umum Nasional. Kaharudin tercatat memiliki utang Rp 7,83 triliun. Dasar utang tersebut adalah Master of Refinancing and Notes Issuance Agreement atau MRNIA.
Kaharudin juga tercatat telah menyerahkan jaminan, namun tidak cukup. Satgas telah meminta dia untuk menghadap ke Kantor Kementerian Keuangan, Selasa, 7 September 2021. Namun, berdasarkan pantauan Tempo, tak ada tanda kehadiran Kaharudin hingga Selasa malam.
Obligor lain yang masuk daftar prioritas adalah Sjamsul Nursalim dari Bank Dewa Rutji. Sjamsul tercatat memiliki utang kepada negara sebesar Rp 470,66 miliar. Dasar utang tersebut dalah Laporan Keuangan Bank dan LHP BPK. Hingga saat ini, tidak ada jaminan yang dikuasai negara atas utang Sjamsul. Namun, diperkirakan Sjamjul mampu melunasi utang tersebut.
Pada awal tahun ini, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Perkara (SP3) terhadap Sjamsul Nursalim dan istri-nya Itjih Nursalim. SP3 tersebut adalah SP3 pertama sepanjang berdirinya institusi penegak hukum tersebut, dan mendapat landasan hukum berdasarkan Undang-undang No. 19 tahun 2019 tentang Revisi UU KPK.