4 Perkembangan Proyek Kereta Cepat: Belum Setor Modal hingga Audit Investigatif
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 3 September 2021 07:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung kembali mengundang diskusi hangat sejumlah pihak. Pasalnya, hingga saat ini, proyek yang digarap oleh konsorsium Indonesia dan Cina masih memiliki sejumlah persoalan, khususnya soal pembiayaan.
Proyek yang ditargetkan bisa rampung pada akhir 2022 itu kini menghadapi masalah pembengkakan biaya atau cost overrun yang diestimasikan mencapai US$ 1,9 miliar, dari besar anggaran awal sebesar US$ 6,07 miliar.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai salah satu perusahaan yang masuk ke dalam konsorsium Indonesia dalam proyek itu pun mengusulkan adanya suntikan Penyertaan Modal Negara sebesar Rp 4,1 triliun pada 2022 guna mendanai melarnya biaya proyek tersebut.
Berikut ini adalah sejumlah fakta yang Tempo himpun mengenai perkembangan terkini proyek kereta cepat tersebut.
1. Besaran terbaru cost overrun
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT KAI, Salusra Wijaya, mengatakan estimasi biaya proyek bisa ditekan menjadi US$ 8 miliar. Sehingga, kalau dikurangi dengan budget awal US$ 6,07 miliar, maka tambahan cost overrun menjadi US$ 1,9 miliar atau sebesar Rp 27,17 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.300 per dolar AS.
Salusra mengatakan anggaran awal proyek sepur kilat itu sebenarnya adalah US$ 6,07 miliar. Rinciannya, sekitar US$ 4,8 miliar adalah biaya konstruksi atau EPC. Sementara itu, US$ 1,3 miliar adalah biaya non-EPC.
Setelah dihitung pada November 2020, biaya tersebut ternyata melar menjadi US$ 8,6 miliar. Selanjutnya, berdasarkan kajian yang melibatkan konsultan, biaya proyek itu kembali naik lantaran adanya perubahan biaya dan harga, serta adanya penundaan lantaran pembebasan lahan.
"Perkiraan dari konsultan PSBI berada di dalam skenario low and high. Skenario rendah di US$ 9,9 miliar dan tinggi di US$ 11 miliar," ujar Salusra. Artinya, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar US$ 3,8 miliar hingga US$ 4,9 miliar. Salusra mengatakan manajemen anyar KCIC yang dibantu konsultan lantas melakukan efisiensi sehingga bisa menekan pembengkakan biaya tersebut, sehingga cost overrun menjadi US$ 1,9 miliar.
<!--more-->
2. Belum setor modal awal
Salusra Wijaya mengatakan konsorsium Indonesia masih belum menyetor modal awal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung senilai Rp 4,3 triliun. "Setoran modal itu belum kita penuhi. Itu basic sekali, belum kita setor lagi, Rp 4,3 triliun belum kita lakukan," ujar Salusra dalam rapat bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 1 September 2021.
Secara hukum, kata Salusra, semestinya pihak Indonesia sudah terkena event of default lantaran itu masuk ke dalam pemenuhan modal dasar. Untuk itu, ia mengatakan konsorsium Indonesia pun sudah mengajukan penundaan setoran modal dasar dari Desember 2020 ke Mei 2021. "Ini sudah kita ajukan dan belum ada jawaban dari pihak Cina bahwa disetujui penundaan setoran modal ini," ujar dia.
3. Upaya negosiasi dan restrukturisasi
Salusra Wijaya mengatakan Manajemen KCIC terus melakukan review dan negosiasi dengan konsorsium kontraktor kereta cepat untuk menekan estimasi pembengkakan biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Selain itu, Salusra mengatakan efisiensi juga terus dilakukan, dibarengi dengan upaya restrukturisasi fisik proyek. Restrukturisasi juga dibicarakan dengan China Development Bank selaku kreditur 75 persen biaya proyek tersebut.
Namun, ia berujar rencana restrukturisasi dengan kreditur itu berjalan alot. "Restructuring dengan kreditur dari CDB juga terus dilakukan. Itu sangat tough karena persyaratan utama dari kami, setoran modal itu belum kita penuhi," ujar dia.
4. Audit investigatif
Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI Didiek Hartantyo sepakat dengan usulan sejumlah anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan audit investigatif terhadap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
"Kami sepakat dan sekarang dalam tahap pembahasan kami dengan kementerian keuangan dan kementerian BUMN jadi memang kita perlu suatu cut off, Bagaimana pertanggungjawaban dari awal sampai dengan saat ini," ujar Didiek dalam rapat di Kompleks Parlemen, Rabu, 1 September 2021.
Didiek mengatakan proyek sepur kilat tersebut perlu dukungan besar dari pemerintah. Sebab, proyek itu dikerjakan antara dua negara. Karena itu, ia pun memastikan akan menyelesaikan persoalan di proyek tersebut.
Menurut Didiek, pemerintah juga telah berpesan agar koreksi dan restrukturisasi harus bersifat end-to-end. "Kita selesaikan semua permasalahan, kita ungkap semuanya untuk kebaikan negara ini," kata dia.
Baca: Kepala Bappenas Ungkap Strategi Ekonomi RI Agar Tak Disalip Filipina dan Vietnam