Sri Mulyani: RI Membutuhkan Rp 4.520 T untuk Penurunan Emisi GRK di 2030

Rabu, 28 Juli 2021 09:35 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 10 Juni 2021. Rapat tersebut membahas pagu indikatif Kementerian Keuangan dalam RAPBN 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Indonesia membutuhkan Rp4.520 triliun untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) di 2030. Angka tersebut berdasarkan estimasi kontribusi yang ditentukan secara nasional (nationally determined contribution/NDC) yang telah diperbarui.

"Tahun 2018 sudah diestimasi Rp3.641 triliun. Dan diupdate lagi dengan peta jalan NDC, angkanya naik menjadi Rp4.520 triliun untuk mencapai target itu. Itu angka yang besar," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam gelaran virtual Indonesia Green Summit 2021 yang diakses di Jakarta, Selasa 27 Juli 2021.

APBN sebagai salah satu instrumen selama ini sudah mengembangkan budget tagging. Artinya, ia mengatakan anggaran tersebut secara transparan sudah menjelaskan berapa porsi belanja Indonesia untuk pengendalian perubahan iklim, yang selama ini adalah 4,1 persen.

"Di 2018 sampai 2020 mencapai Rp102,6 triliun atau 4,3 persen dari total budget kita. Itu hanya 34 persen dari kebutuhan dana per tahunnya," ujar Sri Mulyani.

Artinya, ia mengatakan, untuk mencapai komitmen NDC yang diamanatkan Paris Agreement secara nasional tidak bisa hanya pemerintah yang mendanai namun seluruh korporasi dan masyarakat harus jadi keseluruhan ekosistem. "Dan di level global kita juga memperjuangkan itu," katanya.

Sri Mulyani menjelaskan konsistensi pemerintah untuk mencapai target NDC tersebut tentu dijaga dengan menjaga kebijakan besarnya.

Advertising
Advertising

"Kalau policy besarnya gambarannya kita mau menurunkan emisi CO2 bahkan mencapai net zero emission, maka kita menggunakan instrumen fiskalnya atau tax holiday, tax allowance, PPN, kemarin PPnBM kita keluarkan PP 24 Tahun 2021 yang merefleksikan kalau mobil atau otomotif yang memiliki emisi lebih besar maka PPnBM-nya lebih tinggi," ujar dia.

<!--more-->

Ia mengatakan itu merupakan instrumen yang nilainya bukan berdasarkan belanja, tapi berdasarkan untuk mengubah insentif agar semua pihak termasuk korporasi dan masyarakat tidak hanya sadar tapi juga mau mengadopsi komitmen iklim dalam keputusan investasi dan konsumsinya.

"Nah untuk itu tentu kita harus terus diversify berbagai instrumen yang kita miliki agar swasta bisa ikut serta. Karena tadi saya sebut, ada 32 persen yang didanai APBN langsung, maka kita coba attrack lebih banyak private sector," katanya.

Sri Mulyani mengatakan di dalam negeri yang coba dilakukan adalah memberikan insentif atau blended finance, yaitu Kerja Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

"Kita membuat jaminan, kita ikut mendanai projek supaya dia viable secara finansial dan kita memberinya insentif sehingga uang private bisa masuk," katanya.

Sementara di level global, ia mengatakan ada beberapa "ladang peperangan" yang dilakukan. Pertama, tentu dari sisi Indonesia untuk mendanai komitmen mendanai projek yang bersifat hijau, transformasi ke energi baru terbarukan (EBT), yang semuanya membutuhkan dana.

"Dan kita men-diversified dengan meng-issued green bond. Kita punya green sukuk bond sejak 2018. Indonesia termasuk dari sedikit negara di dunia, hanya 18 negara saja yang issued green bond dan kita secara cukup ajek dari 2018 waktu itu issued 1,25 miliar dolar AS, 2019 (keluarkan) 750 juta dolar AS, 2020 (keluarkan) 750 juta dolar AS, dan 2021 kemarin kita issued 750 juta dolar AS," ujar Sri Mulyani.

Bedanya, menurut Sri Mulyani, efek bersifat utang berwawasan lingkungan itu dikeluarkan untuk jangka waktu 30 tahun, sementara sebelumnya bertenor lima tahun.

Berita terkait

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

6 jam lalu

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

Direktorat Jenderal Bea dan Cuka (Bea Cukai) mendapat kritik dari masyarakat perihal sejumlah kasus viral.

Baca Selengkapnya

Minta Perbaikan Kinerja, Pernyataan Lengkap Sri Mulyani tentang Alat Belajar SLB Dipajaki Bea Cukai

11 jam lalu

Minta Perbaikan Kinerja, Pernyataan Lengkap Sri Mulyani tentang Alat Belajar SLB Dipajaki Bea Cukai

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati tanggapi kasus penahanan hibah alat belajar SLB oleh Bea Cukai.

Baca Selengkapnya

Beberapa Kasus Terkait Bea Cukai yang Menghebohkan Publik

13 jam lalu

Beberapa Kasus Terkait Bea Cukai yang Menghebohkan Publik

Bea cukai sedang disorot masyarakat. Ini beberapa kasus yang membuat heboh

Baca Selengkapnya

Rangkuman Poin Kehadiran Sri Mulyani di Forum IMF-World Bank

23 jam lalu

Rangkuman Poin Kehadiran Sri Mulyani di Forum IMF-World Bank

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan terdapat tiga hal utama dari pertemuan tersebut, yaitu outlook dan risiko ekonomi global.

Baca Selengkapnya

Viral Berbagai Kasus Denda Bea Masuk Barang Impor, Sri Mulyani Instruksikan Ini ke Bos Bea Cukai

1 hari lalu

Viral Berbagai Kasus Denda Bea Masuk Barang Impor, Sri Mulyani Instruksikan Ini ke Bos Bea Cukai

Sri Mulyani merespons soal berbagai kasus pengenaan denda bea masuk barang impor yang bernilai jumbo dan ramai diperbincangkan belakangan ini.

Baca Selengkapnya

Pertamina International Shipping Catat Penurunan Emisi Karbon 25.445 Ton

2 hari lalu

Pertamina International Shipping Catat Penurunan Emisi Karbon 25.445 Ton

PT Pertamina International Shipping mencatat data dekarbonisasi PIS turun signifikan setiap tahun.

Baca Selengkapnya

Bertubi-tubi Penghargaan untuk Bobby Nasution, Terakhir Menantu Jokowi Raih Satyalancana dan Tokoh Nasional

3 hari lalu

Bertubi-tubi Penghargaan untuk Bobby Nasution, Terakhir Menantu Jokowi Raih Satyalancana dan Tokoh Nasional

Wali Kota Medan Bobby Nasution boleh dibilang banjir penghargaan. Menantu Jokowi ini dapat penghargaan Satyalancana baru-baru ini.

Baca Selengkapnya

Masih Loyo, Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Level Rp 16.210 per Dolar AS

3 hari lalu

Masih Loyo, Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Level Rp 16.210 per Dolar AS

Pada perdagangan Kamis, kurs rupiah ditutup melemah pada level Rp 16.187 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

3 hari lalu

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

Sri Mulyani menilai kinerja APBN triwulan I ini masih cukup baik.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

3 hari lalu

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan masih ada Rp 12,3 triliun anggaran Pemilu 2024 yang belum terbelanjakan.

Baca Selengkapnya