Pengusaha Minta Kenaikan Tarif Dasar Listrik Ditunda Menjelang PPKM Darurat
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 30 Juni 2021 12:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Sejumlah pengusaha menolak penyesuaian tarif dasar listrik atau TDL bagi sektor industri menjelang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan pengusaha akan mengalami tekanan berat karena berkurangnya jam operasional untuk beberapa sektor bisnis.
“Dalam kondisi ini, kita minta (tarif dasar listrik) dikurangi atau dibantu. Tapi ini malah ada yang naik. Itu kan pasti memberatkan,” ujar Budihardjo saat dihubungi Tempo, Rabu, 30 Juni 2021.
Pemerintah membuka peluang untuk memberlakukan TDL baru per 1 Juli 2021. TDL disesuaikan dengan harga minyak dunia, nilai tukar, dan inflasi. Dengan penyesuaian tersebut, tarif listrik pada kuartal III diperkirakan naik.
Budihardjo meminta pemerintah segera meninjau langkah penyesuaian TDL dan memperpanjang stimulus listrik bagi pelaku usaha. Bantuan ini bisa berbentuk diskon tarif listrik seperti yang telah diberikan sebelumnya atau bantuan langsung tunai ke perusahaan-perusahaan. Sejumlah negara, kata Budihardjo, sudah memberikan bantuan langsung kepada perusahaan untuk menopang biaya operasional.
“Kalau tidak (diberi bantuan), perusahaan kolaps. Sekarang saja sudah kolaps,” ujar Budihardjo. Selama PPKM darurat, Budihardjo memperkirakan pengusaha, khususnya penyewa tempat usaha, akan kesulitan membayar beban operasional karena berkurangnya kinerja perusahaan.
Penyesuaian TDL seiring dengan langkah pemerintah memberhentikan keringanan tagihan listrik per akhir Juni 2021. Stimulus listrik ini digelontorkan sejak 2020 dan sempat berlanjut hingga Maret 2021 serta diperpanjang lagi sampai Juni 2021. Saat stimulus dicabut, tarif listrik akan kembali mengikuti kondisi keekonomian.
<!--more-->
Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan perubahan kebijakan yang berkaitan dengan listrik berpotensi menambah biaya produksi dan akan memberikan tambahan beban bagi keberlangsungan industri makanan dan minuman. Ia meminta pemerintah bijaksana dalam memutuskan kebijakan.
“Selama ini, biaya listrik bagi Industri di Indonesia terutama bagi industri makanan dan minuman berkontribusi sekitar 3 persen dari harga pokok produksi. Bila PLN berencana untuk menaikkan 20 persen, biaya produksi untuk Industri Makanan dan Minuman akan naik sekitar 0,6 persen,” kata Adhi.
Adhi menjelaskan, produk makanan minuman sangat sensitif terhadap harga. Jika harga-harga naik setelah tarif listrik berubah, rantai pasok keseluruhan akan ikut terimbas.
BACA: Menjelang PPKM Darurat, Kemenhub Siapkan Aturan Pengetatan Perjalanan Penumpang
FRANCISCA CHRISTY ROSANA