Melongok Lebih Jauh Penyebab Laba Bersih Pertamina Jeblok 58 Persen jadi Rp 15 T
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 15 Juni 2021 16:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mencatat penurunan laba bersih cukup besar sepanjang tahun 2020.
Laporan keuangan yang dipublikasikan menunjukkan bahwa pada pada tahun lalu laba bersih perusahaan migas pelat merah itu sebesar US$ 1,05 miliar atau Rp 15,3 triliun (asumsi kurs 14.572 per dolar AS). Angka tersebut jeblok hingga 58,4 persen ketimbang tahun 2019 saat laba bersih Pertamina mencapai US$ 2,35 miliar atau Rp 35,8 triliun.
Pjs Senior Vice President Corporate Communication & Investor Relations Pertamina, Fajriyah Usman, menyatakan kemampuan perusahaan tetap bisa membukukan laba bersih saat pandemi kian mendorong upaya menjadi perusahaan energi global di masa depan dengan nilai perusahaan mencapai US$ 100 miliar.
Lalu apa saja yang membuat laporan keuangan BUMN migas merah pada tahun lalu?
Salah satu yang mempengaruhi laporan keuangan Pertamina adalah penjualan di sektor hulu migas selama tahun 2020 lebih seret ketimbang tahun sebelumnya. Tahun lalu, penjualan minyak bumi di dalam negeri mencapai US$ 569,45 juta, atau turun 28,22 persen bila dibandingkan dengan penjualan pada 2019 senilai US$ 793,37 juta.
Begitu juga dengan penjualan gas alam Pertamina. Sepanjang tahun 2020, penjualan gas tercatat senilai US$2,26 miliar atau lebih rendah 17,81 persen jika dibandingkan dengan tahun 2019 yang sebesar US$2,75 miliar.
Adapun realisasi ekspor minyak bumi Pertamina pada 2020 sebesar US$ 613,6 juta. Angka itu turun 28,67 persen ketimbang tahun sebelumnya US$ 860,32 juta.
<!--more-->
Penjualan gas alam ke luar negeri juga turun sepanjang tahun 2020. Realisasi nilai ekspor gas alam tahun lalu sebesar US$ 604,54 juta atau turun 17,68 persen dibandingkan dengan 2019 US$734,4 juta.
"Pada sektor hulu, sampai akhir 2020, Pertamina telah memproduksi minyak dan gas secara total sebesar 862,7 mboepd, masing-masing produksi minyak mentah 408,4 mbopd dan produksi gas bumi sebesar 2.634,2 MMscfd," ujar Fajriyah.
Tak hanya itu, Pertamina juga membukukan penurunan penjualan seluruh jenis bahan bakar minyak sepanjang tahun lalu. Nilai penjualan BBM untuk jenis Pertamax, Pertamax Plus, Pertalite, dan Pertadex pada tahun 2020 tercatat sebesar US$ 10,06 miliar. Angka tersebut lebih rendah 10 persen daripada pencapaian pada 2019 sebesar US$ 11,27 miliar.
Khusus untuk penjualan BBM jenis Premium jeblok hingga 35,03 persen dengan realisasi US$3,19 miliar dibandingkan dengan penjualan pada 2019 US$ 4,91 miliar. Sementara penjualan BBM untuk jenis solar turun 23,69 persen menjadi US$ 8,02 persen pada 2020 dibandingkan dengan realisasi penjualan pada 2019 senilai US$ 10,51 miliar.
Namun penurunan penjualan BBM terbesar Pertamina terjadi pada jenis avtur dan Avigas. Jjika pada 2019, Pertamina bisa menjual Avtur dan Avigas sebesar US$ 3,4 miliar, angkanya turun drastis menjadi US$ 1,32 miliar pada tahun 2020 lalu.
Fajriyah menjelaskan, secara keseluruhan penjualan konsolidasian perusahaan yang terdiri atas BBM, avtur, LPG, dan petrokimia sebesar 82,81 juta kiloliter pada tahun 2020. Sementara untuk BBM PSO (minyak tanah, solar dan biosolar) serta premium, realisasi penjualan 2020 sebesar 22,87 juta kl, sedangkan untuk BBM non-PSO dan produk non-BBM pada 2020 tercatat penjualan sebesar 47,21 juta kl.
<!--more-->
Sedangkan untuk penyaluran volume LPG PSO pada tahun 2020 tercatat sebesar 7,16 juta ton. Realisasi niaga gas pada tahun 2020 sebesar 303.078,3 BBtu sedangkan realisasi transportasi gas pada tahun 2020 sebesar 459.512,0 MMscf.
Pada tahun lalu, Pertamina mencatat volume impor minyak mentah sebesar 76,7 juta barel atau turun 12 persen ketimbang tahun 2019. Adapun volume impor produk juga turun 19 persen menjadi 98,2 juta barel pada 2020. Pertamina tetap konsisten tidak melakukan impor BBM jenis solar dan avtur sejak pertengahan 2019.
Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan perusahaan pelat merah itu masih akan melakukan efisiensi pada tahun ini. Salah satunya ialah dengan meniadakan fasilitas kartu kredit bagi dewan direksi, komisaris, senior vice president, hingga pejabat level manajer di perseroan.
“Dalam RUPS kemarin sudah disampaikan tentang peniadaan fasilitas kartu kredit bagi dewan direksi, dewan komisaris, sampai manager, senior vice president dan lain-lain yang selama ini ada fasilitas tersebut,” ujar Ahok kepada Tempo, Selasa, 15 Juni 2021.
Ahok menjelaskan kebijakan tersebut tidak hanya berlaku di induk perusahaan, tapi juga di seluruh grup. Artinya, para pejabat di anak usaha atau subhloding Pertamina juga tidak akan lagi merasakan fasilitas kartu kredit tersebut.
Sebagai gantinya, tagihan atas kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh petinggi Pertamina, seperti untuk jamuan tamu, harus langsung diajukan kepada perusahaan. Selain itu, pemesanan tiket penerbangan, hotel, dan akomodasi maupun transportasi lainnya juga mesti dilakukan atas nama perusahaan.
BISNIS | FRANCISCA CHRISTY
Baca: Ahok: Fasilitas Kartu Kredit Direksi, Komisaris, hingga Manajer Pertamina Akan Dihapus