Eksklusif: Bos Garuda Buka-bukaan Soal Dana Talangan Rp 7,5 Triliun Belum Cair
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 7 Juni 2021 06:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. masih menunggu pencairan dana talangan senilai Rp 7,5 triliun dalam bentuk mandatory convertible bond atau MCB yang belum terealisasi dari total perjanjian sebesar Rp 8,5 triliun. Perjanjian obligasi wajib konversi (OWK) itu pada akhir tahun lalu ditandatangani oleh Garuda Indonesia bersama PT Sarana Multi Infrastruktur selaku pelaksana investasi dari Kementerian Keuangan.
Ditemui Tempo di kompleks Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan realisasi dana talangan terganjal oleh key performance indicator atau KPI yang tidak dapat dipenuhi perseroan sepanjang kuartal I tahun 2021. Dalam perjanjian OWK, pencairan dana talangan seharusnya diikuti dengan perbaikan kinerja perusahaan.
Irfan mengatakan target itu sulit dipenuhi karena pada awal tahun, kinerja Garuda terpengaruh oleh menurunnya jumlah penumpang karena berbagai kondisi. “Januari tanpa kami perkirakan, (kinerja perusahaan) jeblok habis. Itu karena ada aturan baru tentang (Swab) Antigen, PSBB diperketat, dan memang low season, ditambah larangan mudik,” kata Irfan, Jumat, 4 Juni 2021.
Padahal, Garuda telah mematok perbaikan kinerja mencapai 50 persen dari total pencapaian perseroan setahun penuh pada 2019. Di sisi lain KPI dalam perjanjian itu pun masih mengacu pada kondisi akhir 2020, yang saat itu pemerintah dan Garuda optimistis kondisi maskapai penerbangan pelat merah bisa membaik pada paruh pertama 2021 karena ada tren peningkatan jumlah penumpang.
Sebagai solusi, Irfan menjelaskan isi perjanjian OWK sedang direvisi oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. “Kami akan merasa sangat terbantu apabila pemegang saham bisa (mencairkan MCB),” katanya.
Berikut cuplikan wawancara Tempo dengan Irfan ihwal penerbitan dana talangan.
Dana talangan untuk Garuda telah turun Rp 1 triliun pada awal tahun. Untuk apa dana itu?
Hanya untuk membayar Pertamina, Angkasa Pura I, dan Angkasa Pura II. (Dana itu) Tidak untuk bayar utang. Ini murni untuk current kan kita operasi setiap bulan, itu harus dibayar. Dan itu sudah habis. Tidak ada untuk bayar utang.
Menurut informasi, dana MCB juga untuk membayar gaji pilot?
Anda dengar dari mana? Soal GHA, saya tidak mengerti kok ada yang bocor-bocorin. Saya ini ketika masuk Garuda disodorin kontrak, ditulis di kontrak, gaji, mobil, biaya lainnya saya tanda tangan. Yang gaji saya juga tanda tangan sebagai yang mengajak. Jadi maksud saya, jangan zalim.
Serahkan sama saya yang begitu-begituan. Ini kan bukan persoalan angka. Ini persoalan hidup, ada orang berharap, ada orang pemimpi. Jangan Anda pikir antara teman-teman itu tidak sadar.
<!--more-->
Saya mesti manage financial, orang, waktu. Saya tidak mau (memberi) panggung buat orang. Ya silakan panggung itu. Kami dalam situasi memastikan kondisi (penerbangan Garuda) berlangsung.
Mengapa dana MCB Rp 7,5 triliun sisanya tidak kunjung turun?
Januari tanpa kita perkirakan, (kinerja perusahaan) jeblok habis. Itu karena ada aturan baru tentang (Swab) Antigen, PSBB diperketat dan memang low season, ditambah larangan mudik.
Kami juga tidak bisa menolak (kondisi itu). Tentu kami harus mendukung (pemerintah). Karena buat kami di Garuda, kalau masyarakat lebih cepat sehat, kami juga pasti lebih cepat recovey. Akibatnya, (kinerja perusahaan) tidak mencapai proyeksi persyaratan-persyaratan itu sehingga pencairan (dana Rp 7,5 triliun) tidak bisa kami eksekusi.
Ini seperti yang disampaikan Pak Tiko (Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo). Jadi kondisi hari ini, kami ada kesepakatan, namun tidak bisa dieksekusi. Padahal Garuda butuh. Itulah situasi yang kami hadapi. Kami tidak mau bilang siapa yang salah.
Garuda tidak melobi ke Kementerian Keuangan?
Ada compliance issue yang harus sama-sama dijaga. Saya tidak mau dalam posisi menggunakan situasi ini untuk mempersulit orang di masa mendatang. Tapi again, ada kesepakatan, ya sudah kami jalankan, kami structuring. Melihat kondisi itu, kami perlu melakukan lebih banyak lagi efisiensi. Salah satunya di sisi karyawan.
Kesepakatan dalam perjanjian OWK itu bukan Garuda yang kasih usulan?
Kesepakatan yang (membuat) ya lebih banyak yang memberi kesepakatan (perjanjian). Garuda ya sepakat saja. Namanya orang mau ngasih, ya kita terima. Tapi kita good fit lah. Saya selalu katakan ke teman-teman Garuda, ada banyak yang lebih penting yang butuh dana (pemerintah) dibanding kita. Karena duitnya kan terbatas, dan kita (BUMN) juga harus saling mengerti karena namanya beli vaksin ini kan duit gede.
Ada upaya merevisi KPI dalam perjanjian OWK?
(Saya yakin) Garuda akan melewati ini. Bukan cuma soal ke yang kita utangi, tapi operasi hariannya. Jangan kita sibuk terus, tapi pesawat enggak ada, pesawat kosong. Saya punya mimpi Garuda yang kuat, enggak sama dengan sekarang.
Kapan terakhir berbicara dengan Kementerian Keudangan dan Kementerian BUMN?
Kalau dengan Bu Menteri (Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati) sudah lama. Mungkin dia sebel dengan saya. Ha-ha-ha.
Garuda masih berharap dana talangan turun?
Kami dalam proses. Kami akan merasa sangat terbantu apabila pemegang saham bisa membantu (mencairkan MCB). Tapi membantu kan bisa banyak cara, dengan MCB lah, atau dengan mekanisme apa pun. Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN mengajak video conference terus. Bahkan malam Minggu.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | RETNO SULISTYAWATI | KHAIRUL ANAM | AISHA SHAIDRA
Baca: Terbang dengan Beban Berat, Begini Nasib Garuda Indonesia hingga AirAsia