Usai Sritex Resmi PKPU Sementara, Bagaimana Peluang Restrukturisasi Utang?
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 19 Mei 2021 09:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sementara yang disandang oleh PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex akan berakhir 45 hari sejak putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, yang dibacakan pada Kamis, 6 Mei 2021.
Saat ini emiten tekstil bersandi SRIL ini belum mampu memenuhi kewajiban pembayaran kupon dan utang jangka menengah. Atas dasar ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan perdagangan saham SRIL mulai kemarin, Selasa, 18 Mei 2021.
“Kami sampaikan bahwa pembayaran pokok dan bunga kepada pemegang MTN (Medium Term Note) melalui Pemegang Rekening yang seharusnya dilaksanakan pada tanggal 18 Mei ditunda,” seperti dikutip dari lampiran surat resmi KSEI.
Sebelumnya, pada 22 Maret 2021 lalu, Moody’s Investors Service menurunkan peringkat utang SRIL dari B1 menjadi B3. “Penurunan peringkat mencerminkan likuiditas Sritex yang terus-menerus lemah dan meningkatnya risiko pembiayaan kembali karena penundaan yang berkelanjutan dan material lebih lanjut dengan latihan perpanjangan pinjamannya,” jelas Stephanie Cheong, Analis Moody’s ketika itu.
Beberapa hari setelahnya, pada 26 Maret 2021, Fitch Ratings juga menurunkan peringkat SRIL pada Long-Term Issuer Default Rating (IDR) dari B- menjadi BB-. Peringkat uang kertas SRIL yang beredar juga menurun dari peringkat BB- menjadi B- atau RR4.
Pada saat itu, Fitch Rating pun menempatkan SRIL dalam Rating Watch Negative (TWN). Keputusan tersebut diambil setelah Peringkat Nasional Jangka Panjang SRIL juga mengalami penurunan dari peringkat A+ (idr) menjadi BB (idn).
Turunnya peringkat utang tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan SRIL dalam membayar utang sindikasi senilai US$ 350 juta atau sekitar Rp 4,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.284 per dolar AS).
<!--more-->
Dalam keterbukaan informasi yang dikeluarkan pada 29 Maret 2021, Direktur SRIL Allan M. Severino, menjelaskan bahwa pihaknya akan mengajukan proses restrukturisasi. “Saat ini PT Sri Rejeki Isman Tbk. masih melanjutkan proses perpanjangan sindikasi dengan Mandated Lead and Arranger Bank (MLAB),” ucapnya.
Berikutnya, pada 4 April 2021, Sritex menunjuk Helios Capital dan Assegaf Hamzah & Partners untuk mewakili perseroan dalam proses restrukturisasi utang tersebut. SRIL meminta perpanjangan jatuh tempo pembayaran utang hingga Januari 2024.
Namun pada akhir bulan April, tepatnya pada tanggal 19 sampai 22 April 2021, gelombang gugatan PKPU mulai datang dari berbagai pihak. Pada 19 April, CV Prima Karya menggugat PKPU SRIL dan 3 anak usahanya, Sinar Pantja Djaja, Bitratex Industries, dan Primayudha Mandirijaya.
Publik pun mencium dugaan rekayasa atas gugatan tersebut. Pasalnya, nilai gugatan PKPU yang diajukan hanya Rp 5,5 miliar, angka yang tidak sebanding dengan kas perusahaan pada saat itu. Tak hanya itu, kedekatan Djoko Prananto, petinggi CV Prima Karya, dengan keluarga Lukminto semakin menguatkan isu tak sedap tersebut.
Keesokan harinya, gugatan yang sama juga datang dari PT Bank QNB Indonesia Tbk. (BKSW). Bedanya, kali ini gugatan ditujukan kepada Iwan Setiawan Lukminto dan istrinya, serta PT Senang Kharisma Textil, perusahaan yang juga tergabung ke dalam grup usaha milik Sritex.
Pada 22 April giliran PT Rayon Utama Makmur yang digugat PKPU. Sebelumnya, perusahaan ini telah digugat PT Swadaya Graha, namun gugatan tersebut telah ditolak oleh hakim. Kini, PT Indo Bahari Express mengajukan gugatan yang sama.
Dari empat gugatan PKPU, separuhnya ditolak oleh pengadilan. Pada 6 Mei lalu, status PKPU diberikan Pengadilan Negeri Semarang atas SRIL dan 3 anak usahanya. PT Rayon Utama Makmur juga berada dalam status PKPU. Sementara itu, gugatan PKPU BKSW ditolak majelis hakim karena dirasa belum memenuhi persyaratan.
<!--more-->
Tak berhenti di situ, PT Senang Kharisma Textil masih mesti menghadapi gugatan yang sama. Pada 10 Mei lalu, PT Nutek Kawan Mas selaku supplier mengajukan gugatan PKPU ke perusahaan tersebut.
Dalam gugatan dengan nomor perkara 16/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg tersebut, Verry Sitorus dan Akhmad Henry Setyawan ditunjuk sebagai Tim Pengurus PKPU dan Tim Kurator apabila nantinya PKPU tersebut dikabulkan.
Lalu bagaimana peluang perusahaan bisa lolos dari jeratan utang tersebut?
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU, terdapat dua periode berlangsungnya PKPU. Periode pertama atau PKPU sementara berlangsung selama 45 hari. Sementara dalam periode PKPU tetap berlangsung selama 270 hari.
Pasal 242 UU Kepailitan dan PKPU juga menegaskan bahwa selama berlangsungnya PKPU, debitur tidak dapat dipaksa membayar utang. Selain itu, semua tindakan eksekusi yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang, harus ditangguhkan.
Berikutnya, pada Pasal 265 UU Kepalitan dan PKPU, diatur pemberian kesempatan kepada debitur untuk mengajukan proposal perdamaian dengan para kreditornya saat pengajuan PKPU.
<!--more-->
Terkait hal ini, manajemen Sritex dalam sebuah keterbukaan informasi di BEI memastikan bahwa pihaknya berupaya menyelesaikan permasalahan yang ada dengan seluruh mitra usaha sesuai koridor hukum yang berlaku.
Adapun Praktisi Hukum Kepailitan Rizky Dwinanto mengatakan bahwa dengan status PKPU saat ini, Sritex sebenarnya masih memiliki kesempatan untuk mengajukan restrukturisasi utang melalui pengajuan proposal perdamaian kepada para krediturnya.
"Tadi misalnya soal MTN itu, dengan skema restrukrisasi nanti bisa ditunda taruhlah mungkin tahun depan atau bulan depankah, yang itu menjadi pertimbangannya si debitur (Sritex)," kata Rizky, Selasa, 18 Mei 2021.
Rizky juga cukup yakin dengan posisi sebagai salah satu pemain tekstil dan produk tekstil (TPT) terbesar di Asia Tenggara, Sritex telah memiliki serangkaian strategi untuk menyelesaikan persoalan utang-utangnya.
Meski begitu, ia tak menyangkal bahwa Sritex bisa saja terjerumus dalam status pailit. Status pailit bisa disandang Sritex jika perseroan tidak mengajukan proposal perdamaian untuk merestrukturisasi utang-utangnya atau proposal perdamaian yang diajukan ditolak oleh mayoritas kreditur.
"Sritex adalah salah satu big companny, yang pasti kalau masuk dalam rezim PKPU, Sritex masih cukup yakin supaya bisnisnya tetap jalan. Jadi dengan momentum PKPU, ini akan dimanfaatkan Sritex sebagai jalan untuk restrukturisasi," kata Rizky.
BISNIS
Baca: Perusahaan yang Terafiliasi dengan Sritex Ini Kembali Digugat PKPU