Kasus Covid-19 Melonjak, Harga Minyak Anjlok ke USD 61,9 per Barel
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 27 April 2021 09:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak dunia turun seiring dengan lonjakan kasus Covid-19 di sejumlah negara yang mengurangi prospek permintaan.
Pada penutupan perdagangan Senin, 26 April 2021, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 0,37 persen ke US$ 61,91 per barel. Adapun harga minyak jenis Brent kontrak Juni 2021 terpantau turun 0,45 persen atau 0,48 persen ke posisi US$ 65,79 per barel.
Kini pelaku pasar berfokus ke pertemuan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (The Organization of the Petroleum Exporting Countries) dan sekutunya atau OPEC+ pada Rabu, 28 April 2021.
Sebelumnya pemulihan ekonomi dan permintaan minyak mulai terlihat pada negara-negara seperti AS dan Cina selama beberapa waktu belakangan. Tren ini turut diikuti oleh beberapa indikator positif dari negara-negara di wilayah Eropa.
Namun begitu, prospek harga minyak dibayangi oleh lonjakan kasus positif virus corona yang terjadi di India dan Jepang. Hal ini berpotensi memunculkan masalah baru bagi OPEC+ yang telah mengesahkan rencana penambahan produksi minyak harian mulai Mei mendatang.
Chief Analyst Fujitomi Co., Kazuhiko Saito menjelaskan sentimen pasar minyak terpengaruh oleh lonjakan kasus Covid-19 yang dapat memangkas permintaan minyak global. Investor, termasuk spekulan, akhir-akhir ini telah memindahkan dananya dari minyak ke komoditas biji-bijian (grain).
"Hal ini disebabkan oleh volatilitas yang lebih tinggi pada harga komoditas jenis ini ketimbang minyak,” ucap Saito.
<!--more-->
Adapun Senior Market Analyst Oanda Corp., Edward Moya menyebutkan, sebelumnya pasar menunjukkan optimisme yang tinggi terkait outlook permintaan minyak yang kuat di wilayah Asia. Meski demikian, kepercayaan diri pasar mulai tergerus seiring dengan kekhawatiran terkait negara-negara seperti India dan Jepang.
“Kekhawatiran tersebut menandakan bahwa pemulihan ekonomi global tidak akan berjalan secara merata. Hal ini akan memperburuk kondisi perjalanan lintas negara,” kata Moya.
Sedangkan Andrew Lebow, Senior Partner Commodity Research Group memperkirakan pasar dalam jangka pendek akan menghadapi pemulihan permintaan yang tidak seimbang di dunia.
Ketimpangan pemulihan permintaan, menurut dia, disebabkan oleh lonjakan kasus positif virus corona yang terjadi di India dan Jepang. Ia menuturkan, India dan Jepang merupakan dua dari lima negara utama dengan konsumsi minyak terbesar di dunia.
“Dengan gangguan yang terjadi pada India dan Jepang, pasar kini tengah mengukur pergerakan permintaan minyak global,” kata Lebow.
Pergerakan harga minyak saat ini mulai melambat setelah di awal tahun 2021 sempat melonjak cukup signifikan. Hal tersebut terjadi seiring dengan gelombang penyebaran virus corona terbaru yang melanda beberapa wilayah.
BISNIS
Baca: 2 Faktor yang Sebabkan Harga Minyak Naik ke Level Tertinggi Sebulan