Cerita Pemilik Lahan Bukit Algoritma, Rencana Awal hingga Kendala
Reporter
Mahfuzulloh Al Murtadho
Editor
Kodrat Setiawan
Kamis, 15 April 2021 06:29 WIB
TEMPO.CO, Bogor – Direktur Utama PT Bintang Raya Lokalestari (BRL) Dhanny Handoko bercerita tentang Bukit Algoritma alias Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pengembangan Teknologi dan Industri 4.0 di Cikidang, Sukabumi, Jawa Barat.
Menurut dia, rencana lahannya akan dijadikan Kawasan KEK sudah ada sejak akhir 2016. Dhanny menyebut, saat itu Pemerintah Kabupaten Sukabumi mengajaknya merintis KEK untuk Provinsi Jawa Barat. Berangkat dari situ, Dhanny pun menyulap beberapa lahan perkebunan sawitnya menjadi agrowisata dan mengusung lima pilar pariwisata untuk mencapai KEK. “Yaitu Pariwisata, Melalui Pertanian menuju Kemandirian Pangan, Gaya Hidup Tangguh dan kesiapan menghadapi bencana serta perkembangan teknologi dan Kesehatan yang akan hadirkan nanti di bukit algoritma,” kata Dhanny kepada TEMPO di Cikidang, Rabu 14 Maret 2021.
Dalam proyek Bukit Algoritma tersebut, Bintang Raya Lestari menjadi pemilik lahan adapun PT Kiniku Bintangraya menjadi investor, dan PT Amarta Karya sebagai kontraktor.
Sebelum diusulkan menjadi KEK, kawasan perkebunan sawit yang terletak di Kawasan Pasir Langkap, Cikidang, Sukabumi itu, menurut Dhanny, terlebih dahulu memang dijadikan kawasan prkontraktoroperti, wisata agro dan berburu serta resort yang dinamakan Cikidang Resort. Namun beberapa factor menghambat kemajuan dan perkembangannya hingga akhirnya Cikidang resort pun terbengkalai.
Menurut Dhanny, salah satu penyebab terbengkalainya Cikidang Resort karena minimnya insfrastruktur dan langkanya pembangunan serta aksesibilitas menuju lokasi. “Jadi saat Tol Bocimi dibangun dan sudah dioperasikan, menjadi sebuah semangat Kembali untuk kami,” kata Dhanny.
Terbengkalainya Cikidang Resort terlihat dari beberapa rumah dan bangunan yang ada di kawasan itu. Hampir setiap rumah properti yang dulunya milik Bintang Raya Lokalestari rusak dan tidak terurus. Bahkan rumput liar mengisi bangunan tersebut.
<!--more-->
Sedangkan untuk lahan perkebunan terlihat rapi dan terawat. Baik sawit atau pun perkebunan rakyat seperti pesawahan dan kebun umbi-umbian. Dengan selesainya pembangunan Tol Bocimi, Cikidang Resort pun akan Kembali diusulkan menjadi KEK milik Sukabumi. “Kita sih terus bekerja dengan mengikuti Langkah dan program yang dicanangkan oleh Pemerintah,” ucap Dhanny.
Di bawah kepemimpinan Deni Djuwanda yang sukses mengusulkan Geopark Ciletuh menjadi warisan budaya, KEK Cikidang yang memiliki lima pilar prioritas kembali digagas agar masuk dalam Kawasan KEK. Lebih kurang tiga tahun, Dhanny bersama Pemkab Sukabumi dan Deni berjuang menjadikan Cikidang menjadi KEK.
Beberapa perguruan tinggi melakukan MoU dengan mereka pada 2018. Namun, lagi-lagi Dhani menyebut belum ada satu pun pihak perguruan tinggi itu merealisasikan MoU-nya karena terhambat akses. “Tapi kerja sama nya masih terjalin hingga sekarang. Makanya dengan Bocimi selesai dan ke depan ada program Bukit Algoritma, Kerjasama kita akan lebih erat,” kata Dhanny.
Dhanny mengatakan dari total lahan lebih kurang 883 hektare, ke depan untuk Bukit Algoritma akan digunakan seluas 500 hektare. Lalu, 200 hektare buat perkebunan dan sisanya untuk pembangunan properti dan rumah singgah.
Dhanny menyebut, meski kini ada program Bukit Algoritma, unit usaha BRL lama yakni agrowisata, resort, dan wisata berburu masih ada. Namun sejak pandemi, unit usaha itu turut terdampak.
Menurut Dhanny, sejak pandemi usahanya hanya melayani pemesanan online dan group saja agar penyebaran Covid-19 bisa di antisipasi. “Sejak covid, kita gak buka secara bebas seperti dulu, di batasi,” kata Dhany.
Soal awal kepemilikan lahan, Dhanny mengatakan pada 2008 ayahnya yakni Budi Handoko membeli lahan tersebut dari perusahaan perkebunan. Artinya lahan 883 hektare itu langsung mereka dapatkan dari satu kepemilikan.
Di lahan yang akan dijadikan Bukit Algoritma, Dhanny mengklaim juga membeli lahan lainnya sebagai kepemilikan untuk pengembangan BRL. Sebab, menurut Dhanny, BRL memiliki izin luas HGU hingga 11.000 hektare. Lalu, sejak 2013, mereka sudah mendapatkan hak HGB dan berlaku hingga 30 tahun ke depan.
M.A MURTADHO
Baca juga: Ridwan Kamil Ingin Bukit Algoritma Tak Hanya Gimik, Ini Kata Budiman Sudjatmiko