Konflik KFC dan Pegawai Akibat 30 Persen Upah Dipangkas, Begini Duduk Perkaranya
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 13 April 2021 17:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Senin kemarin, 12 April 2021, sekitar 50 pekerja restoran cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC) menggeruduk Kantor Kementerian Ketenagakerjaan di Jakarta Selatan. Mereka memprotes pemotongan upah sebesar 30 persen yang dilakukan perusahaan sejak April 2020.
Para pekerja ini tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) SB PT Fast Food Indonesia Tbk. Fast Food tak lain adalah pemegang hak waralaba tunggal untuk merek KFC di Indonesia.
Hingga pada pukul 12 siang, 10 orang perwakilan aksi diterima oleh pihak kementerian untuk melakukan audiensi. Pertemuan berlangsung selama 1 jam.
"Laporan sebenarnya sudah pernah disampaikan pada 2020, tapi kami sampaikan lagi karena tidak ada tindak lanjutnya," kata Antony Matondang, salah satu koordinator SPBI saat dihubungi di hari yang sama.
Direktur Pengupahan Kemenaker, Dinar Titus Jogaswitan membenarkan adanya pertemuan tersebut. "Kami hari ini menerima audiensi teman-teman KFC, semoga dicarikan titik temunya," kata dia.
Dinar belum merinci hasil kesepakatan yang dicapai dengan para pekerja tersebut. Akan tetapi, Ia memastikan upaya tindak lanjut akan dilakukan untuk menyelsaikan masalah yang disampaikan. "Sudah ada tim yang menangani laporan tersebut," kata dia.
Sementar itu, Direktur PT Fast Food Indonesia Tbk, Justinus Dalimin Juwono, menegaskan semua kebijakan yang diambil perusahaan telah disepakati dengan SPFFI, perwakilan dari mayoritas pekerja KFC, sejak Januari 2021.
<!--more-->
Kesepakatan ini, kata dia, telah didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan diberitahukan ke lebih dari 200 dinas ketenagakerjaan kota dan kabupaten di Indonesia.
"Sehingga, kesepakatan berlaku untuk seluruh pekerja di perusahaan," kata dia. Bahkan, Justinus menyebut diskusi demi perbaikan di tahun 2021 pun sudah dilakukan dengan SPFFI
Antony Matondang, membenarkan adanya kesepakatan pada Januari 2021 ini. Tapi hanya SPFFI saja yang sepakat dengan manajemen untuk pemotongan upah dan lain-lain, sementara SPBI tidak. Menurut dia, SPFFI dan SPBI adalah dua kelommpok yang berbeda di tubuh karyawan KFC.
Tapi, kata Antony, manajemen kemudian memukul rata kebijakan pemotongan upah 30 persen itu untuk semua karyawan. Termasuk bagi para karyawan di SPBI yang tidak setuju. Bagi dia, kebijakan pukul rata pemotongan upah semacam ini bertentangan dengan UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Sebenarnya, kabar soal protes akibat pemotongan upah pekerja KFC ini sudah mencuat sejak November 2020. Tapi, kabar ini kembali muncul setelah SPBI menyampaikan sikap terbaru dan melakukan aksi di Kemenaker.
Dalam keterangannya, SPBI menyebut perusahaan mengeluarkan sejumlah kebijakan dengan alasan pandemi Covid-19 pada April 2020.
Salah satunya yaitu pemotongan upah sebesar 30 persen sejak April 2020. Lalu, SPBI juga protes karena perusahaan membayar THR tidak sesuai dengan ketentuan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) KFC, serta menunda pembayaran upah lembur buruh.
<!--more-->
Menurut Antony, kondisi ini sudah dialami para pekerja selama satu tahun terakhir. "Sampai hari ini belum ada kejelasan," kata dia. Untuk itu, SPBI pun menyampaikan empat tuntutan atas permasalahan yang dihadapi tersebut:
1. Fast Food Indonesia segera mengeluarkan kebijakan pembayaran upah sebagaimana biasanya, dan segera mengembalikan upah yang selama ini ditahan
2. Hapus kebijakan pemotongan upah dan hold Upah.
3. Berikan Tunjangan Hari Raya (THR) 2021 sesuai Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
4. Naikkan upah level staff dan bayarkan upah lemburnya.
5. Kementrian Ketenagakerjaan, dalam hal ini Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan, untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran Norma Ketenagakerjaan di Fast Food Indonesia.
Setelah aksi dilakukan di Kemenaker, Antony menyebut masalah belum selesai. Kini, kata dia, para pekerja KFC yang melakukan aksi diminta untuk melakukan tes PCR Covid-19 dengan biaya sendiri.
Antony menyebut instruksi ini disampaikan oleh para area manager KFC. Kalau belum melakukan tes, kata dia, maka pekerja tak boleh masuk kerja.
Ia menilai kebijakan ini sangat diskriminatif. Sebab, para pekerja yang tergabungf dalam SPFFI juga pernah melakukan aksi pada akhir Maret 2021, tapi tidak pernah diminta untuk tes PCR.
Sebenarnya, kata Antony, para pekerja tidak keberatan untuk melakukan tes PCR. Masalahnya adalah karena disuruh tes dengan uang sendiri. "Kalau difasilitasi sih, ga ada masalah," ujarnya.
Tempo mengkonfirmasi instruksi tes PCR dengan biaya sendiri oleh KFC yang disampaikan Antony ini kepada Justinus. Tapi, hingga kini Justinus belum memberikan jawaban dan pesan WhatsApp yang disampaikan baru dibaca saja.
Baca: KFC Tanggapi Protes Pekerja: Sudah Ada Kesepakatan Sejak Januari 2021