Sri Mulyani: 40,67 Persen Pekerja di Bali Mengalami Penurunan Pendapatan
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Kodrat Setiawan
Kamis, 8 April 2021 13:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sebanyak 40,67 persen masyarakat Bali yang masih bekerja mengalami penurunan pendapatan selama pandemi Covid-19. Berdasarkan tingkat pendapatannya, masyarakat dengan penghasilan terendah mendapatkan tekanan paling dalam.
“Karena semakin rendah pendapatan, penurunannya semakin tajam,” ujar dia dalam acara Bali Economic and Investment Forum 2021 yang digelar secara virtual, Kamis, 21 April 2021.
Sri Mulyani merincikan, masyarakat dengan pendapatan kurang dari Rp 1,8 juta mengalami penurunan penghasilan sebesar 67,65 persen. Kemudian, pekerja dengan pendapatan Rp 1,8-3 juta mengalami penurunan penghasilan 52,60 persen.
Adapun penurunan pendapatan untuk kelompok pekerja dengan penghasilan Rp 3-4,8 juta sebesar 42,51 persen. Selanjutnya, pendapatan untuk pekerja dengan rentang penghasilan Rp 4,8-7,2 juta melorot 36,83 persen. Sedangkan pekerja dengan pendapatan lebih dari Rp 7,2 juta mengalami penurunan penghasilan hingga 41, 28 persen.
Berkurangnya pendapatan menyebabkan kelompok masyarakat miskin dan rentan miskin, khususnya yang bekerja di sektor informal, menghadapi risiko besar selama pandemi Covid-19.
Sri Mulyani mengatakan kondisi tersebut membuat pemerintah mengalokasikan bantuan sosial kepada 30 persen masyarakat yang berada di desil paling bawah.
<!--more-->
Pandemi, kata dia, telah memberikan dampak negatif yang berlapis bagi perekonomian Bali. Sebab kegiatan Pulau Dewata bertumpu pada sektor pariwisata dan turunannya dengan kontribusi rata terhadap perekonomian rata-sebesar 30,3 persen.
Selama wabah berlangsung, yakni pada 2020 hingga Februari 2021, okupansi tamu hotel berbintang di seluruh Bali mengalami penurunan tajam. Jika sebelum pandemi rata-rata tingkat kunjungan hotel di Bali mencapai lebih dari 65 persen, saat wabah terjadi, angka okupansi tersebut anjlok hingga mendekati 0 persen.
Tingkat okupansi hotel terendah tercatat pada Mei dan Juni 2020. Selama dua bulan, tingkat keterisian kamar hotel di Pulau Dewata hanya 2,07 persen atau turun jauh dari Januari 2020 yang mencapai 59,29 persen.
Penurunan okupansi hotel didorong oleh berkurangnya jumlah wisatawan, khususnya wisatawan asing. Sementara itu, kunjungan wisatawan domestik juga tidak mampu mendongkrak kegiatan pariwisata karena pergerakan masyarakat dalam negeri masih dibatasi.
Sri Mulyani berharap sejumlah upaya pemulihan ekonomi yang dilakukan pemerintah, seperti relaksasi pinjaman bagi sektor hotel restoran kafe, dapat memberikan optimisme untuk pelaku usaha.
Selain itu, Sri Mulyani menekankan pentingnya penguatan sektor lain di luar pariwisata yang berkontribusi pada perekonomian, seperti pertanian dan industri pengolahan.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Baca juga: Luhut Ungkap Penyebab Vaksinasi di Bali Terlambat 2 Bulan