Hari Hutan Internasional 2021, FAO Ajak Merestorasi Hutan
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Kodrat Setiawan
Minggu, 21 Maret 2021 13:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia ad interim, Richard Trenchard mengajak semua pihak untuk merestorasi hutan. Menurutnya, proyek penanaman dan restorasi skala kecil dapat berdampak besar.
“Kita dapat pulih dari krisis kesehatan, lingkungan, dan ekonomi planet kita. Hutan dapat membantu kita mengatasi kemiskinan dan kelaparan serta mengurangi ketimpangan. Mari pulihkan hutan! Kita bangun semua dengan lebih baik dan raih masa depan yang kita semua inginkan," kata Trenchard dalam keterangan tertulis, Ahad, 21 Maret 2021.
Menurutnya, penghijauan kota menciptakan udara yang lebih bersih dan ruang yang lebih indah serta memberikan manfaat besar bagi kesehatan mental dan fisik penduduk perkotaan. Berinvestasi dalam restorasi hutan dan lahan, kata dia, akan membantu memulihkan kesehatan manusia, komunitas, dan lingkungan.
Dia menilai restorasi menawarkan prospek untuk mengembalikan pohon dan hutan ke lanskap hutan yang kritis dan terdegradasi dalam skala besar, sehingga meningkatkan ketahanan ekologi dan produktivitas. Hal itu dia sampaikan untuk memperingati Hari Hutan Internasional di tengah pandemi global Covid-19 di Indonesia dan di seluruh dunia.
Dia menekankan hutan yang sehat juga berkontribusi bagi kesehatan manusia. Hutan memberikan manfaat kesehatan bagi semua orang, seperti udara segar, makanan bergizi, air bersih, dan ruang rekreasi. Di negara maju, hingga 25 persen dari semua obat-obatan berasal dari sumber nabati; di negara berkembang, kontribusinya mencapai 80 persen.
Hutan juga menyediakan pangan sehat. Masyarakat Adat biasanya mengonsumsi makanan dalam jumlah besar yang dipanen di hutan.
<!--more-->
Namun, dia melihat kerusakan hutan merusak kesehatan lingkungan dan manusia, serta meningkatkan emisi karbon dan mengurangi keanekaragaman hayati. "Kita harus ingat bahwa hampir sepertiga dari penyakit menular baru terkait dengan perubahan penggunaan lahan seperti penggundulan hutan," ujarnya.
Trenchard menuturkan dunia kehilangan 10 juta hektare hutan setahun, lebih dari setengah luas Sulawesi dan degradasi lahan mempengaruhi hampir 2 miliar hektare, sebuah wilayah yang lebih luas dari Amerika Selatan.
Deforestasi dan degradasi hutan menyebabkan meningkatnya gas rumah kaca, dan menyebabkan lebih dari delapan persen tumbuhan hutan dan lima persen hewan hutan berada pada risiko sangat tinggi kepunahan.
Pemerintah Indonesia merilis data terbaru yang menunjukkan bahwa laju deforestasi tahun lalu mencapai titik terendah selama lima tahun terakhir. Pada 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah merehabilitasi sekitar 400 ribu hektare hutan dan saat terjadi pandemi KLHK berencana menambah jumlah bibit yang akan ditanam pada 2021.
Menyambut upaya pemerintah, Trenchard menambahkan bahwa kemajuan tersebut benar-benar kabar baik bagi semua. Restorasi dan pengelolaan hutan yang lestari, kata dia, akan membantu mengatasi perubahan iklim dan krisis keanekaragaman hayati secara bersamaan serta menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan untuk pembangunan berkelanjutan.
Hutan menyediakan lebih dari 86 juta sumber mata pencaharian di seluruh dunia dan mendukung penghidupan lebih banyak orang. State of Indonesia Forest (SOIFO) 2020, yang diterbitkan oleh KLHK, melaporkan bahwa lebih
dari 400 ribu orang dipekerjakan secara langsung dalam produksi hutan kayu dan non-kayu setiap tahun di Indonesia.
Kayu dari hutan yang dikelola dengan baik mendukung beragam industri, mulai dari pembuatan kertas hingga pembangunan gedung-gedung tinggi. Menurutnya, investasi dalam bentuk restorasi hutan akan membantu pemulihan ekonomi dari pandemi dengan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
HENDARTYO HANGGI
Baca juga: Majalah Tempo Terpilih Ikut Investigasi Hutan Hujan dari Pulitzer Center