Setelah Capai Rekor Tertinggi, Harga Minyak Turun jadi USD 65,05 per Barel
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 9 Maret 2021 11:03 WIB
TEMPO.CO, New York - Harga minyak turun pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB) dari posisi tertinggi sebelumnya di atas US$ 70 per barel. Penurunan harga minyak dunia ini terjadi setelah serangan terhadap fasilitas minyak di Arab Saudi mengangkat harga setinggi itu untuk pertama kalinya sejak pandemi Covid-19 dimulai.
Untuk minyak mentah berjangka Brent pengiriman Mei tercatat jeblok US$ 1,12 atau 1,6 persen menjadi US$ 68,24 per barel. Sebelumnya, Brent sempat naik mencapai US$ 71,38 per barel di awal perdagangan Asia, tertinggi sejak 8 Januari 2020.
Adapun minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman April turun US$ 1,04 atau 1,6 persen, menjadi US$ 65,05 per barel. WTI sebelumnya mencapai titik puncak di level US$ 67,98 per barel, tertinggi sejak Oktober 2018. Adapun harga minyak jenis Brent dan WTI telah naik selama empat sesi berturut-turut.
Sebelumnya diberitakan pasukan Houthi Yaman menembakkan drone dan rudal di jantung industri minyak Saudi pada Ahad pekan lalu, 7 Maret 2021, termasuk fasilitas Saudi Aramco di Ras Tanura yang penting untuk ekspor minyak bumi. Riyadh mengatakan tidak ada korban jiwa atau kerugian harta benda.
Pernyataan pemerintah Riyadh tersebut langsung berpengaruh ke pergerakan minyak dunia. "Situasi menguap ketika menjadi jelas bahwa tidak ada kerusakan pada fasilitas minyak terbesar di dunia itu," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho.
<!--more-->
Sebelumnya Amerika Serikat menyatakan kekhawatirannya atas 'ancaman keamanan nyata' ke Arab Saudi dan mengatakan akan meningkatkan dukungan untuk pertahanan Saudi. "Kegiatan tersebut patut mendapatkan beberapa peningkatan premi geopolitik," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates di Galena, Illinois.
Serangan itu menyusul langkah minggu lalu oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Rusia dan sekutu penghasil minyak mereka, yang dikenal sebagai OPEC+, menyetujui secara luas tetap berpegang pada pemotongan produksi meskipun harga minyak mentah naik.
"Kesepakatan OPEC+ minggu lalu untuk menahan produksi pada level yang hampir saat ini adalah perkembangan besar yang belum sepenuhnya didiskon," kata Ritterbusch.
Senat AS juga telah menyetujui rancangan undang-undang stimulus AS sebesar US$ 1,9 triliun. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan bahan bakar karena perekonomian semakin meningkat dan pada akhirnya bakal berimbas pada harga minyak. Selain itu, data ekonomi dari Amerika Serikat dan Cina juga positif.
ANTARA
Baca: Harga Minyak Melejit ke USD 70,56 per Barel setelah OPEC+ Putuskan Batasi Suplai