Teten Masduki: Banyak Produk UMKM Menjiplak dan Tak Dapat Premium Price
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 3 Maret 2021 17:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Teten Masduki mengungkapkan pelbagai masalah yang dialami pelaku usaha kecil, termasuk produknya yang acap kali menjiplak merek-merek besar. Faktor ini dipengaruhi nihilnya anggaran riset atau R&D.
“UMKM tidak punya anggaran untuk melakukan R&D dan development produk sehingga biasanya bikin produk meniru-niru. Akhirnya tidak dapat premium price, apalagi hak cipta,” tutur Teten dalam konferensi pers yang disalurkan secara virtual, Rabu, 3 Maret 2021.
Teten menjelaskan Kementeriannya telah menggandeng Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan UMKM atau Smesco Indonesia untuk mengembangkan laboratorium UMKM. Laboratorium tersebut memungkinkan pelaku UMKM melakukan riset untuk mengembangkan produk-produk yang unik dan original sehingga mampu menembus pasar global.
Saat ini laboratorium Smesco Indonesia belum berjalan penuh, namun proses pengembangannya terus berlangsung. Selagi menyiapkan laboratorium Smesco, Kementerian UKM akan menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan pelat merah melalui Kementerian BUMN untuk memberi pendampingan dan edukasi bagi pelaku UMKM.
Bersama bank himbara, misalnya, UMKM didampingi untuk meningkatkan kualitas. Beberapa UMKM bahkan telah masuk masa inkubasi.
Selanjutnya bersama PT Bhanda Gara Reksa (BGR), UMKM dibantu mengembangkan warung pangan. Pendampingan ini menyasar pemilik warung-warung tradisional yang kalah bersaing dengan marketplace.
<!--more-->
Teten optimistis kinerja UMKM masih bisa terus tumbuh di tengah pandemi. Meski daya beli masyarakat menurut data Global Consumer Insight yang dikeluarkan lembaga PricewaterhouseCoopers atau PwC turun, konsumsi produk-produk tertentu justru mengalami kenaikan selama wabah berlangsung.
Pemasaran produk industri kesehatan, misalnya, meningkat hingga 77 persen. Kemudian produk makanan dan minuman meningkat 67 persen, hiburan media 54 persen, dan jasa pengiriman makanan 47 persen. Adapun produk perbaikan jasa rumah naik 32 persen.
Tak hanya menyoal masalah originalitas, Teten mengemukakan masalah lain, yakni produk-produk UMKM yang umumnya memiliki skala kecil. Pelaku usaha sebagian besar tak memikirkan brand value atau nilai produk dan meningkatnya nilai jual mereknya. Padahal, ia menyebut produk UMKM yang memiliki daya dukung suplai bahan baku dan sumber daya manusia berpotensi berkembang menjadi besar.
Karena itu, Teten berencana menyatukan produk-produk kecil agar promosinya lebih efektif. Ia menyatakan sejumlah negara telah melakukan upaya tersebut.
“Jadi kami pikirkan bagaimana UMKM yang punya produk kecil-kecil, karena dukungan bahan baku dan SDM, didorong punya brand bersama sehingga sehingga bisa efisien. Kalau kecil-kecil bersatu bisa menjadi brand yang cukup kuat penetrasi pasarnya,” tutur Teten Masduki.
Baca: Teten Keluhkan Syarat Ekspor ke AS: 21 Sertifikat Hanya untuk Satu Jenis Pisang