Cerita Forum Korban soal Hilangnya Laporan Kasus Mafia Tanah
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Minggu, 28 Februari 2021 11:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) Agus Muldya bercerita soal kasus mafia tanah yang menjerat beberapa anggota di organisasinya.
Pada tahun 2019, mereka sempat melaporkan berbagai kasus tersebut ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN).
11 kasus tersebut, kata Agus, kemudian didisposisi oleh Menteri Agraria Sofyan Djalil ke Direktur Jenderal dan Inspektur Jenderal. "Tapi sampai 2020, hilang," kata Agus dalam diskusi MNC Trijaya di Jakarta, Sabtu, 27 Februari 2021.
Ini hanya segelintir kasus yang dilaporkan kepada otoritas. Sebab, kata Agus, laman resmi mereka yaitu fkmti.com sebenarnya telah menerima ribuan kasus kasus mafia tanah. Dalam laman tersebut, mereka memang membuka fitur khusus bagi siapapun untuk melaporkan kasus yang dialami.
Sebelumnya dalam beberapa hari terakhir, kasus mafia tanah ini kembali menjadi sorotan setelah Mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal. Usia kejadian, Polisi dan Kementerian Agraria pun langsung membentuk Satgas Anti Mafia Tanah sampai ke daerah.
Dalam acara ini, Agus tidak sendiri. Ia hadir bersama beberapa korban lainnya. Beberapa di antara mereka, kata Agus, telah memperjuangkan hak mereka selama puluhan tahun. Bahkan, ada yang sampai 31 tahun.
<!--more-->
Agus pun menegaskan kasus yang dialami oleh para korban ini bukanlah sengketa tanah, tapi perampas tanah. Menurut dia, sengketa hanya terjadi apabila ada hubungan keluarga atau hubungan dagang.
Tapi dalam kasus perampasan, tanah milik korban tiba-tiba diambil oleh pihak lain. "Sertifikat yang dirampas itu asli, yang palsu itu proses, karena maladministrasi," kata Agus.
Agus pun menyebut pihak yang merampas pasti jauh lebih kuat dan mempunyai jaringan. Entah itu di BPN, kepolisian, kejaksaan, atau kecamatan. "Kami berharapan dengan sebuah jaringan yang luar biasa," kata dia.
Tenaga Ahli Kementerian Agraria Iing Sodikin Arifin mengatakan kasus perampas tanah ini memang terjadi di lapangan. Salah satunya muncul ketika ada orang yang pura-pura menggugat suatu tanah, yang sebenarnya tidak dimilikinya.
Bila memang terjadi kasus seperti ini, kata Iing, BPN sebenarnya bisa saja menganulir kepemilikan atas tanah yang mengandung proses maladmnistrasi. Tapi, kata dia, ketentuan ini yang belum diatur dalam UU Pokok Agraria.
<!--more-->
Tapi saat ini, kata dia, sudah ada UU Cipta Kerja yang memberi perlindungan. "HPL (Hak Pengelolaan Lahan) atau hak atas tanah, dimungkinkan untuk menganulir produk-produk yang maladmnistrasi," kata dia.
Hanya saja, Iing tidak menanggapi langsung hilangkan 11 laporan kasus pada 2019 yang diungkapkan oleh Agus.
Kementerian berjanji akan segera memberikan respon atas laporan kasus mafia tanah ini. "Nanti kami arahkan ke Dirjen 7 dan Irjen," kata kepala Bagian Pemberitaan dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Agraria, Indra Gunawan.
BACA: 130 Kasus Mafia Tanah Tercatat Sejak 2018, BPN: Sangat Meresahkan
FAJAR PEBRIANTO