Kondisi perawatan pesawat Garuda Indonesia jenis bombardier di Hanggar 4 GMF, kompleks Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Selasa, 2 April 2019. TEMPO/Francisca Christy Rosana
TEMPO.CO, Jakarta – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dikabarkan telah menyudahi operasi 12 pesawat Bombardier CRJ 1000 sejak 1 Februari 2021. Upaya ini sejalan dengan langkah perusahaan melakukan evaluasi untuk mengurangi beban keuangan.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan evaluasi terhadap sewa pesawat pabrikan Montreal, Kanada, tersebut masih dilakukan. “Lagi finalisasi,” ujar dia saat dihubungi Tempo pada Selasa, 9 Februari 2021.
Garuda kini memiliki 18 pesawat Bombardier. Menurut kerja samanya, 18 armada itu kini disewa dengan dua skema yang berbeda.
Sebanyak 12 armada disewa menggunakan skema operating lease dari lessor Nordic Aviation Capital dengan masa sewa hingga 2027. Sedangkan enam armada lainnya menggunakan skema financial lease dengan penyedia financial lease Export Development Canada. Masa sewa pesawat itu sampai 2024.
Pada awal masa pandemi Covid-19, seluruh pesawat berkapasitas 96 kursi ini dikandangkan karena perusahaan banyak mengurangi frekuensinya. Namun menjelang akhir tahun saat permintaan penumpang mulai meningkat, Garuda Indonesia mengoperasikan beberapa pesawat Bombardier kembali. Pesawat ini melayani rute Makassar-Manokwari-Sorong dan Tarakan-Makassar.
Evaluasi terhadap kontrak sewa Bombardier berhubungan dengan langkah perusahaan memangkas beban sewa. Keberadaan Bombardier ditengarai tidak efektif karena selain tidak cocok dengan tipe penumpang Indonesia, biaya perawatannya tinggi. <!--more--> Pada pertengahan 2020, Irfan pernah mengungkapkan rencana mengembalikan Bombardier dan ATR 72-600 ke lessor. “Permintaan dari komisaris dan pemegang saham untuk segera mungkin mengembalikannya,” kata Irfan dalam rapat bersama DPR.
Irfan menyebut pesawat tak cocok dengan karakteristik penumpang Indonesia lantaran bagasinya kecil. Padahal, penumpang Indonesia cenderung membawa barang dalam jumlah banyak. Di samping itu, tarif parkir dan perawatan Bombardier diduga mencapai US$ 50 juta.
Berdasarkan dokumen yang diterima Tempo, rencana pemberhentian pesawat Bombardier pun telah melalui serangkaian proses penilaian atau assessment dan pertimbangan yang matang bersama stakeholder terkait. Perusahaan pelat merah juga telah melakukan negosiasi dengan lessor sejak awal 2020 dan pembicaraan itu melibatkan pejabat tinggi di masing-masing entitas.
Dari hasil negosiasi, terdapat sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi Garuda. Salah satunya melakukan pembayaran early termination fee dan pemenuhan kondisi redelivery pesawat secara teknis.