Bambang Brodjonegoro Pamer Hasil Riset yang Dikembangkan Selama Pandemi
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Sabtu, 30 Januari 2021 18:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro memamerken sederet hasil riset yang dikembangkan di Indonesia selama pandemi Covid-19. Penelitian ini dilakukan oleh sejumlah instansi atau lembaga melalui konsorsium riset yang dibentuk sejak wabah corona pertama kali masuk ke Indonesia.
“Para peneliti, perekayasa, dan dosen di Indonesia memiliki potensi yang sangat luar biasa. Dalam waktu yang relatif singkat, mereka menghasilkan beberapa produk yang tadinya hanya bisa diadakan dengan impor,” ujar Bambang dalam diskusi bersama Ikatan Alumni Universitas Indonesia atau ILUNI UI, Sabtu, 30 Januari 2021.
Bambang mencontohkan hasil riset itu melahirkan rapid test antibodi. Alat untuk mendiagnosis virus corona ini dikembangkan oleh konsorsium riset selama Mei hingga Juni. Rapid test antibodi menjadi alat deteksi cepat yang menunjukkan hasil reaktif atau non-reaktif corona, yang kemudian dipakai di sejumlah simpul transportasi. Alat tersebut dilego lebih murah ketimbang alat rapid test impor.
Hasil pengembangan penelitian selanjutnya ialah ventilator. Pandemi, tutur Bambang, mendorong periset dan perusahaan di dalam negeri mampu mengembangkan lima jenis alat bantu pernapasan yang meliputi BPPT3S-LEN, GERLIP HFNC-01, Vent-I Origin, Convent-20, dan Dharcov-23S.
“Sekarang satu per satu jenis ventilator bisa dipenuhi. Tinggal tahun ini, kita berharap bisa menyelesaikan ventilator untuk keperluan ICU,” tutur Bambang.
<!--more-->
Untuk mendukung percepatan pengetesan PCR, belum lama ini Kementerian Riset dan Teknologi pun mengembangkan laboratorium penelitian spesimen berbentuk mobile lab. Mobile lab merupakan laboratorium berjalan yang bisa berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Saat ini, Kementerian sudah meminjamkan satu mobil lab kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Ada pula produk alat pendeteksi Covid-19 bernama GeNose yang dikembangkan Universitas Gadjah Mada. Berbeda dengan metode usap atau swab PCR, pengambilan sampel GeNose berasal embusan napas. Menurut situs resmi UGM, GeNose bisa mendeteksi Covid-19 lebih cepat dengan lama waktu pendeteksian sekitar 80 detik.
Tarifnya pun diperkirakan lebih murah, yaitu Rp 20 ribu satu kali tes dengan akurasi lebih dari 90 persen. GeNose telah memperoleh izin penggunaan dari Kementerian Kesehatan dan menurut Bambang, alat ini bakal dipakai sebagai alat deteksi utama, khususnya di simpul-simpul transportasi maupun tempat-tempat umum dengan trafik mobilisasi manusia tertinggi.
“Kita bisa menggunakan GeNose untuk memastikan orang-orang yang ada di wilayah itu semuanya adalah orang-orang yang negatif Covid-19, bukan orang-orang yang terpapar,” tutur Bambang.
Selain UGM, sejumlah kampus telah mengembangkan alat pengetesan virus Corona. Universitas Padjajaran, misalnya, telah melahirkan alat test rapid Antigen sebagai alternatif tes swab PCR.
<!--more-->
Pengembangan lainnya, konsorsium riset diklaim berhasil melahirkan PCR test kit yang dipakai untuk pendukung pengujian spesimen di lab BSL 2. Konsorsium juga telah mengembangkan robot yang dipakai sebagai pengganti tenaga kesehatan untuk meminimalisasi kontak dengan pasien Covid-19.
Sementara itu, penelitian yang sampai sekarang masih terus dikembangkan adalah vaksin lokal Merah Putih. “Vaksin Merah Putih adalah vaksin yag bibitnya dikembangkan peneliti dan dilakukan pabrik Indonesia untuk produksinya,” tutur Bambang.
Mantan Menteri Keuangan ini berharap vaksin Merah Putih bisa mendukung terciptanya herd immunty masyarakat. Ia memastikan ada enam instansi yang saat ini bersama-sama mengembangkan vaksin Merah Putih, yaitu Eijkman, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Institut Teknologi Bandung, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
BACA: Tahun Ini, Fokus Riset LIPI soal Covid, Ekonomi dan Startup
FRANCISCA CHRISTY ROSANA