Harga Kedelai, Gakoptindo Akan Berunding dengan Menteri Perdagangan Pekan Depan
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Martha Warta Silaban
Sabtu, 2 Januari 2021 21:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Nasib kedelai lokal belum selegit dibandingkan dengan kedelai impor yang mayoritas berasal dari Amerika Serikat. Selain produksi yang terbatas, harganya pun masih jauh lebih mahal ketimbang kedelai impor.
Sejumlah hal tersebut yang akan dibahas oleh Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) bersama Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.
Baca Juga: Harga Kedelai Melonjak jadi Rp 9.200 per Kg, 5.000 UKM Mogok Produksi Tahu Tempe
"Kami ingin berunding minggu depan," kata Ketua Gakoptindo Aip Syarifudin saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 2 Januari 2021.
Syarifudin bercerita bahwa dalam kondisi normal, harga kedelai impor yang siap dibeli pengrajin tahu tempe hanya Rp 6.500 per kilogram. Sementara di tanah air, harga segitu baru biaya produksi, belum merupakan harga jual.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia tak kurang mengimpor 2,6 juta ton kedelai pada 2019. Di mana, 2,5 juta berasal dari Amerika Serikat.
Produksi dalam negeri jauh di bawah itu. Menurut data Kementerian Pertanian, produksi untuk 2020 saja hanya 300 ribu ton. Sentra produksinya tersebar di Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat.
Di tengah ketergantungan yang tinggi pada impor, harga internasional pun langsung berpengaruh di dalam negeri. Saat ini, harga kedelai impor sedang naik, dari Rp 6.500 per kg menjadi Rp 9.500 per kg. Pemicunya adalah meningkatnya permintaan kedelai Cina dari Amerika Serikat, seiring meredanya perang dagang kedua negara.
Walhasil, sejumlah pengrajin tahu tempe memutuskan untuk mogok produksi sementara hingga 3 Januari 2020. Pengrajin juga mengumumkan kemungkinan akan ada kenaikan harga tahu tempe di pasaran hingga 20 persen.
Kembali ke kedelai dalam negeri. Sebenarnya, para pengrajin ini mau membeli kedelai dalam negeri. Tapi kendala ada pada jumlah produksi yang terbatas dan harga yang belum cocok dengan petani.
Syafrudin menyebut bahwa minat petani untuk menanam kedelai rendah karena harganya dinilai terlalu murah, walau sebenarnya sudah di atas harga kedelai impor Rp 6.500 per kg. "Lebih untung tanam padi dan jagung," kata Syarifudin.
Kepala Sub-Direktorat Serelia, Kementerian Pertanian, Mulyono, juga membenarkan hal tersebut. "Minat petani untuk menanam kedelai semakin berkurang karena harga jual panen di tingkat petani sangat rendah," kata dia.
Dengan kondisi ini, kedelai impor yang masih terus menjadi tumpuan untuk memproduksi tahu tempe. Walau harganya sedang naik, Kementerian Perdagangan menyebut Asosiasi Importir Kedelai Indonesia masih punya stok di gudang sekitar 450 ribu ton.
Sementara, kebutuhan Gakoptindo sekitar 150 hingga 160 ribu ton per bulan. "Stok seharusnya cukup untuk 2-3 bulan mendatang," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto.