Restrukturisasi Pembiayaan Diperpanjang hingga 2022, Leasing Lebih Selektif
Reporter
Bisnis.com
Editor
Kodrat Setiawan
Jumat, 1 Januari 2021 19:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan pembiayaan akan lebih selektif menerima pengajuan restrukturisasi pembiayaan. Leasing disebut ingin menjaga kualitas portofolio pembiayaan di tengah iklim industri yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan setiap perusahaan pembiayaan memiliki kebijakan masing-masing dalam menerapkan program restrukturisasi. Dia menambahkan kondisi setiap perusahaan berbeda sehingga kebijakan dan kriteria yang ditetapkan juga beragam.
"Debitur sekarang banyak yang sudah pulih, tapi kalau yang belum kuat, ya, bisa lanjut restrukturisasi, bisa juga setop pembiayaan secara baik-baik,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat, 1 Januari 2020.
Suwandi mengatakan ada debitur di sektor-sektor tertentu yang tidak bisa dipaksa pulih dalam waktu dekat. Namun, dia menilai tren ke depan, leasing pasti lebih ketat menerima permintaan restrukturisasi agar tak ada lagi debitur yang mencari celah.
Data terakhir APPI mencatat nilai restrukturisasi yang telah disetujui industri multifinance mencapai 4,93 juta kontrak, dengan nilai outstanding pokok Rp 148,32 triliun dan bunga Rp 39,66 triliun.
Nilai yang telah disetujui ini berasal dari permohonan 5,53 juta kontrak pembiayaan dengan nilai outstanding pokok mencapai Rp 167,65 triliun dan bunga Rp 44,42 triliun.
<!--more-->
Sisa permohonan yang belum disetujui terbagi dalam ditolak berjumlah 310.899 kontrak (pokok Rp 9,74 triliun, bunga Rp 2,51 triliun), serta masih diproses mencapai 290.209 kontrak (pokok Rp 9,6 triliun, bunga Rp 2,25 triliun).
Perpanjangan restrukturisasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga 2022 bukan semata kewajiban setiap lembaga keuangan.
Hal ini tercantum dalam POJK No 58/POJK.05/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 14/POJK.05/2020 Tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (LJKNB).
"Dalam hal penerapan kebijakan countercyclical akan menyebabkan kondisi keuangan LJKNB tidak sehat, LJKNB sebaiknya tidak menerapkan kebijakan countercyclical," tulis beleid yang ditetapkan per Kamis (10/12/2020) ini oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
BISNIS
Baca juga: Perusahaan Pembiayaan Targetkan Kredit Macet Nasabah Berkurang Drastis 2021