Edhy Prabowo Terjerat Suap Ekspor Benur, Hashim: Prabowo Sangat Marah
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Kodrat Setiawan
Jumat, 4 Desember 2020 17:44 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Adik Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo, mengatakan kakaknya sangat marah saat tahu bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tersangkut kasus dugaan suap izin ekspor benur lobster.
"Pak Prabowo sangat marah, sangat kecewa. Merasa dikhianati," ujar Hashim dalam konferensi pers di Jakarta Utara, Jumat, 4 Desember 2020.
Prabowo merasa sangat kecewa, menurut Hashim, lantaran merasa telah mengangkat posisi Edhy, yang notabene kader Gerindra, sejak 25 tahun lalu. "Terus terang saja, dia sangat kecewa dengan anak yang dia angkat dari selokan 25 tahun lalu."
Edhy Prabowo resmi ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap terkait perizinan ekspor benur lobster pada 25 November 2020.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menceritakan bahwa perkara yang menjerat Edhy dimulai saat politikus Gerindra itu menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.
Dalam implementasi aturan ini, Edhy menunjuk dua staf khususnya, yakni Andreau Pribadi Misata dan Safri sebagai Ketua dan Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas. "Salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur," ujar Nawawi, Rabu malam, 25 November 2020.
<!--more-->
Pada Oktober 2020, Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito datang ke kantor KKP di lantai 16 dan bertemu Safri. Dalam pertemuan itu, kata Nawawi, diketahui bahwa ekspor benih lobster hanya dapat dilakukan melalui forwarder atau ekspedisi muatan PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.
Ketentuan itu disebut merupakan kesepakatan antara Amiril Mukminin dengan Andreu dan Siswadi, seorang pengurus PT ACK. Atas kegiatan ekspor benih lobster itu, Nawawi menyebut PT DPP diduga melakukan transfer uang ke rekening PT ACK sebesar Rp 731 juta.
"Selanjutnya PT DPP atas arahan EP (Edhy Prabowo) melalui Tim Uji Tuntas memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan PT ACK," ujar Nawawi.
Berdasarkan data kepemilikan, KPK mendapati pemegang PT ACK adalah Amri dan Ahmad Bahtiar yang diduga merupakan nominee dari Edhy Prabowo dan Yudi Surya Atmaja. Menurut Nawawi, uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster itu, lantas ditarik dan masuk ke rekening Amri dan Ahmad Bahtiar, masing-masing Rp 9,8 miliar.
Pada 5 November 2020, Nawawi berujar ada dugaan transfer dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih, yakni staf istri Menteri KKP sebesar Rp 3,4 miliar. Uang itu untuk Edhy Prabowo dan istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri dan Andreu Pribadi Misata.
"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP (Edhy Prabowo) dan IRW (Iis Rosyati Dewi) di Honolulu, Amerika Serikat tanggal 21 sampai 23 November 2020 sejumlah Rp 750 juta," kata Nawawi. Barang mewah tersebut antara lain jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.
Selain mendapat fulus untuk belanja di Hawai, pada sekitar Mei 2020, Edhy Prabowo diduga menerima uang sebesar US$ 100 ribu dari Suharjito melalui Safri dan Amiril Mukminin. Kemudian pada Agustus 2020, Nawawi melanjutkan, Safri dan Andreu Pribadi Misata diduga menerima uang sebesar Rp 436 juta dari Ainul Faqih.
Malam saat ditetapkan sebagai tersangka, Edhy Prabowo memohon maaf kepada sejumlah pihak. Dia mengatakan akan bertanggung jawab terhadap kasus yang menjeratnya.
CAESAR AKBAR
Baca juga: Bantah Terkait Kasus Ekspor Benur, Hashim Djojohadikusumo: Saya Baru Tahu PT ACK