Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat memberikan keterangan pers tentang realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 per akhir Oktober 2019 di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin, 18 November 2019. Sri juga menyampaikan, realisasi belanja negara tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.121,1 triliun atau 68,6 persen dari target APBN dan alami pertumbuhan secara tahunan sebesar 4,3 persen, ini lebih rendah dari periode yang sama di tahun 2018 yakni 19,6 persen. TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sektor minyak dan gas atau migas mengalami kontraksi dalam dua tahun terakhir. Kondisi ini tercermin dari pendapatan perpajakan dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari kelompok migas yang semakin melorot.
“Tampaknya sektor migas terus mengalami negatif growth (pertumbuhan negatif) dua tahun berturut-turut, yang menunjukkan sektor ini dari sisi harga dan produksi menghadapi tantangan sulit,” ujar dia dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 12 November 2020.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan PPh migas sepanjang Januari-September 2020 anjlok 45,3 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. PPh migas hanya tercatat sebesar Rp 23,6 triliun, sedangkan pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 43,2 triliun.
Tahun ini pun, proyeksi penerimaan negara dari PPh migas jauh di bawah target tahun lalu. Sepanjang 2020, PPh migas diperkirakan hanya Rp 31,9 triliun. Sedangkan proyeksi tahun lalu sebesar Rp 66,2 triliun.
Sementara itu, PNBP dari kelompok SDA migas pada Januari-September 2020 turun 37,4 persen dari realisasi di periode yang sama 2019. Kemenkeu mencatat PNBP SDA migas per 30 September 2020 hanya Rp 53,3 triliun. Sedangkan tahun lalu mencapai Rp 85,2 triliun.
Menurut Sri Mulyani, pendapatan negara dari sektor migas melemah karena turunnya harga minyak dunia dalam beberapa waktu terakhir. Di samping itu, jumlah volume lifting migas pun menurun.