OJK: Pertumbuhan Kredit Masih Ditopang oleh Bank BUMN
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 3 November 2020 06:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengupayakan percepatan pemulihan kinerja industri jasa keuangan di 2021. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkapkan hingga akhir September lalu baik industri keuangan bank maupun non bank masih mencatatkan pelemahan kinerja, meski kondisinya sudah lebih baik dibandingkan periode April-Juni.
Hal itu sejalan dengan aktivitas dunia usaha dan konsumsi domestik yang mulai kembali menggeliat. “Namun kami memandang pemulihannya masih akan memakan waktu lebih lama,” ujarnya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Senin 2 November 2020.
Pertumbuhan kredit perbankan tercatat masih terkontraksi, yaitu hanya tumbuh 0,12 persen pada September 2020. Kondisi tersebut disebabkan oleh kinerja penyaluran kredit kelompok bank umum swasta nasional yang mengalami perlambatan secara bulanan -0,27 persen.
Wimboh mengatakan pertumbuhan kredit umumnya masih ditopang oleh kredit bank milik pemerintah (Himbara), sedangkan berdasarkan kategori permodalan atau BUKU didominasi oleh bank BUKU 2 dan 4 yang mencapai 68 persen dari total portofolio.
“Belum kuatnya permintaan kredit ini mencerminkan sikap sektor swasta yang masih berhati-hati atau wait and see terhadap outlook risiko ke depan,” kata Wimboh. Dengan demikian, kinerja intermediasi di 2021 diproyeksi belum akan sepenuhnya bergulir cepat, mengingat perbankan juga masih dalam tahap konsolidasi di 2021.
OJK pun memutuskan untuk memperpanjang stimulus relaksasi kredit berupa restrukturisasi baik di perbankan, perusahaan pembiayaan, maupun lembaga keuangan mikro hingga Maret 2022. Semula, kebijakan ini diharuskan selesai pada Maret 2021.
<!--more-->
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan pada masa konsolidasi tersebut, perbankan diharapkan untuk mulai menyiapkan antisipasi adanya potensi gagal bayar dari nasabah-nasabah yang sebelumnya telah dibantu melalui restrukturisasi.
“Masing-masing harus melakukan asesmen untuk mengukur kemungkinan nasabah-nasabah restrukturisasi yang tidak berhasil dan harus dibentuk cadangannya,” ucapnya. Dengan demikian, perpanjangan kebijakan itu akan menekankan pada penerapan manajemen risiko bank yang lebih memadai. Adapun hingga 5 Oktober 2020, realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan telah mencapai Rp 914,65 triliun untuk 7,53 juta debitur.
Selain restrukturisasi kredit, OJK juga tengah menyiapkan perpanjangan beberapa stimulus lanjutan, seperti pengecualian perhitungan aset berkualitas rendah (loan at risk) dalam penilaian tingkat kesehatan bank, tata kelola persetujuan kredit restrukturisasi, hingga penundaan implementasi Basel III.
Tak hanya industri perbankan, industri keuangan non bank juga bersiap untuk mulai bangkit di tahun depan. Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi mengatakan peluang perbaikan terbuka, misalnya untuk industri asuransi yang tercermin dari kemampuan penghimpunan premi yang kembali stabil.
“Baik asuransi jiwa, asuransi umum, maupun reasuransi kami yakin masih bisa bertumbuh,” ucapnya. Guna mendorong pertumbuhan tersebut, otoritas tengah menyiapkan sejumlah regulasi untuk mendorong performa penghimpunan premi di tengah pandemi, salah satunya terkait produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI).
<!--more-->
“Kami siapkan aturan supaya mereka tetap bisa melakukan penjualan secara virtual, namun harus dipastikan proses penjualan itu terekam dengan baik dan bisa memitigasi dispute pemahaman dari pemegang polis nantinya,” ujarnya. Sehingga, dalam implementasinya OJK akan menekankan pada kapabiltas dan kredibilitas infrastruktur teknologi dan informasi perusahaan asuransi.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan selama pandemi Covid-19 masih menjangkit Indonesia, performa perekonomian dan industri keuangan masih bakal sulit mencapai angka positif.
“Karena ekonomi kita tidak mungkin bisa tumbuh normal, yang bisa dilakukan adalah menjaga agar tetap bisa bertahan, dan kalau pun terjadi penurunan, penurunannya minimal,” kata dia.
Adapun kinerja intermediasi industri keuangan amat bergantung pada kinerja investasi sektor riil. Maka, kebangkitan investasi dan pulihnya aktivitas sektor riil menjadi syarat mutlak untuk menopang pertumbuhan penyaluran kredit dan pembiayaan.
Baca: OJK Yakin Angka Kredit Macet Perbankan 2020 Tak Sampai 5 Persen