IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI jadi Minus 1,5 Persen Tahun Ini
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 14 Oktober 2020 09:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dana Moneter Internasional atau IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini dari minus 0,3 persen menjadi minus 1,5 persen. Menurut lembaga itu, tak hanya Indonesia, tapi hampir seluruh negara berkembang diperkirakan mencatat kontraksi ekonomi tahun ini.
"Sementara itu, negara seperti India dan Indonesia tengah berjuang untuk membuat pandemi lebih terkendali," tulis laporan IMF yang berjudul A Long and Difficult Ascent tersebut, Selasa malam, 13 Oktober 2020. Secara khusus IMF memberikan revisi pertumbuhan lebih dalam bagi India setelah melihat dampak dari pandemi yang parah di negara tersebut.
Di bidang fiskal, IMF juga menegaskan proyeksinya konsisten dengan penurunan bertahap dari stimulus fiskal yang besar pada tahun 2020, termasuk mengembalikan defisit fiskal menjadi di bawah 3 persen dari PDB pada tahun 2023. Sementara di bidang moneter, IMF menilai asumsi kebijakan moneter sejalan dengan pemeliharaan inflasi dalam rentang target bank sentral.
Untuk tahun 2021, IMF memperkirakan pertumbuhan Indonesia akan meningkat hingga 6,1 persen. Kemudian, pada 2025, Indonesia diproyeksikan hanya akan tumbuh 5,1 persen.
IMF juga memproyeksikan defisit transaksi berjalan Indonesia diperkirakan hanya akan mencapai 1,3 persen pada tahun ini. Angka tersebut diperkirakan meningkat tahun depan menjadi 2,4 persen terhadap PDB sejalan dengan pemulihan ekonomi.
Sebelumnya Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath memperkirakan global bakal menyusut menjadi minus 4,4 persen pada tahun ini. Angka ini menurun bila dibandingkan data per Juni lalu yang masih mencatat pertumbuhan minus 5,2 persen.
<!--more-->
Hal tersebut disampaikan dalam laporan Outlook Ekonomi Dunia terbaru yang dirilis Selasa kemarin, 13 Oktober 2020. Terkait hal itu, IMF memandang resesi tahun ini tidak terlalu mengkhawatirkan karena sejumlah negara telah mengucurkan stimulus besar-besaran dari pemerintah dan bank sentral.
Meski begitu, menurut IMF, krisis masih jauh dari kata selesai. Ekonomi dunia dinilai masih menghadapi pemulihan yang tidak merata sampai virus Corona dijinakkan. "Dalam Prospek Ekonomi Dunia terbaru kami, kami terus memproyeksikan resesi yang dalam pada tahun 2020," ujar Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath.
Lebih jauh, menurut Gopinath, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun depan bisa pulih di angka 5,2 persen. "Pertumbuhan global di 2020 diproyeksikan menjadi -4,4 persen, revisi naik 0,8 persen dibandingkan dengan update bulan Juni."
Peningkatan tersebut, kata dia, karena melihat hasil yang kurang mengkhawatirkan pada kuartal kedua. Selain itu, ada tanda-tanda pemulihan yang lebih kuat di kuartal ketiga dan sebagian diimbangi oleh penurunan peringkat di beberapa negara berkembang dan berkembang.
"Pada tahun 2021, pertumbuhan diproyeksikan akan pulih menjadi 5,2 persen, -0,2 persen di bawah proyeksi kami di bulan Juni," kata Gopinath.
Adapun kontraksi ekonomi dinilai masih akan menjadi yang terdalam sejak Great Depression, di mana pandemi Covid-19 telah menewaskan lebih dari 1 juta orang dan menutup sebagian besar kegiatan bisnis.
<!--more-->
Output tahun ini dan bahkan 2021 di negara maju dan negara berkembang diproyeksikan akan berada di bawah level 2019. Namun hal ini tidak dialami Cina, di mana output diprediksi lebih tinggi tinggi dari 2019, karena perekonomiannya disokong oleh sektor manufaktur.
Secara umum, menurut Gopinath, krisis ekonomi kemungkinan besar akan berimbas jangka menengah karena pasar tenaga kerja perlu waktu untuk pulih. Selain itu investasi terhambat oleh ketidakpastian serta kehilangan waktu bersekolah bakal merusak modal SDM.
Setelah rebound pada 2021, pertumbuhan global diperkirakan akan melambat secara bertahap menjadi sekitar 3,5 persen dalam jangka menengah.
Gopinath juga menyebutkan kondisi kemiskinan ekstrim akan meningkat untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua dekade, dan kehilangan output yang terus-menerus menyiratkan kemunduran besar terhadap standar hidup versus hari-hari sebelum pandemi. Orang miskin semakin miskin dengan hampir 90 juta orang diperkirakan akan jatuh ke dalam kekurangan ekstrim tahun ini.
Oleh karena itu, IMF mengingatkan agar dukungan fiskal dan moneter perlu tetap diberikan. "Kebangkitan dari bencana ini kemungkinan besar akan berlangsung lama, tidak merata, dan sangat tidak pasti. Penting agar dukungan kebijakan fiskal dan moneter tidak ditarik secara prematur, sebaik mungkin," tutur Gopinath.
BISNIS
Baca: Jokowi Sebut Pertumbuhan Ekonomi RI Masuk 3 Besar Dunia Versi IMF