PT Bukit Asam Incar Pasar Batu Bara Baru, Mulai dari Kamboja hingga Sri Lanka
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 30 September 2020 13:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pendapatan perusahaan tambang batu bara, PT Bukit Asam (Persero) Tbk atau PTBA, tergerus akibat pandemi Covid-19 karena adanya penurunan permintaan pasar hingga anjloknya harga komoditas. Untuk menjaga stabilitas keuangan hingga akhir tahun 2020 ini, Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengatakan perusahaan telah memiliki sejumlah strategi.
Salah satu upaya yang dilakukan entitas adalah mencari ceruk pasar baru di negara non-tradisional. “Dari sisi marketing, kami cari market baru non-tradisional seperti Kamboja, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka yang masih mempunyai PLTU dan kebutuhan terhadap batu bara,” ujar Arviyan saat konferensi pers virtual, Rabu, 30 September 2020.
Laba bersih PTBA pada semester I 2020 turun sebesar 35,8 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Per Juni 2020, PTBA mengantongi laba senilai Rp 1,3 triliun selama semester I 2020. Sedangkan pada paruh pertama 2019 mencapai Rp 2,08 triliun.
Penurunan laba didorong oleh merosotnya harga komoditas yang mencapai 20 persen. Bila Januari lalu posisi komoditas batu bara masih berada di kisaran US$ 66 per ton, pada Juni harga tersebut turun menjadi US$ 52 per ton.
Di samping mencari pasar potensial, Arviyan menjelaskan, perusahaan telah melakukan pelbagai efisiensi dari sisi operasional untuk menekan beban. Biaya-biaya yang dianggap tidak berpengaruh terhadap produksi pun dipangkas. PTBA menurunkan biaya operasional beban pokok penjualannya dari Rp 6,8 triliun menjadi Rp 6,4 triliun.
<!--more-->
Perusahaan juga menangguhkan belanja modal dari Rp 4 triliun menjadi Rp 2,7-3 triliun untuk tahun ini. Dalam kondisi pandemi, Arviyan menjelaskan perusahaan telah membentuk tim efisiensi untuk merumuskan kebijakan dan melakukan perbaikan.
Kendati pendapatan perusahaan menurun, dia memastikan perseroan tidak mengambil langkah untuk mengurangi karyawan dengan pemutusan hubungan kerja atau PHK. Arviyan juga menjamin perusahaan tidak memotong fasilitas pekerja.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik atau BPS, ekspor produk pertambangan dan lainnya pada Agustus 2020 melorot 0,28 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya karena terpengaruh penurunan ekspor batu bara. Sedangkan secara year on year, ekspor produk tersebut mengalami penurunan cukup signifikan, yakni 22,45 persen.
Meski demikian, manajemen masih optimistis PTBA akan mencapai pertumbuhan positif pada akhir 2020. Direktur Niaga PTBA Adib Ubaidillah mengatakan indeks harga batu bara sudah mengalami sedikit kenaikan pada paruh kedua 2020 dibandingkan semester I lantaran dipicu oleh peningkatan permintaan dari Cina.
“Kami harapkan dari sisi permintaan terus ada kenaikan. Kami optimistis kinerja positif sampai akhir tahun positif,” ucapnya. Saat ini, Adib menyebut kompetitor pesaing Indonesia untuk eksportir batu bara ialah Rusia. Sedangkan kompetitor lainnya, yakni Australia, telah mengurangi produksinya.
Baca: Terimbas Pandemi, Laba Bersih Bukit Asam Semester I Turun Jadi Rp 1,3 T