Teten Ingin Petani Kopi Bergabung dengan Koperasi agar Mendapat Bantuan Pinjaman
Reporter
Larissa Huda
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 24 September 2020 03:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Mengengah (UKM) Teten Masduki mengatakan pemerintah telah menyiapkan skema untuk menggenjot penyerapan kopi lokal. Hal ini dilakukan karena penyerapan kopi dalam negeri yang terganggu akibat penurunan daya beli masyarakat dan turunnya permintaan global.
Sementara itu, produksi kopi dalam negeri terus berlangsung dan sebanyak 96,6 persen produksi kopi berasal dari perkebunan rakyat. “Kami akan memperkuat kelembagaan usahanya. Setiap daerah petani didorong untuk bergabung dengan koperasi. Nanti kami akan bantu pembiayaan untuk koperasi,” ujar Teten, Rabu 23 September 2020.
Menurut Teten, penguatan kelembagaan di sektor kopi bisa membantu mensejahterakan petani kopi karena koperasi yang akan berhadapan dengan pasar. Dengan begitu, pemerintah bisa melindungi petani dari anjloknya permintaan dan segera bisa mengatasi kebutuhan keuangan petani dari koperasi tanpa harus menunggu dinamika pasar.
“Harga (kopi) kita masih tinggi dibanding Vietnam. Saya sudah bilang supaya tidak perlu lagi mengeluarkan izin impor supaya bisa menyerap produk dalam negeri yang sekarang tidak diserap oleh pasar domestik atau ekspor,” tutur Teten.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengatakan puncak perkiraan musim panen kopi Gayo asal Aceh diperkirakan pada akhir September 2020 ini. Secara umum, pangsa pasar regional hanya 20 persen dari produksi. Sementara itu, sebanyak 80 persen diserap ekspor dengan negara tujuan utama ke Amerika Serikat, dan ke beberapa negara lain. Namun, permintaan kopi Gayo oleh importir mengalami penurunan signifikan.
<!--more-->
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), perkembangan ekspor Januari-Juli 2020 terjadi penurunan 29,1 persen untuk ekspor komoditas kopi, teh, dan rempah-rempah dibanding periode sama tahun lalu. “ Sehingga sisanya menumpuk di gudang, sementara pohon kopi terus produksi setiap hari,” ujar Nova.
Gubernur Lampung Arinal Djunaidi mengatakan produktivitas kopi dalam negeri masih rendah. Ia menyebutkan tingkat produktivitas kopi di Indonesia hanya 0,7 ton per hektare, sementara Vietnam mampu memproduksi 5-6 ton per hektare,. Hal ini, kata dia, terjadi karena sebagian besar perkebunan kopi terletak di kawasan hutan yang tidak boleh ada pengembangan teknologi dalam pemeliharaannya.
“Apabila kopi bisa dilakukan di kawasan lahan masyarakat diperkirakan bisa mencapai 4 ton per hektare, sehingga dalam setahun bisa 2 kali panen, sehingga ini akan membuat petani meningkat ekonomi kerakyatan,” kata dia. Namun, ia mengatakan perlu ada pelatihan dan pendampingan bagi petani untuk menaikkan kualitas kopi lokal.
Ia juga mengusulkan agar Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian memperketat syarat yang ketat seperti phytosanitary dan kualitas kopi yang diimpor. Hal ini dilakukan di Filipina yang menerapkan health certificate yang ketat.
Selain itu, ia mendorong adanya hilirisasi agar petani bisa diajak ke usaha tani di wilayah kawasan lahan masyarakat. “Sehingga penerapan teknologi bisa dilakukan dan sistem penjualan bisa terjangkau,” kata dia.
<!--more-->
Co-Founder Anomali Coffee Irvan Helmi Anomali Coffee mengatakan pilihan hilirisasi perlu diperhatikan dengan cermat. Jangan sampai, kata dia, hilirisasi jadi jebakan bisnis yang berujung kepada kerugian. Menurut dia, mengekspor biji kopi tak akan sama dibandingkan roasted coffee karena setiap pelaku usaha memiliki cara yang berbeda dalam mengolah kopi.
Kemudian, Irvan mengatakan penurunan daya beli masyarakat akan berdampak sampai ke hulu. Untuk itu, kata dia, pelaku usaha sejatinya harus mampu menciptakan imej kopi sebagai minuman ringan atau soft drink. “Masa pandemi, konsumen tidak suka inovasi berlebihan. Kalau bisa tempatkan diri, ciptakan produk kopi tetap menjadi soft drink, atau desert beverage,” ujar Irvan.
Kemudian, Irvan mengaku perlu ada channel baru dalam menjual kopi, misalnya lewat e-commerce. Cara tersebut, kata dia, akan efektif apabila ada kolaborasi atau kampanye nasional untuk konsumsi kopi lokal. “Sehingga penyerapan di hulu akan semakin besar ketika ada hal seperti itu,” ujar Irvan.
Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM Victoria Simanungkalit mengatakan pemerintah juga mencoba mengidentifikasi pasar bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) agar kopi lokal bisa terserap. Kemudian, Victoria mengatakan telah berdiskusi dengan PT Sarinah (Persero) yang sedang mencari pasokan komoditas kopi. “Kami coba penguatan daya saing produk kopi untuk menyesuaikan selera pasar,” ujar Victoria.
Baca juga: Selain Inovasi Produk, Teten Masduki Ingin UMKM Pikirkan Model Bisnis
LARISSA HUDA