Lembaga Demografi UI Beberkan Serentetan Masalah Tenaga Kerja dalam Omnibus Law
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 11 September 2020 17:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Demografi Universitas Indonesia (UI) membeberkan sejumlah masalah dan tantangan dalam pasar tenaga kerja indonesia. Sejumlah masalah ini terjadi di tengah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang sedang berlangsung.
Kepala Lembaga Demografi UI Turro Selrits Wongkaren mengatakan supply tenaga kerja saat ini kian bertambah akibat bonus demografi. Tapi aturan mainnya masih Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Kondisi 17 tahun yang lalu sangat berbeda dengan kondisi sekarang," kata Turro dalam webinar di Jakarta, Jumat, 11 September 2020.
Dalam 17 tahun ini, kata Turro, penduduk Indonesia sudah bertambah hingga 40 juta lebih. Sehingga mau tidak mau, terjadi perubahan signifikan pada pasar tenaga kerja di Indonesia. Hingga Februari 2020 saja, angkatan kerja di Indonesia sudah mencapai 138 juta orang.
Ke depan, jumlah ini akan terus bertambah. Jika tidak diimbangi dari segi demand side alias penyerapan tenaga kerja, maka akan muncul kelompok pengangguran baru. Bonus demografi yang mencapai puncak pada 2020 hingga 2024 ini berubah menjadi bencana demografi.
<!--more-->
Di tengah situasi ini, pemerintah kemudian menawarkan kebijakan Rancangan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Menurut Turro, RUU ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru. Sehingga, dapat menyerap angkatan kerja.
Tapi, Turro mengingatkan perlunya keseimbangan antara perusahaan yang menghadapi ketidakpastian, terutama di masa pandemi ini, dengan perlindungan pekerja. Sehingga, pembahasan RUU ini dinilai harus mendengarkan masukan pihak yang terlibat. "Harus selalu ada dialog di negara ini," kata dia.
Di tengah masalah ini, sejumlah poin dalam Global Talent Competitiveness Index (GCTI) 2020 dinilai bisa menjadi indikator perbaikan pasar tenaga kerja Indonesia. Keempatnya yaitu enable, attract, growth, dan retain.
Pada poin enable, pemerintah perlu membuat situasi yang memungkinkan pekerja bekerja dengan optimal. Salah satunya menekan angka korupsi. "Kalau banyak korupsi, orang mikir saya mau kerja kok uang saya sudah diambil duluan?"
Dalam poin attract, pemerintah harus memastikan para pekerja mau tetap bertahan di wilayah kerja mereka masing-masing. Pekerja di kota tetap di kota, yang di daerah tetap di daerah. Kuncinya adalah tidak ada diskriminasi di dalam pekerjaan.
<!--more-->
Dalam poin growth, seorang pekerja harus dipastikan bisa memperbaiki keahlian dan pengetahuannya dalam bekerja. Lalu poin terakhir yaitu retain, bagaimana memastikan pekerja bisa tetap bertahan di pekerjaannya. "Salah satu caranya yaitu dengan memberikan perlindungan bagi mereka," kata Turro.
Baca juga: Targetkan Omnibus Law Disahkan Oktober, BKPM: Persempit Celah Pungli
FAJAR PEBRIANTO