Sri Mulyani Sebut Momen Krisis sebagai Pemicu Reformasi, Begini Penjelasannya
Reporter
Eko Wahyudi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 14 Agustus 2020 15:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan momen krisis ekonomi karena pandemi Covid-19 saat ini bisa digunakan sebagai pemicu reformasi untuk masa depan.
Dia menceritakan, Indonesia selama 20 tahun terbukti mampu menjaga disiplin fiskal defisit APBN di bawah angka 3 persen. "Inilah yang membentuk kebijakan makro ekonomi yang kuat dan sustainable," kata Sri Mulyani melalui akun media sosial Facebook, Jumat, 14 Agustus 2020.
Pandemi Covid-19, menurut Sri Mulyani, telah mengubah secara dramatis perhitungan anggaran dan perekonomian Indonesia. Saat pergerakan ekonomi melemah, penerimaan negara turun, dan belanja negara yang menjadi harapan utama untuk pemulihan ekonomi meningkat tajam. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan memperlebar batasan defisit APBN.
Agar aktivitas ekonomi terus berlanjut dan terwujud lebih cepat, pemerintah telah memutuskan untuk memperpanjang dan memperluas dukungan untuk perlindungan sosial, UMKM, dan sektor padat karya. Dia berharap dengan pendekatan tersebut, ekonomi akan kembali bangkit.
"Pada tahun 2021 dukungan stimulus fiskal akan mulai dikurangi seiring dengan ekonomi yang diharapkan tumbuh dan bergerak dengan perkiraan defisit 5,04 persen, 4 persen di tahun 2022, dan kembali di bawah 3 persen di tahun 2023," ucap Sri Mulyani.
<!--more-->
Selain mengelola defisit secara prudent, pemulihan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi butuh keberlanjutan agenda reformasi. Reformasi di berbagai bidang seperti perlindungan sosial, pendidikan, kesehatan tersebut juga membuat peran pemerintah daerah menjadi sangat penting.
"Reformasi membangun iklim investasi untuk mempercepat pemulihan ekonomi melalui omnibus law Cipta Kerja terus diupayakan agar tahun ini dapat disetujui oleh DPR," tutur Sri Mulyani.
Untuk menggenjot penerimaan negara, kata Sri Mulyani, reformasi perpajakan akan terus dilanjutkan. Caranya, dengan membangun dukungan sistem terintegrasi dengan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti penerimaan royalti dan dividen BUMN, serta perpajakan atas aktivitas ekonomi digital.
Kendati usaha akselerasi pembangunan infrastruktur sedikit diperlambat karena kondisi pandemi, menurut Sri Mulyani, bukan berarti proyek dihentikan sama sekali. Sebab, kelak akan mempengaruhi kecepatan Indonesia menuju upper middle income country.
Oleh karena itu, pemerintah di masa mendatang tak lagi akan menggantungkan sumber pembiayaan dari APBN dan utang BUMN agar sustainable di jangka panjang. Dengan begitu diharapkan kepercayaan pada aktivitas investasi dan konsumsi bakal tetap tinggi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat. "Ayo jaga terus optimisme, sama-sama kita berjuang untuk bangkit," ucap Sri Mulyani.
Baca juga: Sri Mulyani Kenang 22 Tahun Lalu, Sebut Jokowi Dapat Berkah dari Krisis Ekonomi