Staf Edhy Prabowo: Beleid Ekspor Lobster Untungkan Semua Pihak
Reporter
Antara
Editor
Kodrat Setiawan
Jumat, 24 Juli 2020 07:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, TB Ardi Januar, menyatakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 terkait ekspor benih lobster menguntungkan nelayan, pembudidaya, pelaku usaha, maupun negara.
"Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri No. 12 Tahun 2020 ini, semua pihak mendapat keuntungan," kata TB Ardi Januar dalam rilis di Jakarta, Jumat, 24 Juli 2020.
Menurut dia, regulasi tersebut membuat nelayan yang menangkap benih mendapat nilai ekonomi. Sedangkan para pembudidaya menerima nilai ekonomi, para pengusaha yang melakukan ekspor mendapat untung, dan negara mendapat pemasukan.
Ardi juga menjelaskan keputusan menetapkan Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020 sudah melalui proses panjang dengan melibatkan para ahli di bidang kelautan perikanan dan juga ahli ekonomi.
Selain itu, ujar dia, keterlibatan para ahli merupakan perintah langsung dari Menteri Edhy agar beleid yang ambil benar-benar matang.
Alasan lain KKP mengeluarkan Permen 12 Tahun 2020 adalah keluh-kesah ribuan nelayan penangkap lobster yang kehilangan mata pencarian sejak terbitnya Permen KP 56 Tahun 2016, yang melarang pengambilan benih untuk dibudidaya sehingga mematikan usaha budidaya lobster masyarakat.
"Yang jelas bahwa di Permen 56 nelayan tidak mendapat nilai ekonomi, pembudidaya tidak mendapat nilai ekonomi, negara tidak mendapat pemasukan. Sementara benih tetap diambil oleh penyelundup," katanya.
Ia mengungkapkan bahwa saat pengambilan benih lobster dilarang, ironinya penyeludupan terus berjalan, yang berakibat tidak hanya nelayan dan pembudidaya yang terpuruk ekonominya, negara juga mengalami kerugian.
Berdasarkan data PPATK, lanjutnya, kerugian negara imbas penyelundupan benih lobster mencapai Rp 900 miliar.
Di samping itu, ujar dia, pelarangan penangkapan benih lobster mengakibatkan persoalan sosial di tengah masyarakat. Sejumlah nelayan penangkap benih ditangkap aparat, yang berujung pada pembakaran kantor polisi di Pandeglang dan Sukabumi.
<!--more-->
Menurut Tb Ardi Januar, Menteri Edhy tak cuma mementingkan manfaat ekonomi dalam menerbitkan kebijakan, karena keberlanjutan lobster dan kelestarian lingkungan juga masuk perhitungan.
"Itulah sebabnya, penangkapan benih harus menggunakan alat statis yang tidak merusak ekosistem laut dan pembudidaya diwajibkan melepasliarkan hasil panen 2 persen ke alam, khususnya di wilayah konservasi," katanya.
Ia juga memastikan, Peraturan Menteri KP Nomor 12 tahun 2020 sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, di mana bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berbeda dengan pernyataan Tb Ardi, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menentang disahkannya izin penangkapan, budidaya, hingga ekspor benih lobster oleh Menteri Kelautan dan Perikanan saat ini, Edhy Prabowo. Susi menjelaskan kebijakan itu akan berisiko terhadap kelangsungan ekosistem.
Dia bercerita, negara-negara yang memiliki spiny lobster, seperti Filipina, Sri Lanka, hingga Maladewa bahkan sudah tidak memberikan izin bagi penjualan benih untuk menjaga ekosistem. Hal ini berkebalikan dengan Indonesia yang justru membuka izin tersebut.
Menurut Susi, di samping terdapat ancaman terhadap ekosistem, ekspor bibit lobster Indonesia yang umumnya dikirimkan ke Vietnam akan berpengaruh terhadap harga pasar. “Vietnam umumnya ambil lobster jenis mutiara dan pasir yang dulu harganya sangat mahal. Tapi begitu mereka bisa impor dari Indonesia dan berhasil mensuplai ke Jepang serta Cina, harga (lobster) turun jauh,” tuturnya.
Susi khawatir nasib lobster akan sama seperti bawang putih saat ekspor benih dibuka. Menurut dia, harga lobster bakal anjlok karena adanya kendali dari pasar negara lain yang menyebabkan nilai serapan di level nelayan sangat rendah.
Susi menyebut kebijakan pemerintah mengizinkan kembali perdagangan bayi lobster akan merugikan baik dari sisi pasar maupun ekosistemnya. Sebab, kata Susi, jumlah tangkapan lobster dewasa akan berkurang.
<!--more-->
Ketua Harian DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Dani Setiawan mendesak pemerintah untuk menyusun peta jalan yang jelas dan komprehensif terkait dengan pengembangan budidaya lobster. Pasalnya, jika soal budidaya tak dilakukan, maka soal keputusan untuk kembali membuka keran ekspor benih lobster akan dicap sebagai kepentingan para pengusaha selaku eksportir.
Setelah budidaya mampu dikembangkan dengan baik, kata Dani, ekspor benur pun harus dihentikan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan kecil.
"Kalau tidak diberikan waktu atau tenggang waktu sampai kapan ekspor dibuka dan berapa banyak jumlahnya, nanti justru orientasi ekpsor ini lebih banyak digunakan untuk mengeksploitasi benih lobster untuk kepentingan ekspor, ini yang kemudian menjadi masalah," kata dia.
ANTARA I FRANCISCA CHRISTY ROSANA I EKO WAHYUDI