Izinkan Ekspor Lobster, Edhy Prabowo: Saya Enggak Peduli Dibully

Senin, 6 Juli 2020 14:24 WIB

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (tengah) didampingi Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji (kanan) dan Plt Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Nilanto Perbowo (kiri) memaparkan kronologis penangkapan kapal pencuri ikan berbendera Vietnam saat jumpa pers di Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak di Sungai Rengas, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Kamis , 9 Januari 2020. ANTARA

TEMPO.CO, Jakarta – Suara Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sedikit meninggi saat menyampaikan argumen terkait maksud pemerintah membuka ekspor benih lobster dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 6 Juli 2020. Dalam penjelasannya, ia sekaligus menjawab isu dugaan konflik kepentingan dalam pemberian izin ekspor kepada 30 eksportir yang diduga berafiliasi dengan kader Partai Politik.

“Mohon maaf terbawa semangat. Tapi yang jelas saya enggak mau menari untuk popularitas,” ujar Edhy pada pengujung rapat.

Edhy mengakui kebijakannya terkait ekspor benur menuai hujan kritik. Pemberian izin ekspor kepada sembilan perusahaan sempat dimasalahkan lantaran diduga menspesialkan entitas tersebut.

Padahal, menurut Edhy, Kementerian membuka kesempatan yang sama untuk seluruh korporasi maupun koperasi yang berniat ingin mengajukan izin. Di samping itu, ia menerangkan, pihak yang berwenang memberikan izin bukan berasal dari menteri langsung, melainkan tim yang terdiri atas direktorat jenderal terkait, irjen, hingga sekjen kementerian.

Lebih lanjut, untuk menanggapi sorotan miring terhadap Kementerian, dia menyatakan tidak terlampau ambil pusing. “Saya enggak peduli akan dibully selama tujuannya menyejahterakan rakyat. Saya juga enggak peduli muka saya digambar telanjang, yang penting bikin rakyat makan,” ucapnya.

Advertising
Advertising

Kementerian Kelautan dan Perikanan pimpinan Edhy Prabowo membuka izin ekspor benih lobster melalui Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020. Beleid ini sekaligus membatalkan regulasi sebelumnya pada era kepemimpinan Susi Pudjiastuti yang melarang pengiriman bayi lobster ke luar negeri.

Majalah Tempo edisi 6 Juli 2020 mengulas sejumlah fakta di balik giat ekspor benur lobster di masa kepemimpinan Edhy. Dalam pembukaan ekspor tersebut, KKP dilaporkan telah memberikan izin kepada 30 perusahaan yang terdiri atas 25 perseroan terbatas atau PT, tiga persekutuan komanditer alias CV, dan dua perusahaan berbentuk usaha dagang atau UD. Penelusuran Tempo menemukan 25 perusahaan itu baru dibentuk dalam waktu 2-3 bulan ke belakang.

<!--more-->

Di samping itu, sejumlah kader partai diduga menjadi aktor di belakang perusahaan-perusahaan ini. Pada PT Royal Samudera Nusantara, misalnya, tercantum nama Ahmad Bahtiar Sebayang sebagai komisaris utama. Bahtiar merupakan Wakil Ketua Umum Tunas Indonesia Raya, underbouw Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra. Tiga eksportir lainnya juga terafiliasi dengan partai yang sama. Ada pula nama Fahri Hamzah, mantan Wakil Ketua DPR, sebagai pemegang saham salah satu perusahaan. Muncul juga nama lain dari Partai Golkar.

Selanjutnya, tertera nama Buntaran, pegawai negeri sipil (PNS) yang dipecat pada era Menteri Susi. Dia terlibat perkara penyelundupan benih lobster dan pencucian uang sehingga divonis 10 tahun penjara.

Edhy menyangkal kebijakannya dilakukan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. “Sedikit pun saya tidak ingin memperkaya diri sendiri atau pihak tertentu. Saya juga tidak punya bisnis di industri perikanan dan kelautan,” katanya.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta Komisi Pemberantasan Korupsi segera mengusut proses pemberian izin ekspor benih lobster. “KPK juga harus menghentikan kegiatan ekspor benih lobster setidaknya untuk sementara sambil menunggu hasil kajian yang dilakukan Tim KPK,” ujar Boyamin dalam keterangannya.

Boyamin menilai, semestinya izin ekspor bayi lobster tidak pernah dibuka karena merugikan nelayan. Musababnya, nelayan akan memperoleh nilai beli sangat kecil dan kegiatan ini hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu dan pemodal skala besar.

“Jika terpaksa izin ekspor benih lobster, harus diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat dan perusahaan yang di daerah sehingga akan merata,” katanya. Ia mengimbuhkan, KPK harus memperlakukan kasus ekspor lobster seperti kajian Kartu Prakerja yang sementara disetop untuk kajian mendalam.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA | MAJALAH TEMPO

Berita terkait

KKP Tingkatkan Kualitas dan Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

7 jam lalu

KKP Tingkatkan Kualitas dan Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadikan peringatan Hari Tuna Sedunia sebagai momentum meningkatkan kualitas dan jangkauan pasar komoditas perikanan tersebut

Baca Selengkapnya

Trenggono Akui Ekosistem Budi Daya Lobster Belum Terbentuk

3 hari lalu

Trenggono Akui Ekosistem Budi Daya Lobster Belum Terbentuk

Trenggono menjelaskan alasannya menggandeng negara tetangga, Vietnam untuk budi daya benih lobster. Trenggono telah membuka keran ekspor benur.

Baca Selengkapnya

Sebut Lobster Komoditas Unggul Indonesia, Trenggono Terimakasih ke Vietnam

3 hari lalu

Sebut Lobster Komoditas Unggul Indonesia, Trenggono Terimakasih ke Vietnam

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa setidaknya ada lima komoditas di sektor perikanan dan kelautan Tanah Air yang unggul. Ia menyebut lima komoditas itu di antaranya udang, rumput laut, tilapia, lobster, dan kepiting.

Baca Selengkapnya

Menteri KKP Ajak Investor Asing Investasi Perikanan

3 hari lalu

Menteri KKP Ajak Investor Asing Investasi Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP mengajak investor untuk investasi perikanan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

KKP Tangkap Kapal Alih Muatan Ikan Ilegal, Greenpeace Desak Pemerintah Hukum Pelaku dan Ratifikasi Konvensi ILO 188

6 hari lalu

KKP Tangkap Kapal Alih Muatan Ikan Ilegal, Greenpeace Desak Pemerintah Hukum Pelaku dan Ratifikasi Konvensi ILO 188

Greenpeace meminta KKP segera menghukum pelaku sekaligus mendesak pemerintah untuk meratifikasi Konvensi ILO 188 tentang Penangkapan Ikan.

Baca Selengkapnya

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

6 hari lalu

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

KKP meringkus satu kapal ikan asing ilegal berbendera Malaysia saat kedapatan menangkap ikan di Selat Malaka.

Baca Selengkapnya

Menteri Trenggono : Pengelolaan Sedimentasi untuk Kesejahteraan Masyarakat

6 hari lalu

Menteri Trenggono : Pengelolaan Sedimentasi untuk Kesejahteraan Masyarakat

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan bahwa pilot project inovasi pengembangan kawasan berbasis pemanfaatan sedimen memiliki dampak signifikan untuk kemakmuran/kesejahteraan masyarakat.

Baca Selengkapnya

KKP Tangkap Kapal Malaysia Pencuri Ikan yang Tercatat sudah Dimusnahkan tapi Masih Beroperasi

6 hari lalu

KKP Tangkap Kapal Malaysia Pencuri Ikan yang Tercatat sudah Dimusnahkan tapi Masih Beroperasi

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap kapal pencuri ikan berbendera Malaysia. Kapal itu tercatat sudah dimusnahkan tapi masih beroperasi

Baca Selengkapnya

Greenpeace Apresiasi KKP Tangkap Kapal Transhipment dan Mendesak Usut Pemiliknya

6 hari lalu

Greenpeace Apresiasi KKP Tangkap Kapal Transhipment dan Mendesak Usut Pemiliknya

Greenpeace Indonesia mengapresiasi langkah KKP yang menangkap kapal ikan pelaku alih muatan (transhipment) di laut.

Baca Selengkapnya

KKP Galang Kolaborasi Internasional untuk Perluas Kawasan Konservasi Laut

8 hari lalu

KKP Galang Kolaborasi Internasional untuk Perluas Kawasan Konservasi Laut

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), menggalang dukungan internasional untuk mewujudkan perluasan kawasan konservasi laut seluas 97,5 juta hektare (ha) atau setera 30 persen luas laut perairan Indonesia pada tahun 2045.

Baca Selengkapnya