Kisah Eks Bos Merpati Menanti Janji Pembayaran Hak Solvabilitas

Kamis, 2 Juli 2020 05:03 WIB

Mantan karyawan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) melakukan aksi di depan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu, 14 November 2018. Dalam aksinya mereka menuntut agar PT Merpati Nusantara Airlines tidak terjadi pailit dan beroperasi kembali. ANTARA/Zabur Karuru

TEMPO.CO, Jakarta – Dering notifikasi telepon seluler milik Ridwan Fatarudin hampir tak henti berbunyi dalam beberapa bulan terakhir. Ponsel Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines periode 1992-1995 itu menampung hampir 200 pesan pendek saban hari. Ratusan pesan itu datang dari pensiunan perusahaan yang mengeluhkan ketidakjelasan pembayaran hak solvabilitas setelah Merpati bangkrut.

“Apalagi masa pandemi, situasinya makin sulit, mereka bingung. Para mantan karyawan ini kondisinya berbeda-beda. Misalnya, ada janda yang tidak punya income sama sekali,” ujar Ridwan sembari berkerut saat ditemui Tempo di rumahnya, Utan Kayu, Jakarta Timur, Sabtu petang, 27 Juni lalu.

Pesan-pesan yang mendarat di layar telepon pria berusia kepala delapan itu membuat dia pusing lantaran seluruhnya berisi keluhan. Tak sedikit juga yang bertanya: “Kapan kira-kira hak pensiunan cair?”.

Ridwan berkisah, para pensiunan maskapai ini sekarang seret menerima pembayaran hak solvabilitas dari Tim Likuidasi Dana Pensiun Merpati. Bahkan, dalam dua tahun terakhir, pencairan uang tersebut macet.

Sejak Merpati bangkrut pada 2014 dan memutuskan setop operasi, yayasan Merpati yang membidangi dana pensiunan memang ikut gulung tikar. Alasan pembubaran Yayasan Dana Pensiun ini adalah ketidakmampuan manajemen dalam membayarkan iuran. Musababnya, dana pensiun dihimpun dari iuran perusahaan sebesar dua per tiga persen dan iuran karyawan yang dipotong dari gaji sebesar sepertiga persen. Kala itu, perusahaan bahkan telah memiliki utang kewajiban iuran kepada Yayasan sebesar Rp 14 miliar.

Advertising
Advertising

Dengan kondisi tersebut, seluruh hak pensiun yang seharusnya diterima oleh purnabakti dan karyawan yang terkena kebijakan PHK, yang jumlahnya mencapai 1.748 orang, pun dialihkan menjadi hak solvabilitas. Berdasarkan hitungan aktuaria, total nilai solvabilitas milik pemegang hak dana ini mencapai Rp 96,4 miliar.

<!--more-->

Dari angka itu, sebesar Rp 48 miliar telah dibayarkan sedari 2014 dari hasil penjualan aset-aset anak usaha Merpati. Artinya, berdasarkan nilai perhitungan aktuaria, Merpati masih memiliki kewajiban pembayaran hak solvabilitas sebesar Rp 48,4 miliar.

Ridwan telah lima kali bersurat kepada manajeman Merpati dan Tim Likuidasi Dana Pensiun Merpati—tim yang ditunjuk menjadi pihak yang menyelesaikan sisa harta maupun utang setelah perusahaan atau badan usaha. Surat ini dilayangkan sejak 2018, seusai pemegang hak tidak lagi menerima pencairan solvabilitas dari pemangku kewajiban. Namun kata dia, manajemen tak jua memberikan respons dan penjelasannya.

Terakhir, Ridwan yang juga merupakan Ketua Umum Perhimpunan Purnabakti Merpati Airlines menyorongkan surat bernomor 28/PURNA MNA/VI/2020 kepada Direktur Utama Merpati Asep Ekanugraha pada 17 Juni 2020. Isi surat itu masih sama dengan surat-surat sebelumnya, yakni meminta kejelasan penyelesaian pembayaran hak solvabilitas.

Namun, saat dikonfirmasi terkait persoalan itu, Bos Merpati saat ini, Asep, tidak menjawab pesan Tempo hingga Rabu, 1 Juli 2020. Telepon yang ditujukan kepada dia pun belum kunjung direspons.

Ditemui di lokasi yang sama, mantan Corporate Secretary & Legal Merpati, Imam Turidy, mengatakan para pensiunan juga mempertanyakan proses penjualan aset Yayasan Dana Pensiun yang belum kunjung laku. Sebab bila aset berhasil dijual, tak ayal Tim Likuidasi akan dapat segera merampungkan kewajiban pencairan seluruh nilai solvabilitas kepada pemegang saham kolektif.

Adapun aset yang dimaksud adalah PT Prathita Titiannusantara, yakni perusahaan yang bergerak di sektor groundhandling pesawat, dan PT Mega Kargo. “Ini aset primadona, tapi kenapa tidak pernah laku sejak 5,5 tahun yang lalu,” tuturnya.

<!--more-->

Imam mengklaim sudah ada tiga perusahaan yang menyatakan komitmen untuk membeli dua perseroan tersebut. Nilai tawar ketiganya dikatakan lebih dari Rp 75 miliar. Namun, kata dia, selalu gagal. “Kami ingin manajemen Merpati mengevaluasi Tim Likuidasi,” ujarnya.

Di samping itu, ia pun memasalahkan proses penjualan aset BUMN ini yang tidak transparan serta tidak adanya komunikasi antara Tim Likuidasi dan perwakilan pemegang hak solvabilitas. “Tim Likuidasi hanya mengirim satu kali surat balasan berisi undangan bertemu tanpa memperhatikan jeda waktu yang pantas dan tidak menggubris permintaan kami untuk menunda pertemuan karena kami berhalangan pada tanggal dan waktu yang ditetapkan mereka secara sepihak,” ucap Imam.

Dimintai keterangan terkait masalah tersebut, Ketua Tim Likuidasi Puja Jahara tidak memberikan respons baik melalui telepon maupun pesan pendek. Sedangkan salah satu anggota Tim Likuidasi, Soemadji AS, enggan memberikan jawaban. “Silakan hubungi Ketua Tim Likuidasi,” tuturnya. Anggota Tim Likuidasi lainnya, Bambang Ismoyo, juga tidak memberikan jawaban.

Anggota Ombudsman RI sekaligus pengamat penerbangan, Alvin Lie, menilai masalah eks karyawan Merpati semestinya menjadi perhatian Kementerian BUMN dan manajemen perusahaan. Musababnya, kasus ini telah bergulir sejak bertahun-tahun lalu dan belum kelar juga hingga hari ini. “Ini juga membutuhkan niat baik tidak hanya dari manajemen Merpati, tapi juga Kementerian BUMN untuk memberikan hak pekerja,” ujar Alvin, 24 Juni lalu.

Di samping permasalahan solvabilitas, persoalan yang belum tuntas di perusahaan maskapai ekor kuning itu adalah pembayaran pesangon karyawan. Setidaknya, ada 1.233 mantan karyawan yang haknya belum dipenuhi oleh perusahaan. Sebagian besar karyawan tercatat belum menerima pelunasan pesangon sebesar 50 persen, sementara sisanya sama sekali belum memperoleh uang putus. Adapun Total tanggungan PHK yang harus dipenuhi Merpati mencapai Rp 318,17 miliar.

Dimintai tanggapan terkait sejumlah masalah di tubuh Merpati, Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin belum memberikan jawabannya. Begitu pula dengan Staf Khusus Bidang Komunikasi Kementerian BUMN, Arya Sinulingga.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA

Berita terkait

Ombudsman Usul Seleksi CASN Ditunda usai Pilkada 2024 agar Tak Jadi Komoditas Politik

16 jam lalu

Ombudsman Usul Seleksi CASN Ditunda usai Pilkada 2024 agar Tak Jadi Komoditas Politik

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengusulkan agar seleksi CASN ditunda hingga setelah Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

1 hari lalu

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mencatatkan pertumbuhan pendapatan di kuartal I 2024 ini meningkat hingga 18,07 persen dibandingkan kuartal I 2023.

Baca Selengkapnya

Pendapatan Garuda Indonesia di Kuartal Pertama 2024 Mencapai USD 711,98 Juta

1 hari lalu

Pendapatan Garuda Indonesia di Kuartal Pertama 2024 Mencapai USD 711,98 Juta

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencatatkan pertumbuhan pendapatannya di kuartal pertama 2024 ini meningkat hingga 18,07 persen.

Baca Selengkapnya

Swasembada Gula dan Bioetanol, Kementerian BUMN Gabungkan Danareksa-Perhutani

2 hari lalu

Swasembada Gula dan Bioetanol, Kementerian BUMN Gabungkan Danareksa-Perhutani

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan keterlibatan Kementerian BUMN dalam proyek percepatan swasembada gula dan bioetanol.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Bantah Konflik Nurul Ghufron dengan Albertina Ho Sebagai Upaya Pelemahan KPK

2 hari lalu

Alexander Marwata Bantah Konflik Nurul Ghufron dengan Albertina Ho Sebagai Upaya Pelemahan KPK

Alexander Marwata membantah konflik yang sedang terjadi antara Nurul Ghufron dan anggota Dewas KPK Albertina Ho tidak ada kaitan dengan pelemahan KPK.

Baca Selengkapnya

BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

3 hari lalu

BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

Tiga bulan pertama 2024, kredit BNI utamanya terdistribusi ke segmen kredit korporasi swasta.

Baca Selengkapnya

5 Hal yang Jadi Fokus Tangani Penyakit Arbovirus seperti DBD

3 hari lalu

5 Hal yang Jadi Fokus Tangani Penyakit Arbovirus seperti DBD

Kementerian Kesehatan Indonesia dan Brazil berkolaborasi untuk memformulasikan upaya mencegah peningkatan insiden penyakit Arbovirus seperti DBD

Baca Selengkapnya

5 Perbedaan Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan

3 hari lalu

5 Perbedaan Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan

Ini perbedaan Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan dilihat dari pengertian, tujuan, manfaat, kepesertaan, hingga besaran iuran.

Baca Selengkapnya

Konflik Iran-Israel, Aria Bima Tegaskan Peran Penting BUMN untuk Penguatan Ekspor

3 hari lalu

Konflik Iran-Israel, Aria Bima Tegaskan Peran Penting BUMN untuk Penguatan Ekspor

Pemerintah harus cermat menerapkan strategi, salah satunya melalui diplomasi perdagangan

Baca Selengkapnya

Budi Gunadi Sadikin Terpilih sebagai Ketua Majelis Wali Amanat ITB

6 hari lalu

Budi Gunadi Sadikin Terpilih sebagai Ketua Majelis Wali Amanat ITB

Pemilihan Budi Gunadi Sadikin itu berlangsung secara musyawarah untuk mufakat dalam rapat pleno perdana MWA ITB di Gedung Kemenristekdikti.

Baca Selengkapnya