Tren Utang Luar Negeri Diproyeksi Semakin Naik

Rabu, 17 Juni 2020 12:25 WIB

Presiden Jokowi mengikuti KTT Luar Biasa G20 secara virtual bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dari Istana Bogor, Kamis, 26 Maret 2020. KTT ini digelar secara virtual untuk menghindari penularan virus corona. Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr

TEMPO.CO, Jakarta- Utang luar negeri Indonesia diproyeksi akan terus meningkat hingga akhir tahun ini. Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah Redjalam berujar peningkatan utamanya akan terjadi pada utang luar negeri pemerintah. Perilaku agresif pemerintah dalam menarik pembiayaan kata dia tak terlepas dari kondisi pandemi Covid-19 yang membutuhkan pembiayaan tambahan untuk penanggulangannya hingga Rp 695,20 triliun.

“Di satu sisi penerimaan pemerintah menurun drastis, sehingga defisit anggaran melebar dan membutuhkan pembiayaan yang jauh lebih besar,” ujar Piter kepada Tempo, Selasa 16 Juni 2020.

Sebagian dari pembiayaan itu berasal dari penerbitan surat utang global atau global bond hingga pinjaman bilateral dan multilateral. Berdasarkan catatan Bank Indonesia, hingga akhir April 2020 total utang luar negeri Indonesia mencapai US$ 400,2 miliar atau setara dengan Rp 5.642,8 triliun (asumsi kurs Rp 14.100 / US$). ULN sektor publik atau milik pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 192,4 miliar, sedangkan ULN sektor swasta termasuk BUMN sebesar US$ 207,8 miliar.

Secara keseluruhan ULN tumbuh 2,9 persen (year on year) atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada Maret 2020 sebesar 0,6 persen. “Fenomena ini akan berlanjut selama wabah masih berlangsung, karena kondisi kita sekarang ini dalam suasana tidak normal dan tidak banyak pilihan,” katanya.

Advertising
Advertising

Piter melanjutkan anggaran kebutuhan penanggulangan dampak wabah berpotensi terus bertambah, sehingga sebagai konsekuensinya peningkatan utang pun tak terhindarkan.

Menurut Piter, alih-alih menggenjot pembiayaan dari ULN, sumber pembiayaan dari dalam negeri seharusnya bisa menjadi pilihan. Namun, kemampuan pembiayaan dalam negeri sangat terbatas, oleh karena itu pemerintah membuat kebijakan yang memungkinkan pembelian surat utang pemerintah oleh Bank Indonesia di pasar perdana.

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. “Semakin besar porsi surat utang pemerintah yang dibeli BI, semakin kecil porsi utang luar negeri,” ucap Piter.

<!--more-->

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Onny Widjanarko berujar rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir April lalu sebesar 36,5 persen atau meningkat dari rasio bulan sebelumnya sebesar 34,6 persen. “Meski demikian, struktur ULN kita tetap sehat, didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya,” ujarnya.

Terlebih, struktur ULN didominasi oleh utang jangka panjang dengan pangsa sebesar 88,9 persen dari total ULN. “Bank Indonesia dan pemerintah akan terus meningkatkan koordinasi dalam memantau perkembangan ULN ke depan,” ucapnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan terdapat risiko yang patut diwaspadai pemerintah ketika ingin menarik utang valas di tengah situasi saat ini.

Risiko pertama berkenaan dengan debt to service ratio (DSR) sebagai indikator kemampuan membayar utang yang cenderung memburuk. Pada akhir tahun lalu DSR mencapai 18 persen, kemudian meningkat menjadi 27,6 persen di kuartal 1 2020. “

Kenaikan DSR ini menunjukkan kenaikan utang meskipun rendah tidak diimbangi dengan penerimaan valas, misalnya yang bersumber dari aktivitas ekspor,” kata Bhima. Kinerja ekspor tahun ini memang terpukul oleh wabah yang menghambat suplai dan menurunkan permintaan secara global.

Risiko berikutnya adalah perlambatan ULN swasta yang menjadi sinyal pelemahan sektor riil. ULN swasta pada akhir April tumbuh melambat menjadi 4,2 persen dari bulan sebelumnya 4,7 persen. “Perusahaan swasta sedang menahan ekspansi sehingga mengerem utang.” Fluktuasi nilai tukar rupiah serta arah suku bunga global juga dinilai patut menjadi perhatian pemerintah.

“Selama ini pemerintah sudah cukup gencar tawarkan utang dengan imbal hasil atau yield tinggi, ini mengakibatkan perebutan dana kian ketat dan membuat beban pembayaran bunga swasta lebih mahal.”

Berita terkait

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

8 jam lalu

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

Isy Karim mengatakan Kemendag akan memperjuangkan utang selisih harga minyak goreng yang tersendat sejak awal 2022.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

1 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

1 hari lalu

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

Direktur Ideas menanggapi rencana Presiden Jokowi membahas program yang diusung Prabowo-Gibran dalam RAPBN 2025.

Baca Selengkapnya

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

1 hari lalu

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya

Waka BIN Apresiasi Generasi Muda Hindu dalam Acara Dharma Santi Nasional

1 hari lalu

Waka BIN Apresiasi Generasi Muda Hindu dalam Acara Dharma Santi Nasional

Wakil Ketua Badan Itelijen Negara (BIN) I Nyoman Cantiasa mengapresiasi acara puncak Dharma Santi Nasional Hari Suci Nyepi Saka 1946.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

1 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

1 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

1 hari lalu

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.

Baca Selengkapnya

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

1 hari lalu

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

Partai politik pendukung Prabowo-Gibran dalam pemilihan presiden mendapat jatah menteri berbeda-beda di kabinet Prabowo mendatang.

Baca Selengkapnya

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

1 hari lalu

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sigit Sosiantomo mengatakan penetapan tarif tiket pesawat harus memperhatikan daya beli masyarakat.

Baca Selengkapnya