SKK Migas Usulkan Pemberian Insentif untuk Industri Hilir Migas
Reporter
Vindry Florentin
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 21 April 2020 07:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengkaji permohonan revisi rencana kerja dan anggaran tahun 2020 dari sejumlah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Penyebaran Covid-19 membuat pelaku usaha kesulitan mencapai target awal.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengatakan hingga pekan kemarin SKK Migas telah menerima permintaan dari 14 KKKS. Jumlahnya diperkirakan terus bertambah seiring dengan penurunan harga migas. Pekan lalu harga minyak dunia jenis West Texas Intermediate (WTI) turun ke kisaran US$ 30 per barel.
Julius menuturkan SKK Migas masih mengkaji dan mengevaluasi perubahan rencana kerja dan anggaran yang diajukan KKKS dengan berbagai asumsi dan skenario. Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan adalah tingkat keekonomian proyek yang berubah setelah Covid-19 merebak. Dia menyatakan kebijakan pemerintah untuk memberikan insentif akan sangat mempengaruhi hasil evaluasi. "Karena insentif erat kaitannya dengan keekonomian sumur maupun proyek," ujar dia, Senin 20 April 2020.
Ketua SKK Migas Dwi Soetjipto menyatakan telah mengajukan sejumlah stimulus kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk menjaga nilai keekonomian proyek KKKS. "Salah satunya berupa penundaan penempatan dana Abandonment Site Restoration (ASR) tahun 2020," katanya.
Dana tersebut merupakan anggaran yang disiapkan untuk kegiatan pasca operasi. Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2018 tentang Kegiatan Pasca Operasi pada Kegiatan Usaha Hulu Migas disebutkan KKKS wajib menyetor dana secara bertahap sesuai rencana kerja dan anggaran yang telah disusun. Setoran pertama berbarengan diberikan saat produksi migas secara komersial telah dimulai.
Dwi menuturkan stimulus dapat membantu KKKS bertahan dalam kondisi saat ini. Penyebaran Covid-19 telah menghambat kegiatan operasional di lapangan mulai dari planned shutdown, pengeboran, hingga perawatan sumur. Distribusi material tersendat serta produktivitas juga menurun akibat pergerakan tenaga kerja yang terbatas.
Dwi mengatakan kondisi ini akan mempengaruhi lifting minyak dan gas. Dia memproyeksikan lifting minyak sepanjang tahun ini hanya mencapai 725 ribu BOPD dari target 755 ribu BOPD. Sementara lifting gas diperkirakan hanya 5.727 juta MMSCFD dari target 6.670 MMCSFD.
Sementara itu PT Medco Energi Internasional Tbk telah memutuskan memangkas target produksi dari 110 ribu BOEPD menjadi 100-150 ribu BOEPD. Pernyataan tersebut dirilis dalam investor update yang diterbitkan pada 17 Maret 2020 lalu. Perusaahan juga mengurangi anggaran modal tahun ini menjadi US$ 240 juta dari US$ 340 juta.