Skenario Terberat, Bakal Ada 5 Juta Penganggur Baru Akibat Corona
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rahma Tri
Senin, 20 April 2020 13:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu menuturkan bahwa pemerintah saat ini terus mengkaji langkah dan terobosan untuk menanggulangi dampak dari wabah Virus Corona alias COVID-19. Apabila dampak ini tidak cepat ditangani , dikhawatirkan akan mendongkrak tinggi angka pengangguran dan kemiskinan naik di Tanah Air.
"Sudah kami simulasikan juga ini kelihatannya enggak menyenangkan angkanya," ujar Febrio dalam diskusi daring, Senin, 20 April 2020. Simulasi itu dilakukan dengan dua kemungkinan skenario, yaitu skenario berat dan sangat berat.
Pada skenario berat, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional hanya sekitar 2,3 persen dari target awal 5,3 persen. Dengan kondisi tersebut, Febrio memperkirakan jumlah pengangguran akan bertambah 2,9 juta orang. Sementara pada skenario sangat berat ketika ekonomi terkontraksi atau tumbuh negatif, maka akan ada 5 juta tambahan penganggur. "Ini yang kita coba jaga," ujar Febrio.
Namun, dalam situasi seperti ini, ia mengatakan bahwa pemerintah tidak akan sanggup mengatasinya sendiri, sehingga membutuhkan bantuan otoritas lain dalam menghadapi krisis tersebut. Ia mengatakan sektor perbankan hingga dunia usaha harus ikut andil menanggung beban untuk mengatasi persoalan ini.
Virus Corona belakangan terindikasi menghantam dalam sektor ekonomi riil di Indonesia. Anggapan ini muncul dari turunnya angka impor Indonesia. Febrio mengatakan, penurunan angka impor itu justru kurang baik untuk perekonomian Tanah Air. Sebab, 91 persen impor Indonesia adalah barang modal atau barang input. Sehingga, kenaikan impor sebenarnya adalah pertanda baik bagi pergerakan ekonomi dalam negeri.
<!--more-->
"Kalau impor kita turun itu pertanda buruk karena barang yang kita impor itu untuk memproduksi barang yang kemudian juga untuk diekspor juga. Apa yang terjadi dengan impor itu konsisten dengan apa yang terjadi dengan ekspor," ujar Febrio.
Belakangan, tutur Febrio, neraca perdagangan Indonesia memang terlihat surplus. Namun, kalau ditelaah, justru karena impor melambat pertumbuhannya, begitu pula dengan angka ekspornya. Walau, ketika ekspor dikurangi impor hasilnya masih menjadi surplus.
"Memang ini menjadi positif karena tekanan pada CAD menjadi berkurang, tapi ini adalah pertanda buruk pada sektor riil karena sedang mengurangi aktivitas perekonomian yang akan diterjemahkan pada pertumbuhan ekonomi yang lebih melambat," ujar dia.
Berdasarkan catatan BKF, ekspor masih menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 2,9 persen pada triwulan I 2020. Capaian tersebut didukung oleh sektor manufaktur dan pertanian. Di sisi lain, faktor harga mendorong penurunan ekspor tambang dan migas.
Dari sisi impor, BKF mencatat angkanya terkontraksi 3,7 persen di kuartal I 2020. Penurunan itu diakibatkan penurunan impor bahan baku dan barang modal. Sementara, untuk impor barang konsumsi tercatat masih tumbuh positif walau melambat ketimbang awal tahun.