The Fed Pangkas Suku Bunga, Luhut Akui Dunia Cukup Mencekam
Reporter
Eko Wahyudi
Editor
Rahma Tri
Selasa, 17 Maret 2020 11:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan turut menyoroti kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve atau The Fed yang baru saja memangkas kembali suku bunga acuan sebesar 100 basis poin. Menurut dia, The Fed memangkas suku bunga acuan sampai ke 0,25 persen karena kondisi perekonomian global memang sedang terpukul oleh virus corona atau Covid-19.
"Kemudian situasi dunia memang ya cukup mencekam, karena masalah ini belum pernah terjadi seperti ini," ujarnya saat siaran langsung resmi Kementerian Maritim dan Investasi, Senin 16 Maret 2020.
Adapun sebelumnya, pada awal Maret lalu Bank Sentral AS itu telah memotong suku bunganya sebesar 50 bps menjadi 1,25 persen. Secara year to date total suku bunga acuan The Fed telah berkurang 1,5 persen.
Luhut mengaku mendapatkan laporan dari teman-temannya di Amerika Serikat terkait kondisi di sana yang mengalami ketegangan. Jika dibandingkan dengan situasi di Indonesia, maka Luhut menilai di dalam negeri bisa lebih tenang.
"Kita lihat masih cukup tenang masyarakat kita dengan pidato Presiden (Joko Widodo) hari Minggu dan juga kemudian task force sudah jalan. Jadi saya pikir tidak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan," kata Luhut.
<!--more-->
Luhut juga sempat menyinggung pengamat yang kerap kali mengeluarkan tanggapan bernada pesimistis terhadap kebijakan dikeluarkan oleh Presiden Jokowi. "Saya garis bawahi ya, proses pengambilan keputusan pemerintahan Presiden Joko Widodo dilakukan dengan tegas dan cermat. Presiden mendengar semua pandangan, dan beliau putuskan dengan tegas dan cermat juga," tuturnya.
Luhut pun mengaku selalu mengikuti perintah dari Jokowi. Karena menurutnya, kebijakan yang diambil oleh orang nomor satu Republik Indonesia tersebut berdasarkan pertimbangan dari berbagai aspek dengan dasar kepentingan nasional.
Terkait harga minyak dunia yang turun, Luhut menyebut komoditas tersebut mengalami tekanan hingga menyebabkan penurunan hingga ke level US$ 30 per barel. Hal itu dampak dari perekonomian global yang sedang tidak stabil. "Memang jadi masalah, tapi kan semua negara mengalami ini bukan kita saja," ujarnya.
Dia mengatakan, penurunan harga minyak dunia belum bisa menjadi alasan untuk melakukan penurunan harga BBM di dalam negeri. Menurutnya, jika perang minyak antara Arab Saudi dan Rusia mereda maka ia yakin harga minyak dunia akan kembali merangkak naik.
"Apakah ada penurunan harga BBM? Terlalu awal untuk kita memprediksi karena kita belum tau. kalo nanti Saudi dan Rusia damai naik lagi ke atas, nanti terlalu cepat kita antisipasi itu," kata Luhut.
EKO WAHYUDI