BPK Didesak Ungkap Peran OJK dalam Kasus Jiwasraya
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rahma Tri
Senin, 3 Februari 2020 13:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pagi ini Komisi XI DPR RI melakukan rapat konsultasi di kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terkait penyampaian hasil audit investigasi PT Jiwasraya (Persero). Menanggapi pertemuan ini, pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai ada hasil audit yang sebenarnya sangat ditunggu publik, yakni peran regulator dalam mengizinkan produk JS Saving Plan.
"(Bagaimana) Peran regulator yang meloloskan izin produk JS Saving Plan dalam keadaan laporan keuangan window dressing," ujarnya kepada Bisnis.com, Senin 3 Februari 2020. Regulator yang ia maksud di sini adalah Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.
Menurut Irvan, publik bertanya-tanya karena regulator tidak pernah menghentikan produk Jiwasraya ini, yang menjanjikan bunga supernormal. Proses investigasi peran regulator ini tambahnya juga harus sampai ke OJK periode sebelumnya, serta ke level 2 atau deputi komisioner, dan level 3 atau direktur.
Menurut catatan Bisnis.com, produk JS Saving Plan milik asuransi BUMN ini menawarkan imbal hasil di rentang 9 persen-13 persen selama 2013-2018. Janji untung itu lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga deposito FY2018 sekitar 5,2 persen - 7,0 persen per tahun, juga lebih besar dari pertumbuhan IHSG FY2018 yang negatif 2,3 persen.
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK sebelumnya telah merilis kronologis kasus Jiwasraya. Deputi Komisioner Humas dan Manajemen Strategis OJK Anto Prabowo menyampaikan permasalahan Jiwasraya memang telah terlihat semenjak 2004. Kala itu, Jiwasraya melaporkan ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) -- yang kemudian bersalin rupa menjadi bagian dari OJK -- Perusahaan melaporkan cadangan yang lebih kecil daripada seharusnya.
<!--more-->
Atas kondisi ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberi opini disclaimer atas laporan keuangan Jiwasraya 2006 dan 2007. Pada 2008-2009, kondisi defisit semakin dalam yakni mencapai Rp 5,7 triliun (2008) dan Rp 6,3 triliun (2009). Pada 2009, untuk memberikan ruang bertahan, direksi pun melakukan langkah penyelamatan jangka pendek dengan re-asuransi. Dengan skema re-asuransi pada 2010-2011, perusahaan mencatatkan surplus sebesar Rp 1,3 triliun di akhir 2011.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso sendiri telah menanggapi tudingan dari DPR-RI yang menilai pihaknya lalai dalam mengawasi industri sektor keuangan seperti PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga mengalami gagal bayar, terkena dugaan korupsi. "Kita profesional sudah melakukan apa yang telah dilakukan, tentunya kita akan kita sesuaikan," kata dia di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2020.
Wimboh menjelaskan, pihaknya telah melakukan tugas pokok dan fungsinya dalam mengawasi kinerja sektor industri keuangan secara profesional dan independen. Ia menuturkan apa yang terjadi pada Jiwasraya adalah kejadian yang telah terjadi sejak lama, sehingga OJK akan berusaha cari solusi yang tepat bagi permasalahan ini.
BISNIS | EKO WAHYUDI