SBY Komentari Jiwasraya, Demokrat Sebut Bukan Baper
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rahma Tri
Minggu, 2 Februari 2020 14:10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron, menilai publik semestinya menangkap positif maksud dari tulisan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY tentang gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya.
"Kenapa selalu Pak SBY disebut baper (terbawa perasaan)? Padahal kalau melihat substansi yang dituangkan dalam artikel itu bisa ditangkap secara positif," ujar Herman di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta, Ahad, 2 Februari 2020.
Ia mengatakan SBY adalah orang dengan pengalaman panjang, salah satunya melewati masa krisis ekonomi dan ada empat Panitia Khusus di eranya. "Beliau menuliskan secara baik dalam sebuah artikel, supaya kalau kemudian ramai keinginan Pansus, bisa menyasar substansi bukan target-targetan."
Menurut Herman, seluruh industri jasa keuangan terkena dampak resesi global pada 1998, tak terkecuali Jiwasraya. Namun kemudian, saat UU BPK terbit pada 2006 dan uji petik dilakukan, diketahui bahwa Jiwasraya belum melakukan perbaikan sejak krisis lalu. Tapi, ia mengatakan perbaikan terjadi pada 2010, sehingga 2011-2012 untung. Barulah di 2013 ada produk anyar JS Saving Plan.
"Terkait window dressing, hampir semua BUMN dalam 5 tahun terakhir revaluasi aset, bukan cuma jasa keuangan, semua aset dihitung kembali. Apakah ada window dressing, silakan audit investigasi," tutur Herman. Ia justru menduga persoalan window dressing yang melilit perseroan baru benar-benar terjadi di 2016-2017 lalu.
Karena itu, Herman mengatakan SBY akhirnya menulis pandangannya karena melihat permasalahan ini besar, bukan hanya koorporasi. Persoalan ini juga menyebabkan gagal bayar belasan triliun rupiah kepada jutaan nasabah. Hal serupa juga diduga terjadi pad perusahaan lain, Asabri.
<!--more-->
Sebelumnya, SBY mengatakan pemerintah harus segera melakukan perbaikan besar setelah terbukanya krisis besar di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Ditambah lagi adanya informasi yang dapat dipercaya bahwa sejumlah BUMN yang lain juga mengalami permasalahan yang relatif serius.
"Melakukan perbaikan total. Atau bahkan bersih-bersih. Bisa saja kasus Jiwasraya ini ibarat sebuah puncak dari gunung es. Nampak kecil di atas permukaan, ternyata besar yang tidak kelihatan," kata SBY dalam keterangan tertulis, Senin, 27 Januari 2020.
SBY menilai, secara kumulatif kerugian negara yang mencapai jumlah puluhan triliun, sebenarnya itu sudah tergolong krisis besar. "Sangat bisa bersifat sistemik, terstruktur dan massif," ucapnya. "Barangkali tidak keliru apa yang dikatakan oleh BPK bahwa krisis keuangan Jiwasraya ini bersifat sistemik dan gigantic."
Jika pada kelanjutannya setelah dilakukan penyelidikan yang serius dan komprehensif ternyata ditemukan kesamaan modus penggelapan uang rakyat, Yudhoyono menyebutkan, negara tidak boleh menyepelekan kasus-kasus penyimpangan ini. Apalagi jika ternyata otak dan operatornya berasal dari kelompok yang sama dan kecerobohan serta penyimpangan dilakukan dengan metodologi serupa.
SBY juga mengingatkan modus investasi di saham gorengan itu bisa saja terjadi di lembaga asuransi atau menyangkut dana pensiun di lembaga-lembaga yang lain. Ia mencontohkan kasus yang terjadi di Asabri dengan potensi kerugiannya mencapai Rp 10 triliun hingga Rp 16 triliun dan PT Taspen yang diinformasikan memiliki pertumbuhan investasi saham minus 23 persen dalam dua tahun terakhir.
CAESAR AKBAR | HENDARTYO HANGGI