Lembaga Penjamin Polis Akan Dibuat, Sri Mulyani Belajar dari LPS
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Kodrat Setiawan
Rabu, 22 Januari 2020 11:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan membuat lembaga penjaminan polis. Hal itu, kata dia, berdasarkan amanat Undang-undang 40 tahun 2014 mengenai perasuransian.
"Kami sekarang ini sedang menyusunnya tentu melalui dan menggunakan rambu-rambu yang bertujuan menciptakan kepercayaan terhadap asuransi," kata Sri Mulyani mengumumkan hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan di Gedung Djuanda, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2020.
Lembaga penjaminan polis, kata dia, nantinya bisa mencegah kemungkinan potensi moral hazard pada industri asuransi.
"Kami akan belajar sangat banyak dari LPS, sebagai lembaga penjamin simpanan. LPS untuk perbankan, sedangkan lembaga penjaminan polis adalah untuk sektor perasuransian," ujarnya.
Dia menegaskan saat ini tim di Kemenkeu masih menggodok dan mengumpulkan berbagai hal untuk menjalankan amanat undang mengenai perasuransian itu.
Di lokasi yang sama Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah mengatakan LPS sekarang berdasarkan UU LPS hanya menjamin dana simpanan yang ada di perbankan.
"Kalau nanti ada keinginan pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat membentuk lembaga penjamin polis tentu ada suatu aturan lagi. Itu terserah pemerintah dan DPR," kata Halim.
Dia mengatakan siap kalau nantinya juga ditugaskan dalam LPP. "Masa kita menolak," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengingatkan pentingnya reformasi pada industri keuangan nonbank, khususnya industri asuransi. Terutama karena industri keuangan merupakan sektor untuk membangun kepercayaan pasar untuk menjaga stabilitas ekonomi.
"Perlu adanya reformasi di bidang lembaga keuangan non bank baik asuransi maupun dana pensiun dan lainnya," kata Jokowi saat Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di Ritz Carlton Pasific Place, Jakarta, Kamis, 16 Januari 2020.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan industri asuransi secara keseluruhan stabilitas. OJK, kata dia, mencatat industri asuransi masih mencatat penghimpunan dana yang positif di 2019, di mana premi asuransi komersial mencapai Rp 261,6 triliun atau tumbuh 6,1 persen yoy.
“Kami menyadari industri asuransi membutuhkan perhatian lebih serius untuk memperbaiki governance, kehati-hatian dan kinerjanya,” kata Wimboh.
OJK, kata dia, telah mencanangkan reformasi industri keuangan non bank pada 2018 lalu yang mencakup perbaikan penerapan manajemen risiko, governance yang lebih baik dan laporan kinerja investasi kepada otoritas dan publik. OJK akan mengeluarkan pedoman manajemen risiko dan governance serta format laporannya.
HENDARTYO HANGGI