Polemik TVRI, BPK Periksa Peran dan Fungsi Dewan Pengawas
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Minggu, 15 Desember 2019 18:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pengawas Keuangan Achsanul Qosasih mengatakan jajarannya sedang melakukan pemeriksaan terhadap Dewan Pengawas TVRI mengenai peran dan fungsinya. Ia mengatakan pemeriksaan itu juga terkait dengan polemik yang ada di tubuh perusahaan televisi pelat merah belakangan ini.
"Iya, jadi mengenai peran dan fungsinya apakah sesuai dengan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah, termasuk belanja operasionalnya, SPJ dan lainnya," ujar Achsanul dalam pesan singkat kepada Tempo, Ahad, 15 Desember 2019.
Ia mengatakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 Pasal 3, Direksi bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, pada pasal 39 termaktub bahwa direksi bertanggung jawab penuh atas seluruh penyiaran ke luar dan ke dalam.
Menurut Achsanul, Peraturan Pemerintah itu memang harus diperbaiki agar tidak ada kesalahpahaman antara Dewan Pengawas dan Direksi TVRI, seperti yang saat ini terjadi. "Tidak boleh ada yang merasa lebih hebat antara Dewas dan Direksi karena mereka sama-sama menjalankan mandat Undang-undang Nomor 32 tahun 2002," tuturnya.
Achsanul mengatakan dalam era direksi dan dewan pengawas inkumben telah ada capaian-capaian dari perseroan. Salah satunya, BPK tidak lagi menemukan adanya belanja fiktif serta jasa siaran dan nonsiaran yang masuk ke oknum-oknum pribadi TVRI. Dengan transparansi yang membaik itu, ia mengatakan pihak lain pun menjadi mau bekerjasama dengan perseroan.
"Di samping itu siaran digital sudah masuk 64 kota dan kabupaten dari sebelumnya hanya sepuluh, sementara siaran analog sudah mencapai seluruh Indonesia dan PNBP naik walau angkanya saya lupa," tutur Achsanul. "Kalau melihat temuan-temuan BPK 3 tahun lalu kan sangat tidak baik."
Sebelumnya, Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) memberhentikan sementara Helmy Yahya sebagai Direktur Utama Televisi Nasional yang dikelola pemerintah. Keputusan itu berlaku sejak diterbitkannya SK Dewas Nomor 3 tahun 2019 pada rabu lalu. Latar belakang dikeluarakannya surat keputusan itu diduga terkait dengan penyelenggaraan perusahaan Televisi milik negara tersebut.
Adapun Helmy Yahya mengatakan dasar rencana pemberhentian Dewan Pengawas terhadap dirinya tidak memenuhi salah satu amanat dari PP no 13/2005 pasal 24 ayat 4 yang mengatur syarat diberhentikanya anggota dewan direksi sebelum masa masa jabatannya habis. “Tidak ditemukan satu ayat pun dalam PP itu yang menyatakan istilah penonaktifan atau sejenisnya,” tulisnya dalam surat tanggapan, Kamis, 5 Desember 2019.
Anggota Dewan Pengawas TVRI Maryuni Kabul Budiono mengatakan saat ini memang tengah dilaksanakan pemeriksaan audit kinerja LPP TVRI. Namun, ia mengatakan audit yang dilaksanakan sejak Agustus 2019 itu tidak hanya dilakukan terhadap Dewan Pengawas, melainkan juga Direksi dan staf direksi di kantor pusat.
"Audit kinerja itu dilakukan terhadap seluruh lembaga dan kementerian khususnya yang sudah WTP (wajar tanpa pengecualian), ada informasi, audit kinerja itu sudah direncanakan tahun lalu," tuturnya. "LPP RRI juga diaudit dan mulainya sama."
<!--more-->
Dalam kesempatan terpisah, bekas Direktur Utama TVRI Iskandar Achmad mengatakan pembenahan sejatinya juga sudah dilakukan oleh Dewan Direksi perseroan sebelum Helmy Yahya. "Buah tidak harus dipetik oleh yang menanam, tapi dapat dinikmati oleh lembaga," tuturnya.
Ia mengatakan Audit laporan hasil pemeriksaan BPK terhadap LPP TVRI tahun anggaran 2017 yang diterima TVRI tahun 2018 menjadi opini Wajar Dengan Pengecualian atau WDP. Predikat WDP ini utamanya dikarenakan pendapatan LPP TVRI sesuai pasal 34 ayat 2 dan pasal 36 PP 13 tahun 2005 tidak lagi digunakan secara langsung, tetapi sudah menjadi penerimaan negara bukan pajak PNBP sesuai PP 33/2017 tentang jenis dan tarif atas jenis PNBP LPP TVRI yang diberlakukan sejak 9 September 2017.
Di samping itu, Iskandar mengatakan rintisan yang dilakukan Dewan Direksi lama sejak awal tahun 2015 pun LPP TVRI sudah fokus membenahi masalah inventarisasi yakni persediaan aset bergerak dan tidak bergerak diseluruh Indonesia, aset tidak berwujud, peralatan teknik dan mesin. Proses ini diyakini mengantarkan TVRI mendapatkan predikat WTP tahun 2019, yaitu audit 1 Januari 2018 - 31 Desember 2018.
CAESAR AKBAR | NYOMAN ARY WAHYUDI